Berdalih masyarakat Pariaman homogen, Genius Umar Wali Kota Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) membuat kontroversi. Â Lantang Genius menyatakan tidak akan menerapkan Surat Keputusan Bersama (SKB)3 menteri terkait seragam sekolah.
"Masyarakat Pariaman itu homogen. Â Tidak pernah ada kasus seperti itu (protes memakai seragam yang identik dengan agama tertentu). Â Jadi biarkanlah berjalan seperti biasa," kata Genius Umar kepada wartawan, Selasa (16/2/2021). Â Dikutip dari: detik.com
Kilas balik, cerita berawal dari siswi non-Muslim SMKN 2 Kota Padang yang "dipaksa" memakai jilbab, dan kemudian menemukan fakta menyusul bahwa bukan hanya seorang tetapi lebih. Â Bahkan kondisi ini sudah berlangsung lama selama ini.
Inilah yang melatari lahirnya SKB 3 menteri, bahwa tidak seharusnya pemakaian jilbab menjadi "keharusan" seragam sekolah. Â Apalagi, sekolah negeri yang notabene dibiayai oleh pemerintah, dari uang rakyat terlepas suku dan agamanya. Â Artinya, setiap anak yang bersekolah di negeri memiliki hak yang sama tanpa pengecualian.
Miris, ancaman sanksi jika melanggar SKB 3 Menteri tidak menyurut langkah Genius. Bahkan dirinya berencana untuk menyurati Mendikud Nadiem untuk menjelaskan sikapnya terhadap SKB 3 menteri tersebut.
"Tapi fakta di lapangan, semua peserta didik sudah dengan kesadaran sendiri memakai seragam yang identik dengan Islam karena memang mayoritas penduduk di Pariaman adalah pemeluk Islam," ucapnya. Â Dikutip dari: detik.com
"Saya tidak takut diberi sanksi karena tidak melaksanakan SKB 3 Menteri itu," sebut Genius. Â Dikutip dari: detik.com
Wowww....ini membingungkan, di antara apakah Genius tidak memahami SKB 3 menteri, menolak kebhinekaan ataukah dirinya menentang aturan yang telah disepakati negara?
Menurut pemahaman saya, bahwa:
Pertama, sekolah negeri bukanlah sekolah dengan identitas agama, jadi seharusnya tidak mencirikan agama tertentu. Â Kewajiban memakai atribut agama tertentu (jilbab) akan otomatis mengugurkan jiwa sekolah negeri yang harusnya bersifat nasional tanpa ciri keagamaan.
Lahirnya SKB 3 menteri tidak mengartikan larangan menggunakan jilbab, atau bahkan salib pada peserta didik Nasrani misalnya. Tetapi yang dimaksudkan disini adalah sekolah tidak menyertakan atribut keagamaan pada seragam sekolah.
Kedua, mengatakan masyarakat Pariaman homogen rasanya sih kurang tepat. Kenyataannya negeri kita ini majemuk alias hetrogen. Inilah yang harusnya dijaga, agar minoritas tidak merasakan tekanan dari mayoritas. Â Entah itu secara langsung ataupun tidak, dan kebetulan saat ini terjadi di sekolah.
Semisalnya pun selama ini "diam" bukan berarti benar dan aman. Â Tetapi sangat mungkin banyak faktor yang menjadi alasannya, misalnya takut, tidak mau repot, atau rasa tertekan itu sendiri. Rasa tertekan yang diakibat oleh lingkungan. Â Seharusnya, sebagai pemimpin daerah membaca ini sebagai hal yang tidak benar. Simpel saja kok, bertanyalah bagaimana jika cerita dibalik posisinya.
Ooo...atau mungkin ada keberatan kenapa sih kok harus sampai melahirkan SKB 3 menteri, dan tidak bisa diselesaikan oleh Gubernur misalnya. Â Begini yah, tolong dipahami sekolah adalah murni lembaga pendidikan. Terkecuali jika sekolah dengan khususan agama seperti pesantren misalnya.
Berbicara sekolah negeri di sini, selain anak-anak mempersiapkan diri menjadi penerus bangsa dengan mengasah ilmu dan talenta. Â Di bangku sekolah anak-anak tersebut harus mengenal kebhinekaan tanpa beban identitas agama. Â Kita umpamakan saja sekolah ibarat Indonesia dalam ukuran kecil karena beragam peserta didiknya.
Pentingnya negara hadir karena Indonesia yang sekarang semakin kehilangan jati diri dan kebhinekaannya. Lalu, agama berlahan kehilangan kesakralannya karena "dipaksa" masuk dalam setiap sendi kehidupan negeri ini, termasuk dunia pendidikan.
Ketiga, sebagai Wali Kota, adalah tugas kepala daerah untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan. Â Ada baiknya Genius Umar menengok kembali sumpah jabatan. Â Melihat kepentingan bangsa ini dan tidak berjalan dengan pemahamannya sendiri.
Langkah telah diambil oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik mengatakan dirinya sudah menegur langsung Wali Kota Pariaman, Genius Umar melalui telepon. Semoga teguran lisan ini tidak berujung sanksi nantinya.
Akhirnya berharap sangat, ke depan generasi bangsa Indonesia kembali berwarna, dalam identitasnya saya Indonesia.
Jakarta, 18 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H