Kita mengenal Edhy Prabowo adalah Menteri Kelautan dan Perikanan yang menggantikan Susi Pudjiastuti di Kabinet Indonesia Maju periode kedua Joko Widodo. Â Jujur, ketika mendengar Susi digantikan rasanya kok sayang banget. Tetapi kita berusaha percaya sekaligus berharap ada gebrakan lebih baik di Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama Edhy Prabowo.
Tetapi, sayangnya gebrakan Edhy sering bersebrangan dengan pendahulunya. Â Paling santer yang terdengar adalah kebijakan membuka ekspor bibit lobster atau benur. Luar biasanya, tidak tanggung-tanggung demi kebijakannya ini Edhy pernah mengatakan siap dibully.
"Saya tidak peduli akan di-bully seperti apa mengelola negeri ini selama saya sangat yakin tujuannya mulia untuk membela. Saya tidak peduli gambar saya dibikin telanjang yang penting rakyat saya makan. Saya tidak ada sedikitpun punya niat untuk memperkaya bisnis saya. Saya tidak ada industri bisnis di sektor perikanan dan kelautan, istri saya dan keluarga saya tidak ada yang saya libatkan," tegasnya. Â Dikutip dari: detik.com
Nah, sebelum lanjut mari kita luruskan pengertian benur disini.
Pengertian sederhananya benur itu benih udang. Â Kata benur sendiri adalah singkatan dari benih dan urang yang merupakan bahasa Jawa dari udang. Â Seperti juga kita mengenal istilah nener untuk benih bandeng, dan berudu untuk benih katak.
Istilah benur sendiri tidak secara jelas disebutkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 mengenai Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan, karena istilah yang digunakan bukan benur, melainkan benih bening lobster (Puerulus). Â Pada poin nomor 7 Pasal 1 berbunyi, "Benih Bening Lobster (Puerulus) adalah lobster yang belum berpigmen (non pigmented post larva).
Inilah yang kemudian memenjarakan Edhy ketika tertangkap tangan KPK terkait dugaan korupsi ekspor benur atau benih lobster, bukan benih udang.
Kenapa kebijakan Edhy menjadi kontroversial adalah karena tidak menimbulkan keadilan untuk nelayan setempat. Â Persisnya, akibat kebijakan Edhy banyak nelayan menjadi kesulitan menangkap lobster, karena bibit atau benihnya telah diperdagangkan ke luar, utamanya Vietnam.
Apakah membawa kerugian besar untuk Indonesia? Â Jawaban pastinya, iya dan sangat! Â Inilah alasannya:
- Habitat Lobster
Lobster jenis panulirus sp inilah yang diperdagangkan dan habitatnya sangat cocok di kondisi laut tropis seperti Indonesia. Â Kondisi laut seperti ini tidak ditemui di Vietnam sebagai negara pengimpor lobster Indonesia selama ini. - Kerusakan Ekosistem
Indonesia dirugikan tidak hanya dari nilai ekonomi, tetapi juga merusak ekosistem dan populasi lobster di laut karena akan timbul usaha pengambilan benur dari alam liar 'jalan pintas' untuk mendapatkan keuntungan. Perlu diketahui di era Susi, tidak semua benih lobster boleh ditangkap. Â Benih lobster yang dilarang ditangkap dan diekspor adalah yang sedang bertelur atau ukuran karapaksnya (cangkang keras) kurang dari 8 cm dan berat di bawah 200 gram per ekor - Harga Bibit dan Lobster Mahal
Menurut Susi Pudjiastuti harga benih ataupun lobster itu selangit. Â Perlu diketahui 1 backpack bibit lobster +_ min 8000 ekor, dan kalau rupiahnya kurang lebih sama dengan 2 harley = 60 Brompton. Â Jika bibit ini dibiarkan hidup dan besar di laut secara alami baru kemudian diambil maka nilainya menjadi minimal 20 harley, atau sama dengan 600 brompton. Sebagai bayangan, harga satu sepeda brompton diantara 14 juta hingga 55 juta yang termahal. - Merusak Pasar
Selama ini Indonesia dikenal melakukan ekspor lobster ke banyak negara dengan nilai tinggi.  Malaysia, Thailand, dan Vietnam menjadi tujuan utama ekspor lobster panulirus sp  dari Indonesia
Berdasarkan alasan tersebut setidaknya bisa ditarik gambaran kerugian akibat benur diekspor. Â Bandingkan keuntungan untuk Indonesia jika yang diekspor itu lobster, dan bukan bibitnya. Â Bukan hanya negara, tetapi juga nelayan yang selama ini terbukti dirugikan oleh kebijakan Edhy Prabowo.
Bahwa faktanya kebijakan ekspor benur tidak membawa keuntungan untuk nelayan. Â Justru sebaliknya keuntungan itu jatuh di pihak lain, seperti pengepul di Jakarta. Â Sementara nasib nelayan tetap miskin.
Tidak hanya itu, kebijakan Edhy memberikan peluang terjadinya potensi penyeludupan benih lobster karena pihak yang bermain. Â Tercatat tahun kemarin negara dirugikan hingga Rp900 miliar berdasarkan laporan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Pada akhirnya waktu membuktikan bahwa sejauh ini sosok Susi Pudjiastuti yang jelas menunjukkan kepeduliannya terhadap laut Indonesia, dan nasib nelayan. Â Semoga ini menjadi pertimbangan khusus Presiden Joko Widodo agar negeri ini tidak dirampok oleh anak bangsanya sendiri.
Jakarta, 27 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H