Malam semakin larut, sementara tugas justru semakin menumpuk, membuat kesal dan bersungut Gia. Â Secangkir teh manis dan beberapa camilan entah sudah berapa ronde disantapnya demi menghibur diri. Â Belum lagi dingin yang semakin menusuk di teras belakang tempat Gia menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Â Biar ada angin sih maksudnya, tetapi namanya malam yah semakin dinginlah. Â Aaahhh....katanya melenguh mirip sapi.
"Ssstt...sstt...," terdengar sayup suara berbisik dari garasi gelap itu. Â Menoleh Gia penasaran ke arah asal suara itu mencari tahu. Â Apa itu, tanya Gia sendiri.
Yup, Gia memang bukan cewek penakut, kebetulan kata orang Gia ini memiliki indra ke 6. Â Nggak heran, jika ada yang aneh-aneh bukannya bikin takut, tapi penasaran.
Ehhhmm... tidak dilihatnya apapun saat itu. Â Lalu Gia memilih kembali melanjutkan tugasnya, sementara waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 pagi.
Mendadak Gia merasa ada yang berbeda, hati kecilnya memberitahunya. Â Gia merasa ada sosok berdiri tepat di belakangnya. Â Sosok yang sempat mengusiknya tadi. Â Suara hatinya berkata untuk tidak menoleh. Â "Acuhkan saja," itu bisik hatinya.
Kejadian itu berlalu dan nyaris terlupa, hingga suatu sore sekelebat Gia melihat bayang hitam melintas.
"Ma, aku melihat bayang hitam di garasi itu. Â Bayang itu selalu memandang aku, dan mencoba menarik perhatianku," cerita Gia memberitahu mamanya. Â "Bayang itu bukan setan, ma. Â Dia itu amarah," begitu Gia mencoba menjelaskan saat percakapan terputus oleh teriakan papa.
"Gia...jangan lupa periksa gembok gerbang kita. Â Nggak yakin papa tadi sudah dikunci. Â Lakukan sekarang, dan jangan menunda. Â Nanti lupa, bahaya motor kita diambil orang!" teriak papa seperti Jendral memberi perintah maju perang pasukannya.
Sejak pandemi memang suasana rumah menjadi basi. Â Papa jadi temperamental melampiaskan kekesalan dan kejenuhannya kepada seisi rumah. Â Kocak sebenarnya, karena yang jenuh bukan hanya papa. Â Dikurung berbulan-bulan di rumah sudah pasti bikin stress. Â Nggak mesti juga stress itu dilimpahkan ke semua orang. Â Tetapi namanya anak, bisa apa, batin Gia.
"Iya pa, nanti aku periksa," sahutnya segera.