Jangan sotoy, itu kataku untuk diriku. Hahahh...kocaknya aku siang tadi yang malu-maluin pakai banget. Â Tapi, yahhh...anggap saja tambah wawasan. Â Heheh..
Begini diary, tadi siang itu aku dan pasanganku pergi untuk beberapa urusan. Â Lalu putri kami menitip membeli pembersih muka. Â Ehhmm...rada rumit pembersih muka yang dicarinya ini. Â Tetapi sebagai emak dan bapak yang jagoan, kami menyanggupi. Â Heeheh....
Satu demi satu Kimia Farma kami datangi, tetapi hasilnya nihil. Â Iya, memang di Kimia Farma biasanya dibeli. Â Tumben saja kali ini seperti bermain petak umpet dengan kami.
Siang yang tidak berbohong, karena cacing-cacing di perut kami mulai nakal. Â "Kami lapar!!!" Â Kira-kira begitulah nyanyian mereka sambil berjoget ria. Â
Lalu, hooppsss...mataku menangkap sebuah rumah makan padang tak jauh dari Kimia Farma yang kami datangi. Â Fix, isi perut dulu ajakku kepada pasangan.
Dua piring nasi rames aku pesan. Â Suamiku memilih nasi rendang berkuah kesukaannya. Â Sedangkan aku awalnya paha ayam bakar dengan kuah rendang di pojokkan, begitu sukaku.
"Waduh....ayam bakarnya habis bu. Â Bagaimana kalau ayam pop saja, tetapi tinggal dada." Â Hikkss...kataku dalam hati, gagal sudah menikmati ayam bakar yang sudah membuat ngences di ujung lidah.
"Wokehlah, ayam pop juga ok. Â Bagian dada juga tidak apa-apalah," sahutku.
Jadilah kami berdua duduk manis menikmati ramesan padang. Tentunya kami cuci tangan dulu di wastafel tak jauh dari kami, dan tidak lupa berdoa.
Nyam...nyam...kami asyik menikmati, dan 2 gelas es teh tawar menemani. Â Wuihhh...mantap kataku sambil meneguk es teh tawar yang bikin adem kerongkongan.
Di meja kami memang ada teko, dan aku sigap menuangkannya ke gelas es tehku yang sudah kosong.
"Tunggu, mau ngapain dek?" suara suamiku sambil mencegah tanganku menuangkan isi teko itu ke gelas. Â Bersamaan ada suara lain di dekatku terdengar, "Bu, itu bukan air untuk diminum!"
Hahahah...sotoynya aku diary! Â Kamu tahu diary, ternyata itu air untuk mencuci tangan! Â Jadi teko yang diletakkan di atas wadah bermangkok maksudnya untuk cuci tangan setelah makan.
Menurut pemilik restauran yang tadi ikutan mengingatkanku, itulah budaya Minang. Â Biasa itu disiapkan di restauran Minang di asalnya, begitu sih katanya.
"Uuppsss....," kataku sambil cengengesan malu. Â Bertambah malu karena si pemilik rumah makan datang dengan segelas es teh tawar baru. Â
"Silahkan bu, minum ini saja. Â Kalau yang itu, air cucian tangan bu. Â Nggak boleh diminum, air mentah bisa sakit perut." Â Katanya ramah tapi bikin aku malu setengah modar. Â Apalagi pasanganku terlihat senyam senyum saja sambil geleng kepala.
Mungkin di benaknya, "Duh istriku ini kok sotoy." Â Hahahha....
Begitu diary ceritaku sore tadi. Â Hal baru yang aku ceritakan sesampainya di rumah. Â Maksudnya untuk tambahan ilmu kedua anakku. Â Kalau lihat teko di meja, tidak selalu untuk diminum. Â Bisa jadi itu air cucian tangan.
Hiks...hikss...sebel, bukannya mendengarkan ilmu yang aku bagikan. Â Kedua anakku malah tertawa. Â Nggak bapak, nggak anak sama saja mentertawakanku sambil bilang, "Mama sotoy!"
Sore yang kocak untuk hari ini. Â Bertambah wawasan keberagaman di negeri ini. Â Kagum juga dengan rumah makan tersebut karena masih menjunjung budaya asli meski sudah di ibu kota.
Kamu kertasku yang tak bergaris. Â Catat dan simpan yah ceritaku ini. Â Tapi jangan tulis aku sotoy, please. Â Heheh...
Jakarta, 10 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H