Betapa ironisnya ketika sebagian dari kita jangankan meninggalkan kenyamanan atau memberi dari apa yang dimilikinya. Â Sedangkan menjaga mulut ini untuk tidak menyakiti belum tentu mampu. Â Padahal kata-kata yang terucap tidak hanya didengar, tetapi juga tertinggal di hati yang meninggalkan luka.
Buddha Gautama mewariskan nilai luhur yang menjadikan kita malu. Â Sebab dirinya begitu menjaga dan ikut merasa sakit saat makhluk hidup lain tersakiti. Â Berbanding terbalik dengan sebagian dari kita yang puas ketika orang lain tersakiti? Â Melepas amarah dengan liar, padahal diri ini harusnya mampu mengkontrolnya. Â Sebab semua berpulang kepada cinta kasih.
Lihat Indonesia yang sangat membutuhkan rakyatnya untuk melawan pandemi, dan untuk membawa negeri ini maju. Â Kita harus menyudahi semua perbedaan yang ada, dan melihat semuanya itu sebagai kekayaan yang saling melengkapi. Â Sebagai satu Indonesia, kita wajib saling menopang, menjaga dan membuat bangsa ini kuat.
Tidak harus muluk-muluk untuk menjadi hebat, sebab kita bisa mulai dari hal sederhana seperti:
- Meningkatkan toleransi dalam bermasyarakat.
- Berempati dan bersimpati terhadap lingkungan sekitar
- Terlibat dalam bakti sosial sesuai kapasitas dan kemampuan
- Saling mengingatkan di masa pandemi mengenai protokol kesehatan
- Saling mensupport diantara komunitas ataupun lingkungan
- Mencintai sesama tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras dan status sosial
- Gunakan hikmat dan bijak dalam bertindak.
Ini hanyalah contoh dari beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk sebuah kebaikan. Â Kita tidak perlu menunggu untuk sebuah perubahan. Mulailah dari diri sendiri, dan jadilah trendsetter pembawa kebaikan untuk negeri ini. Â Menebarkan cinta kasih tanpa batas, menggandeng dan merangkul untuk satu menuju Indonesia maju.
Jakarta, 26 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H