Seiring perkembangan zaman, media sosial pun mengalami kemajuan pesat. Diadopsi dalam berbagai kehidupan manusia. Bahkan kini menyatu dan sulit dilepaskan di dalam keseharian. Penggunaan Facebook, Twitter, dan Youtube sudah bukan hal baru. Digunakan oleh segala lapisan dan kalangan, dan juga untuk berbagai kepentingan, termasuk politik bahkan.
Saatnya kini kabar atau konten yang beredar harus bisa dipertanggungjawabakan, tidak menyesatkan atau pun membuat keributan. Langkah polisi virtual diambil oleh Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri demi mewujudkan Polri yang lebih humanis, dengan lebih mengedepankan pencegahan daripada penindakan.
Perkembanganlah yang membuat kepolisian berpikir pentingnya media sosial diawasi. Menurut Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono, polisi virtual atau virtual police sudah aktif, dengan adanya surat edaran Kapolri nomor SE/2/II/2021.
"Per 24 Februari 2021 sudah dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual polisi kepada akun medsos. Artinya kita sudah mulai jalan," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi kepada detikcom, Rabu (24/2/2021). Dikutip dari: detik.com
Apa itu polisi virtual? Tidak lain adalah anggota kepolisian yang tugasnya mengawasi aktivitas di media sosial. Jika menemukan unggahan konten yang berpotensi melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) maka akan diserahkan kepada ahlinya, misalnya ahli pidana, bahasa dan ITE.
Kemudian, jika ditemukan unsur pidana maka unggahan konten itu akan diserahkan ke Direktur Tindak Pidana Siber atau pejabat yang ditunjuk. Perlu diperhatikan, jika sudah dipastikan ditemukan unsur pidana maka pemilik unggahan akan diberitahu secara resmi.
"Setelah dia memberikan pengesahan, kemudian baru kita japri ke akun tersebut. Kita kirim itu. Jadi resmi kirimnya. Jadi tahu ada dari polisi yang kirim," jelas Argo. Dikutip dari: kompas.com
Langkah berikutnya, si pengunggah konten akan diinformasikan bahwa kontennya ditemukan pelanggaran atau hoax. Pesan ini akan dikiirmkan dua kali kepada si pengunggah. Lalu, dalam waktu 1x24 jam konten tersebut harus diturunkan. Tetapi, jika peringatan tidak digubris, maka kepolisian akan memanggil secara resmi.
Kepolisian Republik Indonesia merasa perlu mengawasi media sosial, tidak hanya sebagai edukasi atau mendidik rakyat Indonesia dalam bermedia. Tetapi ini bagian dari langkah menghindari saling lapor, yang bukan oleh "korbannya" sendiri, misalnya. Sehingga yang terjadi adalah keramaian dalam dunia maya dibawa ke dunia nyata karena ada yang berhasil membuat keributan.
Keributan yang berpotensi membuat kondisi bangsa terpecah, dan menyita waktu presiden dan Kepolisian nantinya. Padahal masih banyak hal penting dan prioritas yang harus dikedepankan untuk negeri ini. Ketimbang menghabiskan waktu terpancing hoaks ataupun saling lapor. Jauh lebih bijak jika penyelesaiannya terlebih dahulu intropeksi diri.