Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Just Speak

27 Mei 2021   22:08 Diperbarui: 27 Mei 2021   22:14 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul "Just Speak" cerita hari keduaku di Melbourne.  Sebenarnya berangkat kuliah jauh ini kemauanku.  Selain karena ingin melihat budaya di belahan bumi lain, juga awalnya berharap lidah ini lincah berbahasa Inggris.  Hahahah...meski sebenarnya lagi sejak SMA pun aku sudah "dijerumuskan" oleh mama ke sebuah kursus Bahasa Inggris yang seluruh tenaga pengajarnya orang asing.  Sehingga tidak ada pilihan bagi kami ketika itu selain berbahasa Inggris dalam segala hal.  Kira-kira begitulah modal seadanya aku, dan kepingin semakin luwes seperti para bule.  Heheheh...

Mr. Michael dan istrinya (maaf lupa namanya) yang orang Thailand menjadi homestay parents selama 6 bulan aku menyelesaikan ELICOS (English for Vocational Study).  Mereka tinggal hanya berdua, ditemani seekor anjing jenis dachshund di rumah berlantai kayu yang asri dengan pepohonan rindang berbunga.  Tidak heran jika kemudian mereka memperlakukan diriku ketika itu seperti anak sendiri, dan sama sekali tidak memperlihatkan kecanggungan.  Termasuk tidak peduli aku ini orang Indonesia.

"Ehhhmm....tolong dong jika bicara jangan main hantam berbahasa Inggris," batinku ketika itu karena gelagapan dihadapkan bahwa hanya berbahasa Inggrislah satu-satunya jalan membuat kami bertiga bisa berkomunikasi.

Seperti pagi hari pertamaku kuliah.  "Morning girl, what time your class?  I will meet you, there right?"

Kebetulan yang tidak berguna, si Michael ini sebenarnya staff pengajar di tempatku belajar nanti.  Kok yah, nyebelin banget tidak menawarkanku untuk berangkat bareng.  Mikir dong bagaimana caraku sampai ke sana nanti.  Lha, wong aku ini ke Melbourne untuk belajar bahasa Inggris kawan!

Bukan meringankan, justru tambah meriah sebab Michael dan istrinya yang berprofesi perawat itu justru menyuruhku membeli mallway atau sejenis peta kota yang sekaligus lengkap menunjukkan zonasi atau wilayah, dan juga jenis transport beserta nomor rutenya.  "Remember the shop I shown you yesterday girl?  Just go there and buy a mallway.  Ask the man to teach you how to read it.  Call me first before taking public transport.  So, I know and could predicted what time you should arrive in my office."

"How about if I lost?" kataku terbata dengan keringat dingin.  Padahal Melbourne itu kota dingin dengan suhu 14 derajat, dan aku berkeringat gugup?

"Can you just speak up, ask if you are not sure.  Look this situation now, you speak up.  So, what make you nervous?"  Kebangetan memang si Michael, dengan cuek dibiarkannya aku berdiri di depan gerbang.  Sementara doski santai masuk ke mobil?  "Remember what I said, and just speak."  Teriaknya dari kaca sambil melambaikan tangannya.

Singkat cerita, dan ajaib aku sampai di Northern Territory of School.  Kocak, "just speak" memotivasiku untuk bertanya dimana ruangan Michael.  Hufff....akhirnya aku ketemu dan knock...knock...mengetuk pintu ruangannya.

"Good girl, you should proud yourself since today is your second day here in Melbourne.  But, look at yourself could find me here.  It means, not only brave, but it proofs if you willing, then you could speak English.  I am happy for you, and here a chocolate bar for you dear."  Ocehan Michael seolah lupa bahwa bisa saja aku hilang benaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun