Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Untung Bisa Jadi Buntung

21 Januari 2021   02:31 Diperbarui: 21 Januari 2021   02:38 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ehhhmmm....berbisnis dengan teman atau mungkin keluarga memang menarik.  Tetapi, kalau untukku lebih banyak ngeri-ngeri sedapnya, karena kalau untung everybody happy.  Nah, bagaimana dengan kalau buntung, apa tidak creppy?  Apalagi, ada pepatah mengatakan rupiah tidak kenal saudara!  Kebayang dong, apalagi teman?  Nah, disinilah yang ngerinya menurutku.

Pengalaman pribadi, pernah mencoba berbisnis dengan teman.  Sebenarnya sih tidak murni bisnis, karena ini menyangkut kegiatan amal galang dana.  Bukan hanya sekali, tetapi beberapa kali aku meminta bantuan temanku ini yang memang memiliki usaha konveksi. 

Persahabatan kami sudah hitungan belasan tahun.  Ini yang membuatku memberanikan diri mencoba dagang dengan meminjam barangnya.  Heheh...gokil, dagang tanpa modal memang, karena temanku kebangetan baik dan percaya saja denganku.

Campur beberapa baju model baru dan lama diberikan begitu saja, tanpa jaminan uang sepeserpun!  Segambreng pakaian yang dikemas rapi dalam plastik terpisah, beserta daftar harganya diberikan ke aku tanpa dibatasi waktu kapan harus dikembalikan!  Pesannya, "terserah mau dijual berapa.  Pokokek dari aku harganya seperti di daftar.  Nanti balikan sesuai harga aku wae."  Heheh...dan itu murmer alias murah meriah!

Singkat cerita, berdaganglah aku untuk menggalang dana.  Tidak ada masalah, semua berjalan lancar.  Modal dagang diberikan sesuai hak temanku, dan selisih keuntungan dagang menjadi bagian dari penggalangan dana.  Tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali kami bekerja sama, dan tidak selalu untuk galang dana.  

Beberapa kesempatan temanku ini juga mengizinkanku meminjam dagangannya untuk modal dagang kerabatku.  Kembali gokil, tidak perlu menaruh uang jaminan apapun, dan tidak ada batasan waktu!

Tetapi, cerita berbeda ketika aku mencoba berbisnis dengan teman lainnya.  Nah, kebetulan, aku memang suka banget dengan segala hal yang beraroma etnik, karena yah memang doyan jalan-jalan juga sih.  Lalu seorang teman di luar negeri mengajak usaha kecil-kecilan bisnis kerajinan unik Indonesia tetapi untuk periode yang singkat, untuk suatu even di Dubai.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba!  Aku mencoba bekerjasama dengan seorang teman lainnya di provinsi berbeda.  Menanyakan di daerahnya ada kerajinan unik apa saja, tolong difoto dan harganya berapa.  Heheh...maaf, bisnis dinyatakan layu sebelum berkembang!  Kenapa begitu?

Lha iyalah...karena temanku ini yang sebenarnya teman baik, sudah memberikan harga selangit dari dirinya!  Lalu mulai ribut membicarakan keuntungan, dan bla..bla...lainnya yang bikin aku mules duluan!  Barang yang dicarinya itupun bukan dari pengrajin langsung.  Jadi kebayang dong berapa kenaikan harganya.   Padahal, yang aku harapkan temanku ini mencari lewat pengrajin, dan jangan mikir untung diri sendiri dulu!  Keuntungan itu nantinya dibagi 2, aku dan dia setelah dipotong berbagai biaya tentunya.

Situasi mulai gerah, menurutnya aku bisa saja bermain.  Toh yang meminta dari luar itu temanku yang dia tidak kenal.  Heheh...kocak, sudah terbaca!  Bagaimana bisnis bisa dijalankan jika dia tidak percaya dengan aku?  Logikanya, aku bisa saja mencari barang sendiri dengan caraku sendiri.  Tetapi, karena hubungan pertemanan, aku pikir kita bisa kerjasama.  Ternyata, justru kebalikannya!  Singkat cerita, aku memutuskan tidak jadi bekerjasama dengan temanku ini, dan memilih untuk jalan sendiri ketika itu.

Belajar dari 2 kejadian berbeda inilah aku sadar diri bahwa bisnis dengan teman atau bahkan saudara itu serem!  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

  1. Teman, dekat belum tentu kenal
    Di dalam bisnis, pertemanan dan waktu tidak menjadi patokan kita mengenal pribadi teman kita.  Sebagai contoh kasus, ketika aku berbisnis pakaian dengan teman yang pengusaha konveksi.  Bagi dia, kepercayaan merupakan jaminan ketimbang uang.  Itu sebabnya, dia tidak merasa perlu memintaku menaruh uang jaminan untuk barang dagangan yang aku pinjam.  Padahal, aku yang meminjam saja ngebet merasa perlu.  Heheh...rupanya di kasus ini, aku yang "kurang" mengenal karakter temanku ini yang begitu yakin bisa mempercayaiku.  Berbeda kasus dengan teman satunya yang aku ajak bisnis kerajinan tangan.  Kesamaan dari kedua kasus ini adalah kepercayaan itu penting, dan di dalam pertemanan sedekat apapun belum tentu ada kepercayaan jika sudah menyangkut rupiah.

  2. Hubungan yang dipertaruhkan
    Bahwa berbisnis dengan teman itu ngeri.  Semisal situasi bisnis buruk, kita harus siap diperhadapkan pada pilihan antara teman atau bisnis.  Demikian juga selang bisnis berjalan, kita harus mampu memprioritaskan atau menempatkan diri antara hubungan sebagai rekan bisnis atau sebagai teman.  Harus bisa menempatkan pada porsi yang tepat.  Konsekuensi dari setiap pilihan sulit pasti ada, memilih bisnis maka kehilangan teman, dan memilih teman maka bersiap bisnis terjun bebas.

  3. Pembagian keuntungan
    Topik yang penting karena rentan.  Rupiah akan selalu menggoda, termasuk di dalam bisnis yang dibangun bersama teman.  Itulah sebabnya hal rentan seperti ini harus jelas kesepakatannya di awal.

  4. Menjalankan bisnis bersama
    Dimaksudkan disini, bahwa di dalam menjalankan bisnis bersama teman, tidak ada kepentingan atau ide pribadi lagi.  Segala ide, dan keputusan harus untuk satu kepentingan yaitu kemajuan bisnis.  Tidak perlu ada yang merasa lebih hebat, atau dominan satu dengan lainnya.

Jujur berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi, maka aku memilih sangat super bijak dan hati-hati tingkat dewa.  Sadar diri penuh, ketika sudah mulai bicara bisnis sekalipun dengan teman, maka harus menempatkan diri secara professional.  Jika ternyata kondisi tidak sehat, maka lebih baik mencari rekan bisnis lainnya ketimbang mempertaruhkan pertemanan.

Satu pribahasa bijak menurutku, "seribu teman kurang, satu musuh kebanyakan."  Artinya, di posisiku, lebih tidak melanjutkan bisnis dengan teman jika itu membuat persahabatan kami menjadi taruhannya.  Biarlah masing-masing pada porsinya, bisnis is bisnis, and friendship is friendship.

Jakarta, 21 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun