Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Aku Tukang Cukur ala Bisa karena Biasa

4 Juli 2021   21:32 Diperbarui: 5 Juli 2021   01:31 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.wikihow.com/

Cerita tentang potong rambut mengingatkanku kepada bapak.  Bapaklah yang dulu selalu memotong rambut aku beserta 3 saudaraku. Kocaknya, aku dan adek perempuanku pun bapak yang memotongnya.  Seingatku, barulah setelah kami semua SMA, bapak tidak lagi memotong rambut kami. 

Ibarat buah apel jatuh tak jauh dari pohon.  Seperti mengulang cerita manis, maka aku juga yang mengunduli kepala kedua anakku ketika mereka bayi.  Heheheh.... Aku berani jamin, tidak banyak emak yang memiliki keberanian memplotosi kepala bayi yang masih berusia 3 bulan sendirian.  Itulah aku, diantara percaya diri atau nekat hanya bermodalkan pisau cukur, shampoo, dan sebotol susu untuk mengalihkan perhatian mereka.  Jadilah mereka bayi berkepala plontos.  Hahahah....

Kebiasaan yang berlanjut hingga mereka tamat SD.  Mungkin pembedanya untuk putriku, aku hanya memotong ujung rambutnya agar tidak bercabang.  Sebab putriku memilih merawat rambutnya panjang terurai namun sehat.

Tetapi untuk si bungsu putraku, sejak playgroup hingga SD memang model rambutnya tidak jauh dari semi botak.  Yup, menurutku itu lebih mudah karena tanpa model.

Tetapi jangan salah, untuk semi model inipun aku dan suami membeli cukuran rambut khusus, dengan bantalan bernomor yang mengatur seberapa tipis aku memotongnya.  Sebab, sekalipun modelnya gundul, tetapi tidak boleh licin.  Ini akan mencabut akar rambut, yang bukan tidak mungkin membuat botak permanen ternyata

Jeda 3 tahun, sejak si bungsuku di SMP "memberhentikan" diriku jadi tukang cukurnya.  Putraku lebih memilih barbershop di dekat rumah.  "Aku mau model yang mama tidak bakalan bisa deh."  Begitu katanya, dan aku pahamlah.  Lha...namanya juga anak abegeh...heheh...

Tetapi, ooo...tetapi...tugas kembali memanggil ketika Covid bertamu dan ogah pergi.  Ketika anak sekolah terpaksa belajar di rumah alias PJJ.  Meskipun begitu, bukan berarti urusan rambut bisa cuek bebek.

Tidak ada kata kompromi, wali kelas dan bahkan kepala sekolah tidak bosannya mengingatkan.  "Nak, rambutnya dipotong yah.  Itu sudah sampai pelipismu dan telingamu.  Dipotong yah nak."  Lanjut lagi di group WA orang tua, "Ibu dan bapak, tolong putranya yang sudah gondrong diperhatikan."

Uuuppsss...panggilan tugas negara nih pikirku dalam hati.  Sekalipun aku tahu putraku akan berkelit seribu satu cara menghindar.  "Mama, nggak bakal bisa potong rambutku.  Mama khan bisanya model gundul, dan aku tidak mau yah ma."  Si bungsuku segera menyatakan perlawanan.

Hahah...tetapi bukan aku kalau menyerah.  Garcep alias gerak cepat, aku berguru pada youtube.  Belajar cara memotong rambut model kekinian anak cowok.   Bahkan demi menunjang hasil maksimal, suamiku kembali membelikan alat cukur terbaru.  Menurutnya, pandemi ini tidak jelas.  Sedangkan rambut pasti bolak-balik tumbuh.  Lebih baik membeli alat cukur terbaru, sambil aku juga belajar mencukur.

Lalu dengan wajah rada cemberut, dan kekhawatiran tingkat dewa, akhirnya putraku menyerah.  Percaya diri aku mencukur rambutnya dengan alat cukur dan gunting kertas.  Heheh.....ocehannya pun ramai sekali meragukan emaknya ini.  "Waduhhh...bahaya!  Jangan begini yah ma, hati-hati ma.  Diperhatikan baik-baik ma, jangan sampai aku malu nanti."  Hahahah...capek deh, dan bikin aku jadi grogi saja.

Sementara suamiku pun tidak kalah seru, mengingatkanku kurang ini dan itu.  Lucu sih, karena mereka ini seolah lupa, kalau aku ini bukan tukang cukur beneran.  Ini semacam uji nyali, beda jauh ketika aku memplotosi botak waktu masih bayi.  Lha...ini, kalau salah bisa ambyar!!!...

Singkat cerita, abrakadabraaa......tara....jadilah putraku memiliki rambut pendek bergaya.  Berlari dia berkaca, dan kembali dengan senyuman menawan.  "Heheheh...aku suka ma," katanya cengar-cengir.  Si sulung putriku pun ngakak, "Gokil...keren ma modelnya!"

Fix, sejak itulah aku rutin mencukur rambut putraku, dan tidak ada lagi ocehan panjang lebar nggak karuannya.  "Ma, rambutku sudah panjang nih.  Tolong potongin dong ma," katanya kini tanpa tertarik meminta pergi ke barbershop.

Kocaknya, bukan hanya putraku.  Tetapi kini, suamiku menjadi langgananku setiap kali pulang dari kerjanya di site.  Bahkan anak tetangga kami pun tertarik, "Tan, aku mau dong dipotong rambutnya sama tante."  Hahahah...., tetapi maaf aku ini bisa karena biasa.  Dituntut kondisi di saat pandemi.  Jadi yah...maaf, tidak bisa menerima pelanggan baru selain suami dan kedua anakku tercinta

Jakarta, 4 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun