Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Ketika "Anjay" Bikin Rempong Komnas PA

2 September 2020   19:51 Diperbarui: 2 September 2020   20:02 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik sekali karena satu kata "anjay" sanggup membuat puyeng Komnas PA hingga harus mengadukan persoalan ini ke DPR RI dan meminta dukungan setop penggunaannya.  Pertimbangannya Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait bahwa "anjay" dapat merugikan pihak lain, dan berpotensi pidana.

"Kalau kata 'anjay' yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat, suka atau tidak suka bahwa kalau itu memenuhi unsur itu dapat dipidana. DPR-nya harus dukung itu gitu lho," kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait melalui sambungan telepon dengan CNN Indonesia TV, Senin (31/8).  Dikutip dari: cnnindonesia.com

Maaf jika penulis menganggap reaksi Komnas PA terlalu berlebih, atau lebay.  Yah...lebay ini juga bahasa pergaulan yang bertetangga dengan "anjay", dan ternyata punya sepupu anjrit dan anjir.  

Begitulah kenyataannya di dalam kehidupan sosial, selain bahasa Indonesia yang resmi digunakan masyarakat kita, ada juga bahasa pergaulan. Bahkan bahasa daerah yang umum digunakan dalam keseharian. Maaf bahasa daerah pun ada yang cukup bikin kuping panas, misalnya bodat yang berarti monyet. Tetapi, percaya tidak percaya penggunaannya seperti dianggap biasa saja untuk sebagian masyarakat.

Blunder sekali jika urusan bahasa dibenturkan dengan hukum.  Kenapa?  Karena bukan hanya "anjay" yang mendadak dituduh berbahaya, bahkan "biasa" sekali penggunaan kata-kata (maaf) gila, bangsat, setan, kampret, kepala peyang dan berbagai kata ngeri lainnya digunakan masyarakat.  Entah itu sebagai refleksi marah, ataupun hanya bersifat reflek, bahkan ada yang dengan maksud bercanda.

Ambil contoh kata gila yang bisa dipakai dengan dua arti berbeda, "Gila, mata lu dimana" untuk merefleksikan kemarahan. Lalu di lain waktu, "Gila, lu baik banget sama gua". Kedua kalimat ini sama-sama menggunakan kata "gila" tetapi untuk ungkapan yang berbeda.

Apa bedanya dengan "anjay" yang juga bisa berbeda arti tergantung penyampaian.  Apakah dikarenakan "anjay" plesetan dari anjing lalu dianggap berbahaya, atau jangan-jangan dianggap haram?  

Kalau begitu, jangan lupa dengan penggunaan kata "babi atau bagong" yang juga kerap digunakan sebagai becandaan di dalam pergaulan. Bukan tidak sedikit ada ungkapan, "Badan lu makin hari, makin melar aja kayak bagong." Maksudnya ingin mengatakan orang yang bersangkutan badannya makin gemuk seperti babi.

Dari beberapa ungkapan diatas memangnya Komnas PA punya cukup banyak waktu untuk memilah-milah bahasa pergaulan, dan mengurusi kehidupan sosial?  Padahal ada hal penting yang bisa dilakukan Komnas PA daripada mengurusi "anjay" berserta rombongannya. 

Ehhmmm....jangan bilang Komnas PA tertarik untuk membuat kamus bahasa gaul yang berisi "anjay" dan sejenisnya beserta padanan katannya. Uupps...

Bicara pidana, sebenarnya sih tidak harus dengan penggunaan kata.  Bahkan dengan tatapan matapun bisa menjadi persoalan panjang jika memang ada pihak merasa terganggu.  Artinya, ini semua kembali kepada masing-masing individu saja.  Jikapun nantinya berujung ke persoalan hukum, maka jelas di negeri ini sudah ada hukum yang mengaturnya.  Tetapi persoalan anak Indonesia, adalah tugas dan tanggungjawab Komnas PA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun