Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Terjebak Perfeksionis, Berujung Rangkap Tugas

11 Agustus 2021   23:11 Diperbarui: 11 Agustus 2021   23:12 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelebihanku sekaligus kekuranganku, begitulah dulu jawabanku ketika ditanya, "Apa kelebihanmu sehingga layak diterima?"  Sang calon atasan bingung mendengar jawabanku. 

Tetapi ini bukan jawaban ngeyel, karena aku sangat mengenal diriku yang detail dan rinci.  Lebih tepatnya sih aku perfeksionis, atau sulit mempercayai orang lain dalam hal pekerjaan.  Bagiku, lebih baik semua aku kerjakan sendiri karena dijamin lebih sempurna.  Selain itu, aku juga tidak perlu berdebat dengan orang lain.  Padahal, apakah iya, atau sebenarnya masalahnya di diriku sendiri?

Bicara salah dan benar, aku tahu ini sangat salah!  Kesimpulannya, jelas yah masalahnya ada diriku.  Sebab, di dalam dunia kerja, terlebih jika posisi kita sebagai atasan, sudah seharusnya kita bisa mendelegasikan pekerjaan.  

Atasan yang baik adalah yang mampu memimpin dan mendelegasikan pekerjaan dengan cara mentransfer ilmu.  Kacaunya aku ketika diterima bergabung di sebuah perusaahaan asing, aku memilih "menyempurnakan" tugas anak buahku.

Bertambah kacau lagi, ketika di dalam sebuah tim untuk sebuah proyek, aku cenderung dominan.  Samasekali tidak bermaksud pamer keahlian.  Murni karena menginginkan proyek tersebut berhasil kami selesaikan dengan hasil terbaik.  

Aku bahkan tidak peduli dengan effort yang aku keluarkan lebih dari teman lainnya.  Aku juga tidak mengejar pujian selangit untuk tim kami.  Bagiku, yang terpenting semua berjalan sempurna.

Seiring waktu Mr. Bos yang pastinya jam terbangnya lebih kencang dariku memanggil.  "I know your fantastic hard working, but that is not right.  You are too independent, and one day is going to kill you."  

Bla..bla..dan bla..Mr. Bos menasehatiku yang intinya sebagai diriku, aku perfect.  Tetapi sebagai atasan dan rekan kerja, maka aku zero.  Sebab aku tidak mempercayai bawahanku, ataupun teman sejawat ketika menyelesaikan pekerjaan.  Sekalipun semuanya kulakukan tanpa hitungan, dan bukan mengharapkan kenaikan gaji.

Menurut Jennifer Kromberg, seorang psikolog dan terapis, dikatakannya bahwa perfeksionisme adalah sebuah dorongan dari dalam diri untuk terus menerus memiliki kehidupan yang berjalan sempurna.  Adapun ciri-cirinya adalah:

  • Tujuan hidupnya tinggi, dia akan bekerja keras hingga targetnya terpenuhi.
  • Kritis, bagi diri sendiri dan orang lain.  Berharap sebuah kesalahan harus diperbaiki untuk kesempurnaan.
  • Fokus kepada hasil, dimana dia akan sepenuhnya fokus kepada hasil, dan lupa menikmati proses.
  • Takut atau khawatir dikritik, sebab nilai baginya adalah kesempurnaan, maka kritikan baginya adalah menyakitkan atau kegagalan.

Gambaran seperti ini, aku banget.  Satu cerita ketika secara tidak sengaja aku memberikan ide pada teman di divisi production house mengenai logo sebuah perusahaan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun