Mohon tunggu...
Desya Andani Prihartadi
Desya Andani Prihartadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

21107030083 | Life, Talk, Friends

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Sentra Produksi Emping di Desa Wirokerten yang Semakin Maju

9 April 2022   17:35 Diperbarui: 9 April 2022   19:16 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Marwati, pemilik tempat produksi emping di Desa Wirokerten (dokumentasi pribadi)

Emping merupakan makanan yang berbahan dasar melinjo. Biasanya, emping disajikan bersama dengan makanan berkuah seperti soto, sop, opor, dan lain sebagainya sebagai pelengkap makanan seperti kerupuk. Tapi, pernahkah kalian menjadikan emping sebagai camilan untuk menemani waktu senggang?

Usaha emping yang dijalani oleh Ibu Marwati sudah turun-menurun sejak tahun 2004. Walau sudah mulai kurang diminati oleh kaum muda untuk melanjutkan usaha emping ini, namun siapa sangka konsumen bahkan datang dari negara tetangga.

"Kalo sini (tempat produksi) itu sentra sih, dari dulu dari nenek moyang kita emang udah buat, sentranya ya di Wirokerten." ucap narasumber.
 
Dalam satu kilo melinjo yang diperoleh dari supplier, dapat memproduksi setengah kilo emping. Emping-emping yang sudah dicetak nantinya akan dijemur menggunakan sinar matahari hingga kering. Namun, jika sedang musim hujan maka proses pengeringan akan memakan waktu lebih lama dibanding saat musim panas. Bu Marwati memiliki 5 pekerja yang membantunya dalam memproduksi emping. Pada setiap harinya, tempat produksi emping ini bisa memproduksi sekitar 35 hingga 45 kilo melinjo dengan memanfaatkan tenaga 5 pekerja yang nantinya melinjo tersebut akan diolah menjadi emping. Pada saat penggorengan emping ini juga, Ibu Marwati menggunakan minyak hanya untuk satu kali menggoreng, itu menjadi nilai plus bagi emping yang dijual olehnya, sehingga konsumen tidak usah meragukan kehigienisan dari emping yang diproduksi oleh Bu Marwati.

"Kalo yang matang, sekarang mahal karena minyak mahal, kita juga pake wijen, bumbunya juga beda dengan yang lain, karena kita menggunakan minyak yang satu kali penggorengan, hanya untuk satu kali produksi itu minyak sudah gak dipake lagi, kan kalo orang berkali-kali pakai dalam penggorengan." ujar Bu Marwati.

Mungkin di zaman sekarang yang mulai muncul makanan-makanan modern yang lebih diminati kaum muda. Emping menjadi salah satu makanan yang sudah mulai ditinggalkan karena emping bukan merupakan makanan masa kini, maka dari itu untuk bersaing dengan makanan-makanan modern yang banyak di pasaran, Bu Marwati mengubah kemasan emping-emping ini menjadi lebih menarik. Eming dikemas ke dalam kemasan kekinian seperti bentuk kalengan dan standing pouch yang sudah dilengkapi ziplock untuk memudahkan konsumen membuka lalu menutup kembali kemasan jika emping yang telah dibuka masih tersisa, membuat emping tidak mudah alot karena terpapar suhu sekitar. Desain dari kemasan ini juga diperbaharui dengan desain yang menarik, menggunakan warna-warna yang terang untuk memikat minat konsumen.

Biasanya, emping yang kita makan dipasaran terasa sedikit pahit karena rasa original dari bahan baku pembuatan emping itu sendiri yaitu melinjo. Namun dalam produksinya, Ibu Marwati membagi emping-emping tersebut kedalam berbagai varian rasa seperti rasa bawang, manis, pedas manis, dan tentunya bagi konsumen yang lebih suka dengan cita rasa asli dari emping, Bu Marwati juga menjual emping original tanpa rasa. Berbagai varian rasa ini dibuat guna mengikuti minat konsumen. Tentu dengan adanya varian rasa yang bermacam, experience dari konsumen saat merasakan emping menjadi beragam tidak hanya satu rasa. Menarik untuk dicoba bukan? Emping yang tadinya hanya pelengkap makanan, kini bisa dikonsumsi untuk menemani waktu senggang dengan berbagai varian rasa yang ditawarkan.

Emping berbagai varian rasa dengan packaging kekinian (dokumentasi pribadi)
Emping berbagai varian rasa dengan packaging kekinian (dokumentasi pribadi)

Tidak sampai situ saja, bagi konsumen yang ingin emping dengan bentuk mentah agar bisa digoreng sewaktu-waktu sesuai dengan yang diinginkan, Bu Marwati menyediakan emping dalam bentuk mentah. Dan bagi konsumen yang tidak ingin repot untuk menggoreng lagi, harga yang ditawarkan oleh penjual jika dalam bentuk kalengan dibandrol dengan harga 35 ribu-40 ribu rupiah. Sedangkan dengan kemasan standing pouch dibandrol dengan harga 20 ribu-25 ribu. Harga ini tergolong murah untuk mendapatkan emping yang sudah jadi dan bisa memilih varian rasa yang diinginkan konsumen. Keunikan lain dari emping Bu Marwati adalah, seperti yang sudah beliau katakan, pada emping yang sudah dikemas dan sudah digoreng, emping ditaburkan biji wijen untuk menambah cita rasa dan membuat emping dari Bu Marwati ini berbeda dengan emping yang lain di pasaran.

Karena tempat Bu Marwati ini merupakan sentra produksi emping, emping-emping hasil produksi dipasarkan dengan cara Bu Marwati menyetorkan emping ini kepada pedagang di pasar, ada juga yang mengambil emping ke tempat produksinya langsung. Emping-emping ini tidak disalurkan langsung kepada konsumen yang berada di Malaysia, tetapi melalui perantara orang ke-3. Tak jarang juga konsumen datang langsung ke tempat produksi untuk mencicipi dan membeli emping produksi asli Desa Wirokerten.

Tidak mudah untuk membuat makanan tradisional khas dari nenek moyang menjadi maju dan dilirik oleh masyarakat. Diperlukan inovasi dalam mengikuti perubahan zaman dan mengikuti trend-trend terkini yang nantinya dilirik oleh kaum muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun