"Iya, hari yang cerah. Â Semua bunga dan rumput terlihat gonjreng banget warnanya. Â Termasuk kamu Bu, hijaumu segar banget! Â Ayo kita jalan-jalan biar cemberutmu itu hilang" ujar kadal, dan keduanya kemudian berjalan bersama. Â Sesekali Bubu melirik sepupunya yang terlihat santai saja.Â
"Duuh...enaknya jadi dia, nggak labil kayak aku. Â Mau ditempat apapun yah nggak berubah warna. Â Lha, aku gonta-ganti nggak jelas," batin Bubu dalam hatinya.
Nggak terasa mereka sudah berjalan jauh nyaris memasuki hutan. Â Hari juga sudah beranjak sore, makanya keduanya memutuskan untuk kembali sebelum malam. Â Tetapiii....tunggu! Â Tiba-tiba ada seekor kucing menghadang keduanya, dan mencoba menerkam.
"Kabuuuurrrr.....!" Â Teriak Bubu serentak sepupunya kadal sigap mencari tempat bersembunyi
"Syukurlah...kakakku bisa kabur. Â Tapi, eee...e...kok si kucing katarak atau bagaimana. Â Masak sih, nggak lihat aku diantara daun kering ini. Â Duhh...ngeri-ngeri sedap, ketahuan nggak yah?" Â dag dig Bubu berusaha mematung diantara tumpukan dedaunan.
"Meongg...meong....", clingak, clinguk si Meong mencari keduanya dan akhirnya memutuskan pergi.
"Hahah...aku menipumu! Â Gede di badan doang ternyata si Meong, tapi nggak bisa bedain mana dedaunan dan mana aku," ngakak guling-guling Bubu bahagia karena lolos dari cengkraman si Meong.
"Cie..cie..bahagianya yang bisa ganti warna," suara sepupunya yang tahu-tahu sudah berada di dekat Bubu.
"Iya...iya...aku salah selama ini. Â Ternyata enak juga bisa jadi bunglon, bisa kadalin Meong!" teriak Bubu bahagia.
"Nyesel aku selama ini galau dan cemburu nggak jelas. Â Mulai sekarang, terserah mau jadi warna apa juga boleh, siapa takut! Â Hahahh....."
"Hahah...kocak kamu Bu! Â Bisa kadalin, maksudmu bisa nyamar yah? Â Lha...terus kamu itu kadal atau bunglon Bu?" canda kadal sepupunya.