Hari itu, Minggu 26 Maret 2017 kembali aku membawa mama menemui bapak di rumah sakit sepulang kami bergereja.
Satu yang terindah hari itu tepat 50 tahun usia perkawinan bapak dan mama. Â Seperti kerinduan bapak ingin mengucap syukur, maka bersaksi kebisuan dinding rumah sakit, kami berdoa bersama. Â Pendeta dan beberapa keluarga dekat hadir bersama dalam sukacita berairmata haru.
"Pak, ini mama. Â Bapak tidak pulang, mama saja yang datang ke sini yah pak. Â Hari ini 50 tahun sudah Tuhan izinkan kita bersama. Â Terima kasih pak untuk menemani dan mengajari mama. Â Terima kasih untuk cinta bapak. Â Menjaga dan merawat mama yang lumpuh ini. Â Maafkan mama pak kalau tidak bisa mencinta seperti bapak mencintai mama," isak mama sambil menggengam kuat tangan bapak.
Tidak ada suara bapak terdengar. Â Tetapi airmatanya mengalir deras, dan matanya lekat memandangi mama. Â Kantong nafas itu pun melemah, seperti tubuh bapak yang kian lemah hari demi hari.
Bapak memang tidak pernah pulang menemui mama. Â Tetapi lelaki yang sangat aku hormati dan cintai itu menepati janjinya mencintai mama hingga maut memisahkan mereka.
Seminggu kemudian bapak berpulang, menemui sang Khalik pemberi hidup dan cinta.
Sampai di keabadian bapak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H