Cerita tentang potong rambut mengingatkanku kepada bapak. Â Bapaklah yang dulu selalu memotong rambut aku beserta 3 saudaraku. Kocaknya, aku dan adek perempuanku pun bapak yang memotongnya. Â Seingatku, barulah setelah kami semua SMA, bapak tidak lagi memotong rambut kami.Â
Ibarat buah apel jatuh tak jauh dari pohon. Â Seperti mengulang cerita manis, maka aku juga yang mengunduli kepala kedua anakku ketika mereka bayi. Â Heheheh.... Aku berani jamin, tidak banyak emak yang memiliki keberanian memplotosi kepala bayi yang masih berusia 3 bulan sendirian. Â Itulah aku, diantara percaya diri atau nekat hanya bermodalkan pisau cukur, shampoo, dan sebotol susu untuk mengalihkan perhatian mereka. Â Jadilah mereka bayi berkepala plontos. Â Hahahah....
Kebiasaan yang berlanjut hingga mereka tamat SD. Â Mungkin pembedanya untuk putriku, aku hanya memotong ujung rambutnya agar tidak bercabang. Â Sebab putriku memilih merawat rambutnya panjang terurai namun sehat.
Tetapi untuk si bungsu putraku, sejak playgroup hingga SD memang model rambutnya tidak jauh dari semi botak. Â Yup, menurutku itu lebih mudah karena tanpa model.
Tetapi jangan salah, untuk semi model inipun aku dan suami membeli cukuran rambut khusus, dengan bantalan bernomor yang mengatur seberapa tipis aku memotongnya. Â Sebab, sekalipun modelnya gundul, tetapi tidak boleh licin. Â Ini akan mencabut akar rambut, yang bukan tidak mungkin membuat botak permanen ternyata
Jeda 3 tahun, sejak si bungsuku di SMP "memberhentikan" diriku jadi tukang cukurnya. Â Putraku lebih memilih barbershop di dekat rumah. Â "Aku mau model yang mama tidak bakalan bisa deh." Â Begitu katanya, dan aku pahamlah. Â Lha...namanya juga anak abegeh...heheh...
Tetapi, ooo...tetapi...tugas kembali memanggil ketika Covid bertamu dan ogah pergi. Â Ketika anak sekolah terpaksa belajar di rumah alias PJJ. Â Meskipun begitu, bukan berarti urusan rambut bisa cuek bebek.
Tidak ada kata kompromi, wali kelas dan bahkan kepala sekolah tidak bosannya mengingatkan. Â "Nak, rambutnya dipotong yah. Â Itu sudah sampai pelipismu dan telingamu. Â Dipotong yah nak." Â Lanjut lagi di group WA orang tua, "Ibu dan bapak, tolong putranya yang sudah gondrong diperhatikan."
Uuuppsss...panggilan tugas negara nih pikirku dalam hati. Â Sekalipun aku tahu putraku akan berkelit seribu satu cara menghindar. Â "Mama, nggak bakal bisa potong rambutku. Â Mama khan bisanya model gundul, dan aku tidak mau yah ma." Â Si bungsuku segera menyatakan perlawanan.
Hahah...tetapi bukan aku kalau menyerah. Â Garcep alias gerak cepat, aku berguru pada youtube. Â Belajar cara memotong rambut model kekinian anak cowok. Â Bahkan demi menunjang hasil maksimal, suamiku kembali membelikan alat cukur terbaru. Â Menurutnya, pandemi ini tidak jelas. Â Sedangkan rambut pasti bolak-balik tumbuh. Â Lebih baik membeli alat cukur terbaru, sambil aku juga belajar mencukur.