Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

OTW SNMPTN, Pantang Menyerah!

24 Maret 2021   02:09 Diperbarui: 24 Maret 2021   02:44 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pendidikan penuh dinamika, terus berubah mirip bunglon.  Becandaan banyak orang, ganti menteri maka ganti pula kebijakan.  Tetapi, ada satu yang tidak pernah berubah untuk masa depan kedua anakku.  Tidak peduli siapapun menterinya, mimpiku untuk kedua buah hatiku tetap sama.  Bermimpi mereka diterima di perguruan tinggi negeri (PTN).

Anggap saja ini curhatku, emak kepo.  Pastinya kamu tahu dong diary, sejak Tuhan menitipkan seorang anak kepada aku dan pasangan.  Maka sejak itulah kami bermimpi untuk buah hati kami.  Aku sudah merencanakan jauh ke depan masa depan si sulung putriku dan si bungsu. Menurutku tidak ada salahnya, dan tidak juga terlalu dini,

Kesepakatan dan keinginan kerasku, bahwa kedua anak kami harus bersekolah di sekolah swasta dengan disiplin dan agama yang kuat.  Bagiku, anak adalah kertas putih, dan kita orang tuanya adalah penulis yang memilih rangkaian kata bertinta emas hingga membentuk cerita.  Cerita yang menggambarkan warna, rasa, dan mimpi yang harus diraih.

Bagiku, disiplin dan agama itu perlu sejak dini.  Anak harus memiliki tertib dan tanggungjawab terhadap dirinya, juga orang lain.  Agama tidak sebatas nilai keagamaan mengenal Tuhan, atau baik dan buruk.  Tetapi juga ada nilai tanggungjawab si anak untuk tidak terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan yang merusak masa depannya.  Itulah alasannya aku memasukkan keduanya di sebuah sekolah Katholik, sejak playgroup hingga SMP.

Tetapi, kepada keduanya sejak di playgroup sudah ku katakan perlahan, "Kakak, adek sekolahnya yang pintar yah.  Supaya nanti bisa diterima di SMA Negeri, dan supaya kalian bisa kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN)."  Bahwa mereka harus mempunyai masa depan yang baik, bukan untuk mama atau papa.  Tetapi untuk diri mereka sendiri, dan untuk berguna serta menjadi berkat bagi orang lain.

Memotivasi mereka ke SMA Negeri tidak semata menjadi loncatan untuk ke PTN.  Ada hal lain yang juga penting untuk keduanya.  Melanjutkan ke SMA Negeri membuat mereka lebih mengenal warna.  Tidak hanya dari sudut pandang agama, tetapi juga warna etnis dan status sosial.  Selain tentunya fokus mengejar jalur undangan yang lebih terbuka peluangnya ketimbang di sekolah swasta.

Satu hal lagi, mungkin klise atau mungkin aku terlalu ambisi.  Menurutku, anak harus mempunyai mimpi.  Itulah sebabnya sedari kecil anak harus dikenalkan berbagai hal, profesi, dan minat.  Ini akan menjadi pemacu yang memicu mereka mempunyai mimpi.  Tentunya dengan cara penyampaian yang tidak monoton.

"Aku ingin menjadi dokter ma!" begitu kata si sulung

Sedangkan si bungsu, "Aku ingin menjadi dokter anak atau psikolog anak.  Aku suka anak kecil, aku gemes dengan mereka."  Hahah...si bungsu memang lebih ekspresif ketimbang kakaknya.

Sadar diri masuk SMA Negeri butuh perjuangan, maka sejak SMP keduanya belajar habis-habisan, termasuk mengikuti bimbel hingga larut malam.  Di selanya, keduanya tetap mengejar prestasi di luar akademik.  Berharap akan menjadi pelicin di terima di SMA Negeri nantinya.

Bahkan begitu bersemangatnya kami dan kedua buah hati.  Di sela berlibur ke daerah, kami sempatkan membawa keduanya mengunjungi IPB, ITB, UGM, UNPAD, bahkan Universitas Udayana.  Kami percaya, dan kami imani.  Suatu saat nanti, dengan usaha dan perkenaan Tuhan, buah hati kami diterima di salah satu PTN yang pernah kami kunjungi bersama mereka.  

Singkat cerita keduanya diterima di SMA Negeri favorit.  Lain kakak, lain adek karena kembali lagi kebijakan pendidikan sering berbeda dalam proses seleksi penerimaan murid.  Sebagai contoh saja di masa si bungsu.  Ketika itu seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) berdasarkan umur.  Kocak memang, karena nilai anakku si bungsu yang tinggi menjadi tidak berarti terkalahkan umurnya yang masih muda.

Pantang menyerah!  Begitulah semangat yang aku pompakan sejak usia playgroup terus menyala hingga kini.  Si sulung yang kini di kelas XI sejak hari pertamanya di SMA selalu berusaha maksimal.  Demikian juga si bungsu yang kebetulan berada di SMA Negeri berbeda.

Belajar di SMA Negeri merupakan hal yang baru bagi kedua anakku, dan pastinya tantangan juga bagiku orang tuanya.  Kami buta sama sekali mengenai jalur undangan, atau yang dikenal dengan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Sangat disayangkan tidak ada informasi atau sosialisasi yang jelas sejak anak-anak masih di kelas X, tentang penerimaan di PTN.  Padahal, secara logika bisa ditebak keberadaan anak-anak di SMA Negeri mayoritas mengejar PTN. 

Sebagai orang tua, aku dan beberapa orang tua senasib seperti meraba dan tebak-tebak buah manggis tentang bagaimana anak-anak bisa tembus di SNMPTN.  Kami juga bingung dengan istilah Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMBPTN) atau Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang serupa tapi tak sama ini.

Inilah curhatku emak kepo yang terus memasang kuping dan rajin bertanya random kepada siapa saja demi buah hatinya.  Hingga tiba kemarin sore seorang siswa kelas XII memberi kabar sukacita.  Puji Tuhan dirinya diterima lewat jalur SNMPTN di Universitas Brawijya (Unbraw).  Kebetulan aku dan anak ini lumayan dekat, dia sahabat dan kakak kelas putriku.

"Aku diterima tan!  Aku juga bingung tan.  Aku nggak nyangka, ini semua karena Tuhan tan!"  Begitu katanya bahagia dan membuatku ikutan haru.  Lalu sekilas diberikannya bayangkan agar lolos SNMPTN, yaitu:

  1. Nilai rapor selama 5 semester harus naik atau setidaknya stabil, dan tidak boleh naik turun.
  2. Mempunyai catatan prestasi yang dibuktikan dengan sertifika,t bisa menjadi pertimbangan untuk mendapatkan undangan SNMPTN.
  3. Kursi undangan diberikan PTN tergantung dari banyaknya alumni dari sekolah yang bersangkutan.  Jika sekolah tersebut banyak di terima di Unbraw misalnya, maka kursi yang ditawarkan juga lebih banyak.
  4. Jika sudah diterima di SNMPTN tidak bisa mengikuti SNMBTN/ UTBK

Jalan panjang berliku kedua anakku sejak mereka usia playgroup kini semakin mendekat di ujung akhir.  Si sulung putriku sebentar lagi sudah di kelas XII, tetapi hingga kini aku yang sudah kepo maksimum saja masih berselimut bingung.  Galau dan bertanya-tanya bagaimana persisnya jalur SNMPTN.  Terima kasih, ada sedikit tambahan modal penyemangat, informasi dari sahabat putriku.

Puji Tuhan, kedua anakku tak menyerah tetap semangat mengejar mimpi.  Mimpi bisa diterima di perguruan tinggi negeri, mewujudkan cita-citanya sejak di playgroup.  Ibarat meraih salah bintang yang bertabur di langit.

"Tenang mama jangan khawatir.  Aku akan terus berusaha antara menjadi  dokter atau disain arsitektur," Ada sedikit perubahan cita-cita begitu kata putriku selalu penuh semangat.  Sementara si bungsu masih tetap dengan pilihan hatinya menjadi dokter atau psikolog anak.

Jalan panjang itu masih berliku.  Membawa dalam setiap doaku, agar mimpi itu terwujud.  Pantang menyerah, keduanya berusaha dan akan terus berusaha.  Bukan sehari, tetapi sudah sejak mereka usia belia.  Menyerahkan penuh kepada rencana terbaik dari Tuhan pada akhirnya nanti.  Amen.

Menitip doa padamu diary, agar saatnya nanti aku bisa bercerita tentang mimpi itu kembali.  Kepada kamu, kertasku tak bergaris.

Jakarta, 24 Maret 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun