Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rinduku untuk Bapak

6 April 2021   23:24 Diperbarui: 6 April 2021   23:45 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://katacintadilan.blogspot.com/

Kata orang waktu berlalu tanpa terasa.  Tetapi menurutku sih itu tergantung mengenai apa.  Seperti hari ini Selasa, 6 April 2021 tepat 6 tahun sudah bapak pulang ke rumah Bapa.  

Kata siapa tidak terasa, karena bagiku hari-hari sejak kepergiannya adalah kesedihan.  Aku kehilangan sosok tempatku berbagi.  Entah itu berbagi cerita, isi hati atau bahkan berbagi secangkir kopi manis yang selalu dibuatkannya untuk kami nikmati bersama di sore hari.

Teringat 6 tahun lalu di Hari Minggu selesai kebaktian gereja aku ke rumah sakit.  Lalu dengan menggengam tangannya aku membacakan satu ayat alkitab dan bernyanyi menaikkan lagu pujian bersama.  

Selama itu mata bapak terus tertutup.  Tetapi ketika aku mengatakan bahwa kematian bukan akhir, dan bahwa hidup kekal adalah saat kita pulang ke rumah Bapa.  Lalu tangan bapak merespon genggamanku, dan aku mengartikan bapak mendengar setiap kata-kataku.

Keesokan harinya, Senin, 6 April 2015 sekitar pukul 10 pagi, setelah 3 minggu koma bapak berpulang menemui Bapa di surga.  Bukan kematian, tetapi disanalah kehidupan kekal yang sesungguhnya.  Sementara kita di bumi ini hanya sementara saja.  Menunggu saatnya kita pun akan pulang dengan catatan hidup masing-masing.

Terima kasih karena Tuhan memberikanku cukup waktu mempersiapkan kepulangan bapak.  Aku telah menyiapkan baju hitam untuk mama dan saudaraku.  

Demikian juga rumah duka, dan pemakaman yang semuanya telah ku persiapkan jauh hari jika waktu itu tiba.  Tetapi nyatanya aku sendiri yang tidak sungguh siap ketika bapak menutup mata.

Aku ingat ketika aku menjerit histeris.  Begitu hancur hatiku hingga kini kehilangan sosoknya yang sederhana dan penuh cinta kepada keluarganya ini.  Sosok yang mengajariku arti rendah hati, dan belajar mengucap syukur.

Paskah kemarin aku ziarah ke makam bapak.  Tidak bisa mengajak mama dan adekku karena situasi pandemi yang membuatku sulit bergerak. 

Terlalu riskan membawa mama yang sudah berumur, apalagi dengan kursi rodanya.  Mereka adalah amanat bapak kepadaku, agar sebisanya aku menjaganya.  Meski tentunya aku jauh dari sempurna dibandingkan bapak.

Diary, jangan tanya kesedihanku yang hingga kini masih menangis setiap kali merindukan sosok bapak.  Dulu, disaat terpuruk aku bisa berlari dan curhat padanya.  

Bapak selalu menasehatiku untuk kuat, dan jangan lelah berbuat baik. "Kita tidak mungkin bisa menyenangkan hati semua orang. Tidak mungkinlah kita membuat semua orang tersenyum.  

Kita khan bukan malaikat.  Tetapi setidaknya kita harus berusaha menjadi orang baik, dan biarlah Tuhan yang menilai. Tidak ada yang bisa disembunyikan di mata Tuhan."  Begitu selalu bapak menyemangatiku di saat aku kecewa atau lelah.

Bukan karena sosok ini bapakku.  Tetapi banyak orang mengatakan bapak adalah orang baik, periang dan ramah.  Heheh...bahkan tukang ketoprak, tukang bajaj dan tukang sayur langganan kamipun menangisi kepergian bapak.

Ada satu tukang sayur, seorang ibu yang sejak kepergian bapak menjadi trauma untuk mampir ke rumah.  "Maaf non, saya tidak bisa mampir karena setiap kali mampir jadi ingat bapak."  Begitu katanya setiap aku bertemu di jalan.  Terpaksa deh aku belanjanya di jalanan saja jadinya kalau bertemu ibu ini.

Bahkan sahabat-sahabatku saja paham kesukaan bapak, "Nggak beli ini untuk bapak?  Ini khan kesukaan si ompung"  Tanya mereka jika melihat makanan kesukaan bapakku.

Banyak airmata yang aku lalui selama 6 tahun ini, dan aku harus kuat untuk terus berjalan.  Terus mengikuti teladan bapak.  Meskipun tempatku berbagi kini adalah diary, dan kedua anakku yang sangat dekat dengan ompungnya.  "Hari ini ompung 6 tahun pergi yah ma?"  tanya si bungsu tadi pagi.

Kata siapa waktu tidak terasa, karena bagiku kehilangan bapak terasa di setiap detiknya sampai sekarang.  Aku juga percaya, hal yang sama dirasakan oleh mama serta kedua adekku yang dulu setia menunggui bapak koma di rumah sakit.  Kami hanya mencoba untuk kuat, dan saling menopang melanjutkan kehidupan.

Dunia memang tidak selalu berisi tawa, karena airmata pasti muncul diantaranya.  Tetapi, aku percaya disinilah Tuhan bekerja membentuk kita. Disinilah catatan hidup kita ditulis, lewat tawa dan airmata. 

Enam tahun sudah berlalu, dan rasa hilang masih terus terasa baru oleh kami dan orang-orang yang mencintai bapak.  Aku percaya bapak kini berada di surga, karena cerita tentangnya selalu membuat banyak orang kehilangan.

Diary, kuselipkan rinduku disini untuk bapak. Kamu kertasku tak bergaris yang setia.

Jakarta, 6 April 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun