Hahaha...yup selama bukan pabriknya adalah kalimat sakti yang dikenal kedua bocahku yang kini beranjak remaja. Â Kalimat yang tertanam paten di dalam benak keduanya. Kalimat yang pernah membuat suamiku menilai aku ini pelit dan emak yang kejam. Padahal bukan itu nilai yang ingin kutanamkan. Â Tetapi aku ingin anakku berbagi dan tahu menghargai keringat papanya.
Aku dan pasangan diberkati dengan kehadiran 2 anak dengan usia yang tidak terlalu jauh, hanya beda 1.5 tahun. Kebayang dong bagaimana sedapnya membesarkan bocah dengan usia yang berdekatan. Â Wuiihhh....ketika mereka masih balita, hidup serasa pesta 24 jam non stop! Hahahah....
Pesta ini semakin seru karena keseharian aku dan si bocah lebih sering bertiga. Â Yup, belahan jiwaku bekerja jauh di pedalaman. Â Ini artinya 1000 persen urusan anak adalah tanggungjawabku, mulai dari pembentukan karakter hingga pendidikan mereka.
Panik, nggak juga sih karena aku memutuskan menjadi sahabat untuk kedua anakku sejak mereka usia bocah. Â Yup, kami bertiga biasa berkomunikasi dalam segala hal. Â Aku sangat percaya, dengan membangun komunikasi akan membuat hubungan menjadi dekat. Â Hubungan yang tidak harus selalu ibu dan anak, tetapi juga bisa sebagai sahabat. Â Inilah yang membuatku tidak mengalami kemeriah pesta terlalu berlarut, dan memakan energiku hingga ke titik nol. Â Hahahha....
Sekalipun begitu, bocah tetaplah bocah yang kadang kumat sikap ngototnya dan ingin tahu kenapa mereka tidak bisa seperti sahabat-sahabat mereka yang bebas belanja ini dan itu. Â Kenapa mereka harus berbagi, dan harus ribet. Â "Kenapa sih mama ini untuk beli minuman kekinian aja mikirnya ribet banget." Â Begitu dulu salah satu reaksi puyeng mereka melihatku.
Maaf, ini bukan berarti aku kaku atau pelit. Â Di setiap kami bertiga pulang gereja, aku mengajak mereka makan di luar. Â Mengajak menikmati makanan yang sedang viral. Â Bukan karena latah, tetapi hanya untuk menjaga perasaan kedua anakku. Â Setidaknya pernah mencoba mencicipi.
Di saat seperti inilah aku gunakan untuk berbicara banyak hal, tetapi tidak menggurui. Â Kepada keduanya aku menanamkan, kita bukan orang lain, dan demikian juga sebaliknya. Â Sehingga, hehehe...untuk yang mahal-mahal alias mehong, mama beli satu saja dan kalian berbagi.
Ngakak mengingat manisnya mereka berbagi tanpa mencurangi. Â Mengingat saat kami bertiga tertawa bersama, menikmati misalnya 1 cup ice cream mewah tanpa menggerutu. Â "Hahahah...yang penting pernah, walau rasanya nggak sempat diingat karena terlalu sedikit." Canda mereka, dan kami tertawa bersama.
"Ma, kenapa sih aku dan kakak selalu harus berbagi?" si kecil yang jujur paling berisik penasaran bertanya.
Aku biasanya santai menjawab sambil tersenyum, "Nggak kenapa-kenapa. Â Selama bukan pabriknya, mama sanggup beli. Â Emangnya adek keberatan berbagi, atau mungkin kakak yang keberatan?"
Aku bukan pelit. Â Aku hanya ingin keduanya berbagi dan saling mengasihi. Â Menikmati bersama yang ada walaupun sedikit. Â Tanpa harus bersaing, dan berebut atau menyakiti. Kalau bukan adek dan kakak saling berbagi dan menjaga, terus siapa lagi?
Selain itu, aku juga ingin keduanya menghargai keringat papanya yang jauh bekerja di site. Â Belajar menghargai uang dan jerih payah orang tuanya. Â Meski semuanya akan kacau sih jika suamiku pulang. Â Hahahha....
"Duhh...dek (panggilannya untukku), belilah seorang satu untuk anak-anak, kasihan khan kok terus-terusan satu berdua. Â Lagi pula, harganya masih terjangkau kok." Â Bahkan di lain waktu sambil bercanda, suamiku mengatakan pelitnya aku. Â Hahahha...
Biasalah, para papa memang jamak suka memporakporandakan aturan emaknya anak-anak. Â Apalagi kalau bukan karena sayangnya. Â Menebus rasa bersalah karena jauh dari keluarga. Â Padahal sebenarnya, perginya khan untuk keluarga, dan karena rasa sayang juga. Â Capek deh, heheh...
Bukan hanya soal berbagi, nilai yang aku tanamkan kepada keduanya. Tetapi hal lain yang mungkin sering terjadi di keluarga, yaitu disiplin.Â
Yup, sebagai contoh mengenai mandi sering menjadi persoalan. Â "Iiihhh...kenapa sih harus aku duluan yang mandi." Â Paham dong kalimat ini sering diucapkan bocah-bocah, entah si kakak atau si adek. Â Aneh memang, mandi kok jadi persoalan. Â Padahal mau siapa duluan juga khan harus mandi sehari minimal 2 kali.
Hahahah...untuk persoalan kocak ini aku punya jurus jitu yang sudah kuwariskan kepada seorang sahabatku.
Yup, kembali aku mengajak kedua anakku bicara bahwa sesegera urusan mandi jangan jadi mimpi buruk kita. Â "Apa susahnya mandi, tinggal masuk kamar mandi, nyalakan air dan mandi deh. Â Nggak perlu harus menimba air atau ke sungai ngambil air khan? Â Nggak perlu juga orang sedunia tahu kalau kita keberatan mandi khan?"
Solusi jituku adalah, berhubung kakak paling besar maka duluan mandi, dan adek yang berikutnya. Â Kecuali, jika kalian berdua mau diundi.Â
Siiippp...persoalan mandi kemudian terselesaikan dengan damai tanpa sengketa. Â Berjalan mulus hingga sekarang.
Lalu bagaimana dengan berbagi, apakah di usia nyaris remaja mereka masih berbagi 1 untuk berdua? Â Yah...enggaklah, karena sejak usia SMP mereka sudah bebas seorang satu menikmati apa saja.
Tetapi hal baik yang tertinggal adalah, kemanapun si kakak atau si adek pergi atau membeli sesuatu, maka selalu ingat untuk membelikan saudaranya. Â
"Ma, beliin untuk kakak ma. Â Ma, ini adek suka ma," begitu selalu keduanya mengingatkanku jika aku atau papanya pergi dengan satu dari mereka. Â Bahkan jika seorang dari mereka sedang study tour dari sekolah, maka ada saja oleh-oleh yang dibelikan untuk saudaranya. Â Lucunya, mereka paham banget apa kesukaan saudaranya. Â So sweet khan?
Termasuk hal manis ketika di ulang tahun si kakak yang ke 15, si bungsuku rela menabung demi memberi kejutan untuk kakaknya. Â Demikian juga kakaknya yang tidak pernah keberatan mengalah dan sabar menghadapi ulah adeknya yang memang doyan iseng.
Lalu di dalam belajar dan mengejar cita-cita, keduanya pun saling mendukung. Â Baik si kakak dan adek saling membantu jika satu di antaranya membutuhkan. Â Maklum karena usianya dekat, jadi lumayan diuntungkan bisa tukar materi pelajaran.
Mungkin pengalamanku tidak wow. Â Tetapi, sekali lagi, selagi bukan pabriknya, aku masih sanggup untuk membeli. Â Tetapi, nilai berbagi dan kepedulian tidak akan bisa dibeli dengan rupiah sekalipun.
Setidaknya untuk saat ini aku dan suami bisa lega. Kami mungkin tidak bisa mewariskan harta, tetapi kami telah menanamkan nilai. Â Kini, kami melihat keduanya tumbuh saling mengasihi. Â Berbagi dalam segalanya, bukan hanya di antara mereka berdua saja. Â Tetapi mereka juga mudah tersentuh berbagi untuk orang lain.
Semoga artikel ini bisa menjadi inspirasi.
Jakarta, 11 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H