Di zaman serba digital, rakyat dan utamanya golongan muda menginginkan keberadaan demokrasi digital yang tidak memiliki sekat pembatas, sekaligus menghadirkan interaksi. Â Rakyat Indonesia sudah lelah dengan segala bentuk pencitraan. Â Rekam digital pencapaian hasil kerja jauh lebih nyaring terdengar ketimbang cuap-cuap
Bentuk komunikasi politik seperti inilah yang lebih diterima ketika Indonesia memasuki era digital. Â Sehingga tentunya menteri Petahana calon kontestan politik nantinya harus cerdas menggunakan teknologi dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana berkampanye. Â Sebab pada akhirnya pemimpin dengan pemikiran visioner dan mengikuti kemajuan zaman jauh lebih diminati oleh golongan muda pastinya. Â Apalagi saat ini kita memasuki era digital, sehingga gaya dan pemikiran konvesional tipis harapannya dilirik.
Sekalipun demikian, bukan berarti ini tanpa kendala. Â Fakta tak terhindarkan bahwa setiap perubahan selalu ada plus dan minusnya. Â Demikian juga demokrasi digital yang kerap diidentikkan dengan penggunaan buzzer atau cyber troops bayaran demi strategi firehouse atau falsehood politik. Â Disinilah pada akhirnya literasi digital menjadi penting untuk rakyat. Â Artinya, dibutuhkan dan dituntut kedewasaan ketika berselancar di dunia maya. Â Baik oleh warganet, ataupun kontestan politik yang bersangkutan nantinya.
Sehingga ada baiknya para menteri Petahana bercermin diri. Â Bahwa sekalipun genderang sudah ditabuh, namun Indonesia membutuhkan lebih dari sekedar pemimpin riuh. Â Malu rasanya menabuh genderang dan merasa diri pantas menjadi RI 1 saat langkah baru separuh.
Jakarta, 11 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H