Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah Pariban Jodoh Mentok pada Masyarakat Batak?

20 Mei 2021   19:06 Diperbarui: 20 Mei 2021   19:12 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.suara.com/

Jodoh itu gampang-gampang susah.  Apalagi di zaman now, sebab semakin tingginya ekspetasi para jomblo.  Lucunya, semakin memilih karena banyak pilihan, semakin jauh pula jodohnya.  Parahnya, umur tidak menunggu dan berkejaran dengan pertanyaan horor, "Kapan menikah?  Mana pendampingmu, atau sudah berapa anakmu?"

Aneh tapi nyatanya, apakah kesulitan jodoh ini karena ketinggian kriteria, atau apa?  Sebab, di zaman nenek dan kakek kita mereka aman dan langgeng saja perkawinannya.  Padahal perkawinan zaman dulu banyak dikarenakan perjodohan.  Sementara di zaman sekarang justru jodoh menjadi barang langka, ketika perjodohan sudah tidak lagi mengikat seperti dulu.

Mungkin pengecualian pada masyarakat Batak, karena hingga kini masih kental dengan perjodohan.  Tidak sedikit dalam lingkup masyarakat Batak banyak yang menikah dengan Pariban sendiri.  Inilah perkawinan yang dianggap paling ideal oleh masyarakat Batak. 

Meski memang proses perjodohannya lebih tersamar dan tidak vulgar seperti dulu.  Tetapi budaya atau adat seperti ini masih berjalan, salah satu alasannya dalam rangka meneruskan garis keturunan.  Sebagai jembatan dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu.

Mengenai pengertian Pariban itu adalah sepupu, atau anak gadis dari paman (Tulang) dari garis keturunan ibu, atau juga anak gadis dari kerabat anak laki-laki bibi (Namboru) dari ayah.  Tetapi pernikahan marpariban hanya berlaku untuk anak laki-laki Namboru dengan anak perempuan Tulang.   Sekilas ini seperti perkawinan sedarah, tetapi bagi masyarakat Batak yang menjadi identitas itu adalah marga.  Sehingga jika marganya berbeda maka tidak sedarah, mengingat suku Batak menganut patrialisme atau garis keturunan ayah.  Jadi marga diturunkan oleh ayah, dan bukan ibu.

Sedangkan Dalihan Na Tolu adalah filosofi masyarakat Batak yang berarti tungku berkaki tiga demi menjaga keharmonisan hubungan kekerabatan.  Inilah juga alasannya tradisi perjodohan atau menikah dengan pariban/ sepupu disarankan demi menjaga garis keturunan.  Adapun simbol dari tungku berkaki tiga adalah melambangkan:

  • Somba marhula-hula (hormat kepada pihak Hula-hula/ Tulang)
  • Manat mardongan tubu (hormat kepada pihak semarga)
  • Elek marboru (melindungi pihak boru)

Mungkin ada pertanyaan, apakah adat ini fleksibel?  Jawabannya iya, karena walaupun sangat disarankan tetapi tidak dipaksakan.  Jadi ini tidak ketok palu, tidak jadi mentok.  Tetapi tidak perlu gengsi dan malu jika jodohnya ternyata sepupu sendiri.

Kalaupun tidak, bahkan jika jodoh yang datang non-Batak maka bisa diadatkan.  Misalnya si perempuan dari suku Jawa, maka bisa diangkat anak oleh saudara laki-laki ibu calon mempelai laki-laki (Tulang/ paman), dan kemudian diberikan marga.  Adat ini dikenal dengan sebutan Mangain.  

Artinya, secara adat si perempuan sah menjadi orang Batak, sudah menjadi anak boru atau perempuan Tulang/ paman, saudara laki-laki ibu mempelai laki-laki.  Secara sekilas seperti perkawinan pariban tetapi mungkin tidak orisinil.  Heheheh...tetapi ini termasuk demi melestarikan filosofi Dalihan Na Tolu.

Walaupun tidak dipungkiri seiring zaman, kembali banyak keluarga Batak berusaha agar nilai perkawinan marpariban ini dihidupkan kembali.  Berbagai cara dilakukan para orang tua, dan salah satunya dengan mempererat tali silahturahmi sejak masih anak-anak.  Diharapkannya dengan saling mengenal dan bertumbuh sejak kecil, membuat ikatan diantara anak-anak keluarga Batak lebih dekat dan tidak asing satu dengan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun