diary, jadi ingin curhat nih gara-gara Kompasiana nyentil soal kritik. Â Cius, topik pilihan mengenai kritik ini menggelitik sekali untukku.Â
MalamEhhhmmmm.... sebelum lanjut, aku ketawa dulu yah, hahah...hahah...hahahhh... Uuuppsss...kamu pasti bingung yah diary? Â Nih, aku ceritain ke kamu, siapa tahu saja kamu tahu jawabannya. Â Bisa juga kamu kritik aku deh, boleh kok.
Sebelumnya, yuksss...kita kenalan dulu dengan kritik. Â Menurutku, kritik itu adalah analisa dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan atau membantu memperbaiki pekerjaan. Â Tetapi, di dalam prakteknya ada 2 jenis kritik, yaitu kritik konstruktif atau kritik dengan tujuan membangun, serta kritik destruktif atau kritik yang ujungnya menghancurkan, alias cuma menyudutkan, nyinyir dan menjatuhkan.
Di dalam kehidupan kritik itu tidak segurih ketika dikritik. Â Kita banyak menemui orang yang senangnya mengkritik tapi tidak bisa menerima dikritik. Â Sekalipun, kritik itu bersifat konstruktif atau membangun, serta disampaikan dengan santun.
Yup, ada hal lain yang harus diperhatikan selain kritik itu sendiri. Â Selain doyan mengkritik, mau nggak dikritik? Â Lalu, bagaimana sih sikap kita menghadapi orang yang tidak bisa dikritik, alias "si maha benar."
Begini diary, aku jadi ingat pengalaman ketika menghadiri sebuah rapat. Â Ketika itu tiba sesi tanya jawab. Â Nah, sebagai perwakilan sebuah group, aku menanyakan beberapa hal dan juga memberi pertimbangan tentang gagasan yang menjadi tema rapat ketika itu.
Alih-alih bersambut, justru pendapatku ketika itu langsung di skak-mat dengan satu statemen, "Maaf, ini sudah menjadi kebijakan, dan setiap tahun memang dilakukan." Â Hahahh...aku sebagai pendatang baru di komunitas tersebut ngakak saja dalam hati. Â Kalau bingung soalnya sudah pasti. Â
Bayangkan, bukankah sebuah kebijakan yang beranak cucu hingga bercicit pun tidak seharusnya kaku, dan bisa dirubah sesuai kondisi? Bukankah rapat tujuannya untuk mendengarkan masukan, agar keputusan yang dihasilkan baik untuk semua?
Pengalamanku tidak hanya sekali, untuk kebeberapa kalinya pun sulit "si maha benar" ini menerima masukan. Â Intinya, rapat tidak lebih hanya sebuah pengumuman dari pihaknya. Â Sedangkan peserta hanya pemanis, tidak ubahnya pita kado mungkin.
Bagian terlucunya ketika masa pandemi ini. Â Maaf, aku kok mau ketawa lagi sih diary? Â Hahahha....hahha....hahah..., wokeh aku lanjut yah.
Begini, di masa pandemi kita tahu semua aktivitas beralih virtual, termasuk rapat juga dong jadi virtual. Â Disinilah gelinya aku, karena sekalipun diundang rapat oleh komunitasku itu. Â
Sekalipun disapa di awal rapat. Â Tetapi, hehehhe...aku itu di mute! Â Iya, aku hanya bisa melihat dan mendengar pembicaraan rapat, tetapi tidak mendapatkan kesempatan bertanya, alias di mute oleh operatornya.
Pertama terjadi, aku pikir aku yang bermasalah. Â Lalu dengan polos aku chatingan via WA dengan teman menanyakan apakah dia di mute? "Nggak, aku khan tadi nanya, aku bisa tuh," begitu jawaban temanku. Â Lalu demi memuaskan penasaranku, aku menanyakan langsung ke pihak penyelenggara, dan jawabannya zonk alias dicuekin.
Tenang diary, kamu tidak usah khawatir karena aku tidak tersinggung kok. Â Sadar banget, tidak banyak orang berani bersuara. Â Sadar banget suara vokalku mengusik kenyamanan.Â
Tetapi, menurutku bersuara untuk kebaikan itu lebih baik, sekalipun untuk itu aku ditandai. Â Di setiap rapat akhirnya selalu dimute. Â Beruntung memiliki teman yang makin kesini kami makin kompak bersuara untuk perubahan yang memajukan. Â Tidak dari aku, suara itu kini terdengar lewat mereka.
Kamu pasti penasaran terus aku bagaimana? Â No problemo! Â Aku tetap menjadi diriku. Â Berusaha berpikir baik-baik saja. Â Faktanya tidak semua orang siap dikritik dengan berbagai alasan pastinya. Â Salah satunya, jabatan membuat seseorang gila hormat, dan tidak siap dianggap bercela. Â Bisa juga dikarenakan nilai yang dianutnya, mengganggap dirinya paling benar sedunia.
Bagaimana curhatku diary, kocak yah? Â Diundang rapat, ditungguin sampai masuk link, tetapi di mute. Â Salahku opo, aku nggak ngerti. Â Rugi kalau sakit hati, mending disenyumin saja. Â Percayalah, dunia suka melucu juga loh terkadang. Â Hehhe...
Ehhhmm....berhubung hujan makin seru di luar kamarku ini. Â Jadi ingin minum kopi euy... Tentunya dengan gula supaya manis. Â Tetapi, bukan sebagai pemanis seperti pita kado yah. Â Wokeh, kita udahan dulu yah.
Selamat malam untuk kamu diary, kertasku tak bergaris.
Jakarta, 11 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H