Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal "Perempuan Adat" di Balik Ragam Corak Kain Tenun

19 Juli 2020   23:55 Diperbarui: 19 Juli 2020   23:56 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang Indonesia tidak habis kita berdecak kagum.  Terlalu banyak  hal yang membuat kita terpukau.  Mulai dari ujung Barat hingga Timur memiliki keunikannya masing-masing, termasuk juga berbagai jenis kain tenunnya yang khas.

Ini menarik karena sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh kita, bahkan oleh penulis sendiri.  Ternyata dibalik keindahan corak kain tenun tradisional negeri ini tidak sekedar sebuah produk budaya.

Ragam corak, termasuk paduan kelir dari setiap tenunan tersebut adalah buah pikir kelompok perempuan adat.  Heheh....menarik khan, mana pernah kita bayangkan sebelumnya.  Pasti kebanyakan dari kita mengira keindahan kain tenun tersebut adalah karya si penenun.  Ternyata itu salah, tidak begitu jalan ceritanya!

Sebut saja songket, siapa yang tidak mengenal tenun Songket Palembang yang indah dan harganya selangit itu.  Tenunan indah dengan ciri benang emas dengan motif pucuk rebung.  Songket Palembang menjadi buruan dan bahkan koleksi berharga kaum ibu-ibu kolektor songket.

Lalu di Jawa, kita menemukan Tenun Baduy yang khas dengan motif garis yang rumit atau bentukan menyerupai alam.  Tetapi berbeda dengan Tenun Ikat Tanimbar dari Maluku Tenggara Barat dengan dominasi garis-garis dan kaya warna yang memikat.

Disinilah kita tidak pernah tahu bahwa dibalik keindahan kain tenun tersebut ada proses pemikiran kelompok perempuan adat.  Ironisnya ini tidak pernah diketahui dan bahkan menurut Dewan Pakar Perempuan AMAN yang juga Direktur debtWatch Indonesia, Arimbi Heroepoetri, kerja kolektif para perempuan ini pun belum dilindungi.

Tambahan pengetahuan untuk kita semua bahwa ternyata memintal benang, kemudian ketika membuat warna, lalu didalam satu warna bisa ada delapan atau tujuh tumbuhan, kesemuanya itu ada di dalam benak perempuan adat!  Contoh kekaguman lainnya adalah pengetahuan perempuan adat di Nusa Tenggara Timur untuk mengelola danau dan memanfaatkan lumpur sebagai bahan pewarna kain tenun.  Decak kagum, tetapi ironisnya hasil pengetahuan ini belum diakui sebagai hasil kerja kolektif perempuan adat.

Kita saja selama ini hanya memandang kain tenun sebagai simbol budaya, produk atau bagian industri saja. Padahal nilainya lebih dari itu, ada kekayaan pikir perempuan adat yang harus dilindungi.  Bayangkan pada kain tenun terdiri dari berbagai macam warna, berbagai macam tumbuhan.  Artinya, ini bukan sekedar pengetahuan, tetapi juga ketrampilan.

Inilah yang terlupakan, bahwa hak perempuan adat--termasuk hak kolektif yang harus dilindungi, karena mereka telah menghasilkan pengetahuan dan budaya.  Mereka berhak mendapat perlindungan hukum agar tidak terjadi perampasan ataupun pelanggaran hak.

Menarik khan, begitu unik proses sebuah kain tenun.  Tidak heran keindahannya tak terbantahkan, karena lahir dari pemikiran yang cerdas dengan nilai estetika tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun