Mohon tunggu...
Deswita Ariani
Deswita Ariani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

suka makan dan tidur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Viral di Media Sosial, Pemuda Memukul Bocah Perempuan Secara Tragis di Payakumbuh

4 Desember 2024   08:06 Diperbarui: 4 Desember 2024   08:15 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Viral di Media Sosial, Pemuda Memukul Bocah di Payakumbuh

Kekerasan terhadap anak merupakan masalah sosial yang serius di Indonesia. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan sejumlah organisasi untuk menanggulangi masalah ini, angka kekerasan anak masih terus meningkat, menunjukkan tren yang mengkhawatirka. 

Kekerasan terhadap anak tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga pada kondisi psikologis, sosial, dan perkembangan masa depan. Kekerasan fisik seperti pemukulan dan penyiksaan meninggalkan bekas fisik dan luka psikologis yang akan terus di ingat oleh anak bahkan sampai dewasa. 

Berdasarkan data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ribuan anak tercatat menjadi korban kekerasan di berbagai provinsi di Indonesia setiap tahunnya. 

Terhitung sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2024, jumlah korban kekerasan anak di Indonesia mencapai 15.267 anak. Catatan SIMFONI-PPA ini sendiri mencakup berbagai jenis kekerasan yang dialami anak, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, trafficking, hingga eksploitasi.

Pada bulan September tahun 2024, sebuah insiden tragis terjadi di Payakumbuh. Insiden ini melibatkan seorang pemuda yang memakai kaos hitam  memukul seorang anak perempuan memakai pakaian muslim berwarna orange di dekat Masjid Piliang Kota Payakumbuh. 

Konflik ini berujung pada pemuda tersebut memukuli anak perempuan secara tragis, sehingga membuatnya mengalami luka parah. 

Menurut narasi video, insiden tersebut bermula ketika pemuda tersebut terlibat cekcok dengan dua anak perempuan di pinggir jalan. Salah satu anak perempuan, yang mengenakan pakaian biru, berhasil lari menyeberang jalan, sedangkan temannya yang berpakaian orange menjadi korban pemukulan yang terekam kamera. 

Kejadian ini segera menjadi sorotan di media sosial, Reaksi komunitas online sangat besar, dengan banyak netizen yang mengecam keras tindakan tersebut dan meminta agar kasus ini ditangani dengan serius oleh pihak berwajib. Anak ini mengalami trauma mendalam, sampai tidak ingin keluar dari kamarnya.

 Perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson mengatakan Anak-anak pada usia ini mulai mengeksplorasi lingkungan sosial mereka dan sering kali menghadapi tantangan baru. Tindakan kekerasan yang dialami bocah tersebut dapat menyebabkan rasa bersalah dan trauma sehingga mengganggu perkembangan psikososialnya. Laporan insiden ini dilakukan investigasi terkait kasus ini. 

Kasat Reskrim Polres Payakumbuh, AKP Doni Pramadona, membenarkan bahwa insiden tersebut benar-benar terjadi diwilayah hukumnya. Ia juga menyatakan bahwa kasus ini masih dalam tahap investigasi dan belum bisa memberikan informasi lengkap tentang korban maupun hubungan pelaku dengan korban. 

Tindakan pemuda tersebut dapat dianggap sebagai penguatan negatif bagi anak perempuan, yang mungkin mengajarkan bahwa kekerasan adalah cara untuk menyelesaikan konflik. Ini dapat berdampak pada perilaku sosial anak di masa depan dan dapat mempengaruhi cara ia berinteraksi dengan teman sebaya..

Kasus kekerasan yang terjadi, seperti pemuda memukul perempuan di Payakumbuh, dapat dilihat dari berbagai perspektif yang saling melengkapi. Dari sudut pandang psikologi, perilaku negatif  ini bisa disebabkan oleh kegagalan mengontrol emosi atau tekanan lingkungan yang memperkuat kekerasan sebagai respons terhadap konflik.

 Perspektif sosial menunjukkan adanya pengaruh budaya dan norma komunitas yang mungkin menoleransi kekerasan, sementara pendekatan pendidikan karakter memfokuskan pentingnya pengajaran nilai-nilai empati dan pengendalian diri sejak dini. 

Selain itu, teori intergenerasional menegaskan bahwa pola kekerasan dapat diwariskan dari generasi ke generasi jika tidak ada intervensi yang tepat. Dalam menghadapi kasus ini, pendekatan multidisiplin yang mencakup edukasi, rehabilitasi, dan kebijakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk memutus rantai kekerasan dan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis.

Kasus kekerasan ini dapat dianalisis menggunakan teori belajar sosial dari Albert Bandura, yang menyatakan bahwa perilaku agresif sering kali dipelajari melalui observasi dan peniruan. Jika pelaku tumbuh di lingkungan yang sering mempertontonkan kekerasan, baik secara langsung maupun melalui media, ia cenderung meniru perilaku tersebut, terutama jika tindakan itu sebelumnya mendapat penguatan positif, seperti mendapatkan rasa takut dari orang lain. 

Selain itu, teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg menunjukkan bahwa pelaku mungkin berada pada tahap  moralitas awal, di mana tindakan lebih didasarkan pada dorongan pribadi atau emosi sesaat tanpa mempertimbangkan nilai moral yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan perlunya pendidikan moral dan lingkungan yang mendukung pengembangan empati serta kontrol diri untuk mencegah kekerasan sejak usia dini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun