Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menghindar dari keberadaan orang lain. Â Tidak hanya di pergaulan, di komunitas lingkungan tempat tinggal pun kita tidak bisa menghindar dari tetangga. Â Justru keberadaan tetangga ibaratnya keluarga yang sedap gurih. Â Mereka yang bisa asyik, tetapi tidak menutup kemungkinan membuat jengkel juga sih.
Cerita lama tentang orang warung di dekat rumah mengenai merdekanya asisten rumah tangga (ART) harianku bekerja di rumahku. Â Merdeka jam kerjanya, dan merdeka membawa isi rumah. Â
Konon menurutnya, kerap melihat ART ku pulang dengan membawa deterjen pembersih, minyak goreng dan gula. Â Masih menurut omongan kepo orang warung, bahwa menurut ART ku itu semua adalah pemberianku. Â
Ngawurnya lagi, semua ini aku dengar dari ibu tukang sayur yang biasa mampir ke rumah. Â "Non, memangnya ART di rumah non dapat jatah deterjen dan macam-macam yah?"
Bingung, yah pastinya bingung karena itu semua tidak mungkin. Â Jujurnya ketika itu aku pun bingung kenapa belanja bulanan deterjen dan kawan-kawannya kok cepat sekali habis. Â Tetapi menanyakan kepada ART harianku rasanya kok seperti nuduh. Â Salahku sih, kok tidak tegaan hingga akhirnya kesan di luar sana kami serumah dodol. Â Padahal, kami tidak tahu dan itu semua karena ART tersebut sudah bekerja cukup lama bersama kami. Â Mulai dari gadis, tinggal di rumah hingga akhirnya berumahtangga dan menjadi pulang harian. Â Tetapi rupanya kepercayaan kami disalahgunakan olehnya.
Sehubungan dengan gosip pastinya nyebelin. Â Mikir sajalah bukan tidak mungkin di luar sana kami jadi tertawaan. Â Dipikir mereka kami bodoh, dan di rumahku pekerja itu bebas seenak hatinya. Â Padahal, ini semua karena kami seisi rumah menaruh percaya kepada ART yang ketika itu nyaris 10 tahun bekerja di rumahku.
Hingga satu waktu akhirnya dari mulut orang warung itu sendiri teguran itu datang ke aku. Â "Maaf yah, tetapi ART mu kok encik lihat selalu saja membawa barang setiap pulang dari rumahmu. Â Apa iya, kamu selalu memberi jatah deterjen? Â Apa iya kamu membolehkan pulang bawa piring?"
Kalau mau dilihat dari sudut negatif sih nyebelin banget. Â "Gokil, ini encik kok kepo banget sampai memperhatikan orang yang lalu lalang di depan warungnya. Â Parahnya lagi sampai menanyakan ART tentang bawaannya?" Â Kebayang olehku, bukan tidak mungkin segala hal di lingkungan kami pun menjadi perhatiannya, dan materi untuk dipergunjingkan.
Tetapi, ternyata di kasusku ini sifat kepo dan usilnya membawa berkah. Â Jika bukan karena kekepoannya maka aku tidak akan pernah tahu kenapa stok bulanan di rumah cepat habis.
Maka menanggapi omongan si encik ketika itu, aku memilih mendengarkan saja. Â Meski si encik ini lebih panas ketimbang aku. Â "Diperhatikan yah, jangan lembek. Pecat saja ART seperti itu, bahaya!"