Jangan Sotoy!

Di meja kami memang ada teko, dan aku sigap menuangkannya ke gelas es tehku yang sudah kosong.

"Tunggu, mau ngapain dek?" suara suamiku sambil mencegah tanganku menuangkan isi teko itu ke gelas.  Bersamaan ada suara lain di dekatku terdengar, "Bu, itu bukan air untuk diminum!"

Hahahah...sotoynya aku diary!  Kamu tahu diary, ternyata itu air untuk mencuci tangan!  Jadi teko yang diletakkan di atas wadah bermangkok maksudnya untuk cuci tangan setelah makan.

Menurut pemilik restauran yang tadi ikutan mengingatkanku, itulah budaya Minang.  Biasa itu disiapkan di restauran Minang di asalnya, begitu sih katanya.

"Uuppsss....," kataku sambil cengengesan malu.  Bertambah malu karena si pemilik rumah makan datang dengan segelas es teh tawar baru.  

"Silahkan bu, minum ini saja.  Kalau yang itu, air cucian tangan bu.  Nggak boleh diminum, air mentah bisa sakit perut."  Katanya ramah tapi bikin aku malu setengah modar.  Apalagi pasanganku terlihat senyam senyum saja sambil geleng kepala.

Mungkin di benaknya, "Duh istriku ini kok sotoy."  Hahahha....

Begitu diary ceritaku sore tadi.  Hal baru yang aku ceritakan sesampainya di rumah.  Maksudnya untuk tambahan ilmu kedua anakku.  Kalau lihat teko di meja, tidak selalu untuk diminum.  Bisa jadi itu air cucian tangan.

Hiks...hikss...sebel, bukannya mendengarkan ilmu yang aku bagikan.  Kedua anakku malah tertawa.  Nggak bapak, nggak anak sama saja mentertawakanku sambil bilang, "Mama sotoy!"

Sore yang kocak untuk hari ini.  Bertambah wawasan keberagaman di negeri ini.  Kagum juga dengan rumah makan tersebut karena masih menjunjung budaya asli meski sudah di ibu kota.

Kamu kertasku yang tak bergaris.  Catat dan simpan yah ceritaku ini.  Tapi jangan tulis aku sotoy, please.  Heheh...

Jakarta, 10 Maret 2021