Aku percaya setiap agama mengajarkan kebaikan, dan semua prilaku kita di dunia dicatat olehNya, menjadi tanggungjawab pribadi lepas pribadi. Â Seorang ibu, atau ayah tidak bisa memesan tempat di surga untuk anaknya, demikian juga sebaliknya. Â Kita harus bertanggungjawab masing-masing sesuai dengan amal dan ibadah kita. Â Terlepas apapun agama atau keyakinan kita, karena semua sama dimataNya.
Sehingga bagiku kemenangan adalah mengalah diri sendiri. Â Alasannya, karena hukum dunia manusia sulit mau mengalah. Â Lebih banyak pribadi yang asyik menonjolkan diri, tidak peduli orang lain. Â Menilai dan menghakimi orang seenak hatinya seolah biasa dan wajar. Â Manusia-manusia yang berteriak, "Aku...aku...dan aku...!" Â Semua hal hanyalah tentang diri dan kepentingannya.
Padahal sebagai manusia, kita ini tidak tinggal sendirian di muka bumi ini. Â Kita bahkan memiliki saudara di belahan dunia lain, dari berbagai etnis, budaya dan agama. Â Harus diingat, manusia sebagai makhluk sosial, butuh orang lain. Â Disinilah kuncinya, sejauh mana kita memberi waktu dan mengendalikan diri ketika bersosialisasi.
Mengendalikan lapar dan haus mungkin bisa. Â Tetapi mengendalikan diri untuk tidak iri, menilai dan menghakimi orang lain itu sulit. Â Kita dituntut bijak dan memiliki kebesaran hati, yang disebut pengendalian diri. Â Jamak diri kita akan berpikir," Ini orang sok tahu, enak saja dia begini dan begitu, bla...bla...dan bla....." Â Kesimpulan cepat karena kita tidak sungguh tahu cerita sebenarnya, karena kita hanya fokus kepada diri sendiri. Â Padahal alangkah baiknya, jika menahan emosi, bersabar dan jadilah pendengar yang baik sebelum bersuara nyaring berakhir salah.
Mengalah bukan kalah, nilai yang aku tanamkan kepada kedua buah hatiku. Â Teriak mereka sama, "Mana bisa begitu ma, enak saja dong mereka injak-injak kita."
Heheh...lumrah kalau komentar seperti itu datang dari bocah, dan kewajiban kita orang tua menjelaskan. Â Kepada keduanya aku mengatakan, sebab mengalah adalah hal tersulit untuk dilakukan. Â Semua orang di dunia ini ingin menang, dan ingin dunia memandangnya. Â Tetapi, ketika kita yakin bahwa kita benar dan dapat mempertanggungjawabkan, maka mengalah adalah kemenangan. Â Kemenangan karena kita mampu mengalahkan diri kita.
Termasuk ketika kita mau berempati, menekan sebentar hati dan diri ini untuk tidak bablas berprilaku. Â Sebisanya kita menjaga perasaan atau hati orang lain. Â Jika kita bisa terluka, maka orang lainpun sama. Â Jika orang lain seenaknya, apakah kita harus seperti itu juga? Â Lha..apa bedanya kita dengan mereka.
Intinya, peperangan tersulit adalah melawan diri kita sendiri. Â Sedang melawan orang lain jauh lebih mudah, tinggal mengarang cerita, mempergunjingkanya, atau biar lebih ramai main fisik saja. Â Hahah...tetapi itu norak sekali, karena seperti kita tidak mengenal Dia. Â Yup, ini semua adalah masalah hati, adakah hati kita diubahkan menjadi manusia yang lebih baik.
Semoga Idul Fitri dan Kenaikan Isa Almasih mengubah kita menjadi manusia yang jauh lebih baik. Â Bukan sekedar kemenangan yang semu terikut euforia. Â Jadilah pribadi yang semakin baik karena keinginan diri sendiri, bukan karena keterpaksaan. Â Sebab petarungan sesungguhnya adalah diri kita.
Jakarta, 13 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H