Anak adalah berkat terindah yang Tuhan berikan kepada setiap pasangan suami dan istri. Â Setidaknya itulah yang penulis yakini sebagai mama dari 2 orang anak usia remaja.
Bukan perjalanan yang mudah membesarkan kedua buah hati penulis. Â Tetapi dari keduanya, banyak hal yang penulis pelajari. Â Ya, mereka mengajariku bagaimana menjadi mama.
Pada artikel kali ini adalah pengalaman penulis membesarkan putriku yang kini sudah menginjak usia remaja. Â Teringat 16 tahun lalu ketika Tuhan percayakan aku menjadi mamanya. Â Dia tumbuh menggemaskan dengan keunikan kidal (dominan menggunakan tangan kiri).
Melihat dirinya yang menggemaskan maka berbagai lombapun aku ikutkan, dan putriku selalu tampil sebagai juara. Â Dimulai dari Bayi Sehat Milna, Bayi Pigeon, hingga juara favorit Abang None versi bayi. Â Singkat cerita penampilannya yang sehat dan menggemaskan sanggup mencuri hati banyak orang, sehingga apa pun lomba bayi ketika itu dijamin dirinya juara.
Tetapi, ada satu yang terhilang. Â Di usianya hingga 3.5 tahun putriku tidak menunjukkan kemampuan berbicara yang meyakinkan. Â Rasanya tidak ada yang salah karena putriku tumbuh sebagai anak periang, energik, dan suka tertawa, tetapi belum mampu bicara. Â Di usianya yang 3.5 tahun tidak banyak kata yang dikuasainya. Â Hanya kata mama satu-satunya kata yang jelas diucapkan, selebihnya hanyalah potongan suku kata tak berbentuk.
Tidak hanya itu, putriku memiliki kebiasaan jedotin kepalanya lumayan kencang, entah ke dinding ataupu ke lantai. Â Hingga sempat terpikir olehku untuk mengenakannya helm demi keamanan. Â Permainannya pun cenderung ekstrim, seperti ngumpet didalam kulkas, ataupun lemari pakaian.
Itulah ulah horornya ketika aku kehilangan dan menemukannya duduk santai didalam kulkas yang baru dibersihkan. Â Naluri seorang mamalah yang menuntun. Â Tetapi wajah mungil itu tampak tidak berdosa, dan tersenyum gembira saat aku berhasil menemukannya.
Maaf, penulis bukan tipikal orang tua yang asyik dengan dunia sendiri, lalu anak dibius dengan gadget, atau tontonan televisi. Â Tidak sama sekali!
Mimpi menjadi mama ideal ada kerinduan penulis. Â Itulah sebabnya, sesibuk apapun penulis akan terus ada untuk putriku ini. Â Duduk bersamanya, dan membacakan dongeng anak-anak. Â Tetapi dirinya lebih banyak diam. Â Walau penulis mengetahui ia sangat suka buku.
Tetapi hatiku hancur, karena ia kerap membalik setiap lembar halaman dimulai dari belakang. Â Sesekali ia tersenyum, dan jari mungilnya yang gemuk sibuk menunjuk gambar-gambar. Â Terkadang suaranya terdengar, ni, tu ma, begitu katanya tanpa sebuah kalimat apapun.