Apakah mereka juga diberikan kebebasan bersuara? Ternyata tidak! Banyak dari mereka harus menelan kenyataan pahit ketika orang tua datang dengan jawaban, "Papa dan mama cari uang, dan kamu belajar." Inilah yang akhirnya melahirkan generasi robot, dan mati rasa. Â Mereka tumbuh dengan pengertiannya sendiri, di dalam dunianya sendiri.
Fasilitas dan uang membutakan mereka. Tidak heran jika banyak kejadian orang tua "kehilangan" anaknya, dan merasa asing.
Ngeri ketika hubungan orang tua dan anak dibatasi dinding tinggi yang memisahkan jelas kewajiban dan hak. Padahal diantara orang tua dan anak tidak boleh ada jarak, tetapi harusnya ada komunikasi sehingga kewajiban dan hak bisa berjalan parallel.
Ironisnya, budaya terkadang ikutan menjadi penghalang. Tabu bagi keluarga Indonesia ketika anak mengeluarkan pendapat. Bahkan untuk sekedar menunjukkan sikap protes saja dianggap pembangkang, alias melawan orang tua.Â
Padahal, zaman semakin maju, dan harusnya sebagai orang tua yang hidup di era serba digital ini bijak menempatkan diri dalam berbagai peran. Mampu berperan sebagai sahabat, guru dan juga pastinya orang tua.
Zaman berubah, membuat anak di zaman kini lebih kritis. Bukan karena mereka melawan, tetapi mereka berpendapat. Komunikasi menjadi kunci, dan komunikasi atau berpendapat juga bagian dari hak anak.Â
Sebagai orang tua, tidak akan pernah kehilangan hormat dari anaknya hanya karena mendengarkan, percayalah. Sebaliknya, kita akan mendapatkan ketulusan cinta mereka.
Berkomunikasi, dan hormatilah anak, dengan mendengarkan suaranya. Menempatkan haknya sejajar dengan kewajibannya.
Selamat Hari Anak Sedunia, dan jadilah anak yang berbahagia!
Jakarta, 20 November 2020
Sumber:
detik.com
kompaspedia.kompas.id