Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mas Gibran Anak Jokowi, Juga Punya Hak Politik

22 Juli 2020   19:19 Diperbarui: 22 Juli 2020   19:16 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lucunya negeri ini yang suka sekali mencari kesalahan orang lain sampai lupa dirinya sendiri ternyata lebih kotor.  Inilah yang terjadi dengan Keluarga Joko Widodo sejak Jokowi menjadi orang nomor 1 di negeri ini.  Serangan bertubi-tubi itu terus berdatangan silih berganti dan melupakan semua pencapaian negeri ini di pemerintahan Jokowi. 

Padahal lihat saja dari ujung Barat hingga Timur pelosok negeri ini semua merasakan pembangunan, karena memang itulah yang ingin dicapai oleh Jokowi.  Mengamalkan sila ke 5 Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Lucu, secara pribadi saja Jokowi terus diterpa isu PKI.  Entah siapa yang halu seperti itu, dan punya cukup waktu untuk terus bikin rusuh negeri ini.  Kekocakan juga bertambah karena kaum nyinyir cukup waktu membahas bisnis pisang goreng Kaesang si bungsu, dan martabak milik Mas Gibran si sulung.  Disusul dengan hadirnya Bobby Nasution menantu Jokowi yang berbisnis kopi.  Heheh...memangnya apa yang salah melihat anak dan menantu berdiri diatas kaki sendiri.

Tetapi mendadak cerita berubah.  Dunia persilatan pun panas membara karena Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution siap maju dalam percaturan politik tanah air.   Lagi-lagi, apa salahnya?  Tolong jangan lupa, Gibran dan Bobby memiliki hak politik sama seperti kita semua!

Diatur dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1 mengenai persamaan kedudukan semua warga negara terhadap hukum dan pemerintahan; pasal 28 tentang kebebasan, berkumpul dan menyatakan pendapat; dan pasal 31 ayat 1 tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan.

Artinya, bahwa hak-hak politik masyarakat Indonesia yang dijamin oleh UUD, yaitu hak membentuk dan memasuki organisasi politik ataupun organisasi lain yang dalam waktu tertentu melibatkan diri ke dalam aktivitas politik; hak untuk berkumpul, berserikat, hak untuk menyampaikan pandangan atau pemikiran tentang politik, hak untuk menduduki jabatan politik dalam pemerintahan, dan hak untuk memilih dalam pemilihan umum. Ini semuannya direalisasikan secara murni melalui partisipasi politik.

Konyol karena sekarang tudingan nepotisme pun ramai-ramai dialamatkan kepada Jokowi.  Lebih konyolnya lagi, yang berteriak itu belum tentu mengetahui arti teriakannya. 

Oleh karena itu, mari kita belajar beberapa "kata kunci" supaya kita menjadi manusia cerdas yang tidak mudah dimanfaatkan orang karena ketidaktahuan.

Nepotisme berarti kecenderungan mengutamakan sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan

Kolusi berarti kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persekongkolan: hambatan usaha pemerataan berupa -- antara pejabat dan pengusaha

 Baik, mari sekarang kita berpikir waras melihat beberapa fakta.  Jika Jokowi nepotisme, apa sulitnya bagi Jokowi menuliskan secarik "surat sakti" agar Mbak Kahiyang Ayu lolos dalam penerimaan CPNS beberapa waktu lalu.

Hal yang sama juga, dengan mudah Jokowi bisa menggunakan "kekuasaannya" meminta agar seluruh kementerian dan pejabat menggunakan catering milik Mas Gibran pada setiap gelaran misalnya.  

Tetapi, nyatanya hingga kinipun Jokowi tidak bagi-bagi "kursi empuk" kepada ketiga anak, dan menantunya.  Konon lagi memberikan memfasilitasi mereka dengan kemudahan.  Mereka berdiri dan hidup menjadi diri sendiri, bukan mengandalkan bendera presiden.

Bahwa kini Mas Gibran maju sebagai calon Wali Kota Solo, itu karena restu PDI Perjuangan.  Kenapa?  Sederhana saja, alasan paling utama adalah karena kepopuleran Mas Gibran, dan rekam jejaknya yang bersih.  

Lalu terkait kenapa PDI P tidak kembali mengusung Achmad Purnomo, karena faktanya secara umur Purnomo saat ini sudah 71 tahun, dan berbicara popularitas jelas Gibran lebih unggul.  Tentunya, ini menjadi alasan kuat sebagai partai PDIP lebih memilih Gibran.

Sekarang kita kembalikan kepada diri kita sendiri.  Jika seorang anak meminta restu kepada orang tuanya lalu salahnya dimana?  Itu lumrah, dan wajar sekali!  Justru jika Jokowi tidak merestui adalah kesalahan fatal.  

Artinya, Jokowi telah melanggar HAM, yaitu hak politik Gibran, yang adalah anaknya sendiri.  Bahkan UU di negeri ini jelas menyebutkan persamaan hak politik rakyatnya.  Jangan lupa, Jokowi juga seorang ayah!

Mas Gibran bukan Jokowi, dan demikian juga sebaliknya.  Keduanya terikat dalam hubungan ayah dan anak.  Tetapi, negeri ini adalah negeri demokrasi yang memberikan kebebasan politik sama dan sejajar kepada setiap orang, siapapun itu.

Berbeda dan lain hal jika Mas Gibran maju dengan berbagai kemudahan sang ayah.  Faktanya selama ini dirinya maju dengan menjadi dirinya sendiri.  Lalu salahnya dimana?

Tolong jangan membiasakan diri menghakimi, apalagi diberikan label dinasti politik.  Dewasalah dalam berpikir, dan coba melihat dengan pikiran jernih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun