Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Korban Tren, "Terperangkap" Social Engineering

25 November 2021   01:09 Diperbarui: 25 November 2021   01:14 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia saat ini memasuki era serba digital.  Termasuk Indonesia yang menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny  Plate ditargetkan pada tahun 2024 nanti 50 juta masyarakat Indonesia telah terliterasi digital.  Kenapa demikian, karena Kominfo menyadari pentingnya kita tidak sekedar mengikuti kemajuan atau melek teknologi.

Percayalah kita tidak cukup sekedar maju.  Kita, disaat bersamaan juga harus mengetahui bahaya mengintai di era serba digital.  Harus dicatat bahwa, literasi sendiri berarti mengerti, paham dan memiliki kecakapan.  Di mana dalam hal ini menyangkut serba serbi dunia digital.  Bekal inilah yang juga harus dimiliki oleh warga dunia maya.

Mengenal istilah social engineering yang pastinya awam oleh sebagian dari kita.  Tidak lain adalah bentuk kejahatan yang memanipulasi psikologi korban, baik disadari atau tidak, agar melakukan tindakan tertentu yang menguntungkan pelaku.  Adapun media yang digunakannya beragam, misalnya SMS, e-mail ataupun media sosial lainnya.

Inilah yang marak terjadi belakangan ini, kejahatan siber dengan media social engineering.  Viral fitur 'Add Yours' di Instagram menjadi perbincangan karena banyaknya data pengguna dipakai untuk penipuan.  Tidak lain dikarenakan kelemahan atau ketidaktahuan alias kurangnya literasi sehingga menjadi celah masyarakat Indonesia mudah terjebak "oknum" atas nama tren.  Merasa jadul jika tidak mengikuti arus kekinian, tanpa memperhitungkan dampak buruknya.

Ramainya tren 'Add Yours' di Instagram berujung pahit dengan banyak pengguna jadi korban penipuan.   Bagaimana tidak, hanya karena ikutan tren, lalu pengguna IG dengan naifnya terjebak memberikan data pribadinya di IG Story mereka.  Bertambah gaduh ketika postingan data pribadinya beredar bebas di jagad maya.

Sebenarnya 'Add Yours' diharapkan Instagram sebagai cara baru untuk membuat user generated content (UGC) yang bisa viral dan menguntungkan semua pengguna.  Tetapi, seperti mata uang yang memiliki dua sisi, selalu ada celah bagi pelaku kejahatan untuk memanfaakan kondisi ini.  

Dikutip dari detik.com sebagai contohnya, korban penipuan karena mengikuti tren Add Yours dan memberikan nama panggilan pribadinya.  Akibatnya korban percaya untuk mengirimkan uang ketika penipu menyapa dengan nama kecilnya.

Disinilah pengguna ruang digital dituntut dewasa mengerti benar bahwa kejahatan akan selalu ada sekalipun di dunia maya.

Mewaspadai social engineering memang tidak semata media sosial tetapi juga di layanan komunikasi lainnya.  Bentuk contoh lainnya, penelpon yang mengaku sebagai costumer service atau staf instansi bidang keuangan suatu perusahaan yang meminta data pribadi korban.  

Kemudian juga link atau tautan aplikasi, atau email yang mengarahkan korban kepada website phising ataupun aplikasi untuk penyalahgunaan data pribadi.

Hal seperti inilah yang masih sangat perlu diedukasi oleh Kominfo.  Menanamkan pengertian kepada masyarakat bahwa data pribadi adalah nyawa.  Jangan memberikan data pribadi, tidak ada kompromi dengan alasan apapun termasuk ikutan tren.  Masyarakat harus dididik mengerti dan paham mana yang bisa dishare dan yang tidak.

Mengutip dari indonesiatech.id, berikut data pribadi yang wajib dirahasiakan dari ruang publik, yaitu:

  • nama lengkap
  • nama semasa kecil
  • nama ibu
  • spill nomor identitas
  • alamat pribadi
  • data biometrik (sidik jari, scan retina dan lain-lain)
  • SIM
  • nomor paspor
  • plat nomor kendaraan
  • alamat internet protokol

Bahwa dunia digital tidak semata bicara soal belanja online, tik tok atau Instagram saja misalnya.  Tetapi juga bagaimana kita sebagai warga dunia maya bisa menjaga diri, dalam hal ini data pribadi kita.  

Peluang kejahatan tidak memandang dunia nyata ataupun maya.  Bentuk kejahatannya pun beragam bukan hanya social engineering, tetapi juga ada OTP fraud, phising, skimming, data forgery dll.

Tentunya kita sepakat tidak menolak kemajuan teknologi, karena juga menjadi bagian kemajuan peradaban manusia.  Kita pun tidak bisa mencegah kemajuan dunia kejahatan yang kini sudah merambah di dunia maya, sebab ini ibaratnya berjalan paralel.  

Tetapi, kita bisa menghindari menjadi korban kejahatan dunia maya dengan menjaga data pribadi.  Mulailah dari diri kita sendiri yang dewasa dan bijak menggunakan ruang digital.

Tidak heran jika Kominfo mengharapkan warganet jangan FOMO alias fear of missing out.  Anti banget ketinggalan tren yang lagi hits.  Namun ironisnya, karena latah tidak mau ketinggalan tren, ujungnya jadi korban tren.

Jakarta, 25 November 2021

Sumber

https://inet.detik.com/cyberlife/d-5823956/ini-asal-mula-stiker-add-yours-di-instagram-yang-disalahgunakan

https://www.indonesiatech.id/2021/11/24/viral-penipuan-fitur-ig-kominfo-jangan-tergiur-hal-hal-yang-sedang-tren/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun