Matahari siang itu begitu terik menyengat. Diantar Pak Karyo bajaj langgananku, kami berdua mencari belimbing wuluh. Konon kata orang, bunga dan daunnya bagus untuk mengobati ashma. Inilah alasan kuatku sebenarnya, mencari pengobatan alternatif untuk mengobati ashma si bungsu.
Keluar masuk perumahan dan kami menemukan pohon belimbing wuluh terlihat di dalam pekarangan sebuah rumah. “Selamat siang ibu, boleh tidak saya minta bunga blimbingnya sedikit. Saya butuh untuk obat ashma anak bu.” Penuh harap aku meminta dan dijawab dengan satu kata, tidak.
Pantang menyerah, bersama Pak Karyo, kembali melanjutkan mencari lagi. Tetapi, begitulah hukum alam, ketika dicari jadi sulit. Tetapi, kalau tidak dicari, justru menemukan banyak. Sekalipun demikian kami tetap mencari, demi anak bungsuku. Lalu mata kami melihat sebuah pohon belimbing di pinggir jalan. Logika sih, bukan milik siapapun.
“Ibu, maaf ini pohon siapa yah. Saya ingin mengambil bunganya untuk obat ashma anak,” kataku terus terang kepada seorang ibu penjaga warung dekat pohon tersebut.
“Ooo…jangan diambil. Nanti pohonnya mati, saya juga butuh buahnya untuk nyaur. Cari pohon lain saja, jangan yang itu.” Sahutnya nyaring sedikit ngegass nadanya.
“Sudah non, ayo kita cari lainnya. Ayo non, masuk bajaj,” tiba-tiba emosi nada Pak Karyo. Kami pun melanjutkan perjalanan. Tetapi kali ini pulang, tidak membawa hasil.
Berawal dari penolakkan banyak orang, sehari kemudian Pak Karyo membawa bibitnya, entah dapat darimana. Bibit berupa pohon yang ditanam di pekarang rumahku. Inilah cikal bakal belimbing wuluhku, yang kini tumbuh subur di pekarangan rumahku.
Tidak ingin menjadi manusia pelit, aku mengizinkan siapa saja bebas memetik buahnya. Seorang teman berdarah Aceh, senang sekali ketika aku kirimin. Pengetahuan baruku, ternyata masakan Aceh banyak menggunakan belimbing wuluh.
Tidak hanya itu, tetangga, kerabat atau orang yang melintas depan rumah bebas merdeka meminta. Boleh dipetik sendiri, atau aku kirimkan lewat jasa ojol. Puji Tuhan, semakin banyak aku memberi buahnya kepada siapapun. Maka semakin mabok pohon belimbing wuluhku berbuah. Sepertinya, wuluhku ini senang kalau kehadirannya bermanfaat untuk banyak orang. Tahun ini saja, setahun penuh pohonku berbuah tanpa hentinya.
Sekarang anakku sudah besar, dan belimbing wuluhku menjadi kenangan tersendiri bagi kami sekeluarga. Aku juga berbagi pengalaman kepada kerabat mengenai manfaat belimbing wuluh untuk kesehatan, selain memang bisa juga sebagai racikan masakan.
Manfaat blimbing wuluh antara lain:
- Sebagai antibiotik
- Mengobati batuk
- Obat diabetes
- Mengatasi obesitas
- Mengobati alergi
Manfaat bunga blimbing wuluh antara lain:
- Mengobati ashma, dengan mengkonsumsi air rebusan bunga belimbing wuluh dengan rajin yang dicampur dengan permen batu 2-3 kali sehari dapat membantu mengatasi asma dan sesak napas.
- Mengatasi batuk, dengan mencampur bunga blimbing bersama temu giring, kulit kayu manis, bawang, daun saga, daun sendok, kencur, pegagan dan daun inggu. Minum rebusannya untuk mengobati batuk.
- Mengatasi bibir pecah-pecah, dengan meminum air rebusan bunganya.
- Mengatasi jerawat, dengan menumbuk buah, bunga dan daun hingga halus, kemudian digunakan sebagai masker
Belimbing wuluh bercerita, kini sudah besar dan subur. Sehat sekali pohonku, seperti juga anak bungsuku yang kini sudah remaja dan tumbuh sehat berkat belimbing wuluh.
Jakarta, 31 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H