Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengenali Tipe Belajar, Aku Bukan Mama

25 September 2020   15:12 Diperbarui: 25 September 2020   15:26 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: nakita.grid.id

Seiring berjalannya waktu kita dikenalkan dengan berbagai tipe belajar anak. Mungkin di zaman kita, pengertian belajar adalah duduk diam terpaku dengan buku di tangan, mulut komat kamit menghafal, atau benar-benar sunyi senyap diam mematung. Tetapi, sekali lagi itu dulu.

Lain dulu dan lain sekarang. Tidak adil kita paksakan cara mendidik tahun jadul dengan anak-anak sekarang, khan zaman juga sudah berubah. Angkatan Gen Z, begitulah sebutan untuk mereka. Artinya kita sebagai orangtua diminta ikut menyesuaikan supaya tidak ada kekosongan komunikasi, dan bisa nyambung.

Kita tahu di masa pandemi Covid dampak tidak hanya kepada ekonomi. Dunia pendidikan juga ikutan mengalami hantaman hebat. Anak-anak usia sekolah terpaksa melakukan pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan akan separah ini.

Sebelum pandemi dengan mudahnya anak usia sekolah, kita cemplungin saja ke sekolah. Berharap setengah hari di sekolah anak sudah pandai cerdas, dan teratur hidupnya. Lalu jika hasil tidak sesuai harapan, akan ada orangtua yang nyaring salahkan guru. Apalagi jika si anak di swasta yang notabene ada uang sekolahnya.

Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa satu orang guru bertanggungjawab terhadap kurang lebih 25-30 anak dalam satu kelas. Anak-anak ini datang dengan berbagai latar belakang dan karakter. Lalu sekarang ketika Covid memaksa anak PJJ dari rumah mendadak banyak orangtua menjerit. Kocaknya menjeritnya karena harus mengajari anaknya sendiri.

Komentarpun berdatangan dikarenakan anaknya nggak mudeng-mudeng, atau mungkin juga anaknya terlihat terlalu cuek bebek. Di luar dari ketidakmampuan orangtua sebagai guru, harus dipahami bahwa tipe belajar anak tidak lagi seperti zaman orangtuanya dulu. Perubahan zaman membuat kita belajar mengenali berbagai tipe belajar, yang dulu mungkin tidak pernah terperhatikan oleh kita.

Inilah setidaknya beberapa tipe belajar yang mudah-mudahan bisa membantu orangtua mengenali cara belajar anaknya, yaitu:

Anak Auditori/ Audio
Anak audio sebutan untuk anak yang mudah memahami materi dengan cara mendengarkan. Mereka akan mengingat dan merekam hal yang didengarnya, bukan yang dilihat atau dirasakan. Kemudian dengan bahasanya mereka mampu kembali menjelaskannya.

Ciri-ciri anak audio adalah ketika menghafal, mereka akan menggumam atau membaca keras-keras materi pelajarannya. Tujuannya agar didengarkan kembali oleh mereka dan terekam. Itu sebabnya untuk mereka mengalami kesulitan memahami dengan membaca. Adapun cara pendekatan mengajar mereka adalah dengan berdiskusi, sambil mengulang materi pembelajarannya.

Anak Visual
Jika pada anak audio menangkap materi dari mendengar, maka anak visual memahami sesuatu dengan melihat. Mereka akan semangat jika diberi kesempatan presentasi menggunakan gambar-gambar. Mereka juga antusias dengan diagram-diagram ataupun mind-mapping.

Ciri anak visual, mereka menyukai gambar-gambar, tayangan televisi ataupun video. Itu sebabnya ketika belajar, kita harus lebih banyak memberikan pengarahan dengan memberikan tayangan video, menunjukkan lewat gambar ataupun gerak.

Anak Kinestik
Mereka adalah anak yang menyukai gaya belajar dengan melibatkan gerak.  Tipikal anak kinestik ketika belajar tidak bisa diam, dan mereka akan bosan jika diminta duduk tenang belajar.  

Itulah sebabnya pendampingan yang dapat diberikan orangtua adalah dengan cara belajar yang aktif, misalnya dibuat drama yang membuat mereka mudah mengingatnya, karena melibatkan mereka.  Kemudian biarkan mereka menghafal atau belajar tanpa harus duduk diam ditempat, karena memang dengan cara inilah mereka bisa menghafal.

Pengalaman penulis sendiri dengan 2 orang anak masing-masing dengan gaya belajarnya. Si sulung sangat senang membaca, tipikal anak visual. 

Bermula karena kebiasaan penulis membawanya ke toko buku sejak usia TK, membuat tertarik melihat warna dan bentuk. Putriku ini bisa bertahan sejak toko tersebut buka hingga tutup. Semua jenis buku habis dilahapnya dalam hitungan menit, dan mampu kembali menceritakannya.

Ini berlanjut hingga sekarang duduk di bangku SMA. Dia bisa berjam-jam membaca buku pelajaran ataupun googling e-book. Tetapi, jika di kelas cepat bosan mendengarkan guru menjelaskan. Bahkan menurutnya guru membuatnya ngantuk. Heheh...mungkin cara mengajar kadang membuat anak hilang selera.  Heheh..

Berbeda dengan si bungsu yang walau sama-sama sering dibawa ke toko buku, tetapi kurang nafsu seperti kakaknya.  Hanya saja si bungsuku ini senang sekali mendengarkan berita di televisi ataupun belajar dari youtube, dan cukup fokus ketika guru menjelaskan materi-materi yang dia suka tentunya.

Hal lainnya, kebiasaan kami sekeluarga travelling tanpa disadari terekam bagus olehnya.  Bungsuku mampu mengingat jalan-jalan di tempat yang kami pernah kunjungi. Menyangkut pelajaran sekolah, cara belajarnya dengan menghafal sambil bersuara, dan entah tangan atau kakinya tidak bisa diam. Ada saja yang dilakukannya sambil menghafal.

Menurut physcholog yang pernah berkunjung di sekolah, ini adalah gabungan antara audio dan kinestik.  Kebiasaan kami berlibur jalan darat menjadi cara untuknya belajar banyak hal tanpa harus membaca, duduk manis yang membosankan menurutnya.

Hal seperti ini mungkin tidak menarik untuk orangtua yang (maaf) kolot membandingkan dirinya dengan anaknya.  Terbukti banyak orangtua yang berteriak kenapa anaknya belajarnya kok sambil mendengarkan musik, atau kenapa tidak bisa duduk anteng.  Heheh...memang aneh bin ajaib, tetapi nyatanya ini menjadi hal biasa saat ini.

Seorang sahabat bahkan memiliki anak yang belajarnya super meriah. Putranya bisa belajar dengan musik dihidupkan, gadget setia menemani karena game menanti, sementara laptop menyala karena materi pelajaran sedang dihafalnya. Keraguan akan datang, apa iya bisa anak ini belajar?  Percayalah jawabannya bisa, karena nilai-nilai fantastis, nyaris sempurna dengan angka 8 dan 9 bertaburan.

Tetapi maaf, kita tentunya sepakat bahwa keberhasilan belajar tidak diartikan dari pencapaian angka 8 atau 9 di raport. Karena nilai adalah bonus, tidak serta merta menggambarkan si anak paham materi pelajarannya.

Singkatnya, terpenting disini bahwa setiap anak memiliki gaya belajarnya sendiri.  Sehingga di masa pandemi ini diharapkan orangtua mampu bijak saat mendampingi anak PJJ.  Ingat walaupun anak tersebut anak kita, tetapi mereka adalah individu berbeda.  Mereka bukan kita, seperti juga kita bukan mereka.

Sangat penting kita bisa menjalin komunikasi dengan anak, memahami apa kesulitannya dan memahami caranya belajar. Tidak salah menyarankan, tetapi tidak disarankan untuk menghakimi. Bangunlah kepercayaan anak, bahwa sebagai orangtua kita siap membantunya.

Refrensi
dosenpsikologi.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun