Mohon tunggu...
Desty Yunita
Desty Yunita Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suatu Kebaikan yang Tulus Berakhir dengan Kepahitan

19 Februari 2017   22:25 Diperbarui: 19 Februari 2017   23:20 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Short story.

Tiga hari sebelum kepulangannya, aku berniat untuk memberikan kejutan kecil untuk dirinya. satu minggu penuh aku dan dia tidak berjumpa sangatlah membuat rindu yg sangat teramat dalam. Memang terlalu berlebih, tapi itulah perasaan yg aku alami. Hampir setiap hari kita selalu bertemu, walau hanya untuk makan siang ataupun menampakan wajah saja. Karna dari itu kepergian dirinya membuat aku kehilangan gairah utk beraktivitas. Apalagi bulan ini adalah bulan kebahagiaan utk kita berdua.

Besok paginya aku tergopo-gopo mengais tasku untuk nenuntut ilmu. Di perjalanan, aku membuka dompetku, ada beberapa lembar uang 100.000 dan uang pecahannya. "Aku rasa cukupdeh uang segini, pasti aku bisa membuat seindah mungkin walau uangnya sedikit" ucapku dalam hati.

Jam menunjukkan 14.00 WIB, aku bergegas keluar dari kelas untuk mempersiapkan apa yg harus aku persiapkan. Memulai membeli balon-balon, dekorasi, rangkaian membuat bucket bunga, mengecek tempat yg bagus untuk aku nikmati bersama dia. Aku mulai fokus mengdekorasi seminim budget yg aku punya.

Aku mencoba membagi waktuku untuk mendekorasi dan mengecek ponselku jika ada pesan darinya. Membalas pesan ke pesan lg. Mengatakan kepadanya aku sangat menunggu kedatangannya besok. Tetapi, lama kelamaan isi pesan aku dan dia menjerumus ke sebuah pertengkaran. Aku berhenti berangkai bunga, dan mencoba untuk lebih membaca dan membalas pesan darinya.

Pertengkaian dlm ponsel trs menerus, hingga ada kata-kata yang dilontarkan darinya yg menyayat hatiku. Dengan rasa yg tidak tahan lg dgn emosi bahkan kecewa, aku mengatakan hal yg mgkn tak pantas aku ucapkan. Sentak aku sadar bahwa aku sungguh keterlaluan. Mungkin krn terlalu kebawa rasa letih seharian mencari sesuatu utk acara yg ku buat, atau mungkin amarah yg datang dr ucapan yang ia katakan tadi.

Aku mencoba membaca saja pesannya tanpa membalas. 1 jam kemudian, setelah emosiku menurun aku mencoba menghubunginya. Aku mencoba memberitahunya bahwa aku besok tdk bs menjemputnya memakai kendaraanku, tetapi aku akan berusaha menjemputnya dengan kendaraan umum. sangat mengecewakan, ajakanku itu di tolak mentah-mentah olehnya. Entah karena dia masih marah atau memang dia tidak ingin bertemu dgnku.

Gunting yg ada di tanganku terlepas, dan aku langsung terduduk lesu. Menatap dekorasi yg telah aku buat dengan susah payah dgn harapan kosong. Hatiku pilu, hujanpun turun dengan deras di bola mataku.

Aku menghubunginya dan mengungkapkan kekecewaanku terhadapnya. Mengirimkan gambar tentang kamarku yg berserakan  serpihan sampah-sampah bekas membuat dekorasi. Sampai akhirnya mulutku tak tahan menahan sakit dan mengeluarkan ucapan perpisahan. Ucapan itu membuat petir dlm hubunganku dengan dia.

Aku menangis sekencang-kencangnya. Melempar semua kertas-kertas, balon-balon, hiasan bahkan bucket bunga yg telah aku buat susah payah. Aku merasakan kekecewaan yang begitu besar.

Hari yang di nanti, ya benar hari dimana dia pulang dan menginjakan kaki di tanah kota ia lahir.aku menunggu pesan darinya untuk menghubungi, barangkali ia merubah pikiran untuk bertemu denganku. Tetapi tidak ada satupun dia memberiku kabar. Akhirnya siang aku mencoba menghibur diriku dengan berkumpul bersama keluargaku. Walau telah mencari alih-alihan untuk tidak memikirkannya tetap saja dia selalu berlari-lari didalam otakku. Sore hari aku menunggu dia mengunjungi rumahku, aku benar-benar menunggunya. Setiap bunyi motor yang sama dengannya aku mengintip lewat jendela, tetapi tetap bukan dia yang datang. Aku mulai sensitif setiap bunyi kendaraan yang melintas sekitar rumahku, karena aku benar-benar menunggu kedatangannya. Jam menunjukkan 22.30 WIB, waktu dimana harapanku pupus. Sudah hampir larut malam dan sudah beberapa jam aku menunggu dia, tetapi hasilnya tidak ada.

Aku mulai gelisah, dadaku sesak, air mataku turun tak berhenti. Aku merasakan getaran-getaran yang membuat aku lemah. Mencoba merebakan tubuhku yang lelah di tempat tidur kesayanganku. Menatap langit-langit kamar dengan mata yang sayu. Aku berbalik posisi badanku kekiri, ke kanan, telentang, duduk bahkan berdiri. Tidak ada posisi yang baik yang aku rasakan. Rasa gundah sangat menyiksaku. Tidur ku terganggu, memejamkan mata untuk beberapa menit saja tidak mau. 

Akhirnya aku mencoba mengambil ponselku, melihat album foto di ponselku, melihat koleksi fotoku  bersama dia. Oh Tuhan aku benar-benar merindukannya. Aku membuka laptopku, melampiaskan kesedihanku malam ini dengan rangkaian kalimat-kalimat di laptopku. Yaa aku mencoba membuat diary kecil di laptopku

Tiba pagi datang, ternyata aku tertidur di depan laptop yg masih hidup. kepalaku rasanya berat sekali, sedikit pusing, mungkin karena kurang tidur atau posisi tidurku yang duduk di depan laptop. Aku mencoba meraba ponselku dan mencoba melihat adakah pesan masuk darinya. Teryata tidak satupun pesan masuk di ponselku. Ah sial, benar-benar penat yang ku rasa.

Hari ini aku berniat dirumah saja, mungkin ia akan menemuiku. Aku mulai berpikir positif untuknya. Aku yakin ia akan menemuiku hari ini karena ini adalah hari minggu, hari dimana ia mengajakku untuk nontop di bioskop atau hanya nongkrong saja. Menit menit berlalu, pagi, siang, sore sudah aku lewati. Tetapi tidak ada sosok dirinya hadir di hadapanku.

Aku tidak pantang menyerah, aku yakin nanti malam ia akan kerumahku membawakan oleh-oleh untukku atas kepergian dirinya ke negera lain. Atau membawakan aku makanana seperti yang sering ia lakukan ketika ia kerumahku.  Jam menunjukkan 21.00 WIB, benar-benar tidak ada dirinya di hadapanku. Aku menitikkan air mataku, merasakan rasa sesak yang tak bisa dihentikan. Aku berlari kekamarku dan membanting tubuhku dikasur, menutupi diriku dengan selimut. “apakah dia memang tidak ingin bertemu denganku? Apakah dia tidak meyayangiku lagi?” kataku dalam tangis.

Aku mencoba mengingat lagi kebaikkan yang dia lakukan untukku, perayaan anniversary 2 minggu lalu yang ia beri untukku. Ke akraban kami ketika kam bertemu. Kecandaan, tawa, konyol, bahkan cerita-cerita kami saat bertemu. Inilah akhir harapanku. Aku rasa ini akhir hubunganku, penantianku. Aku sudah menunggunya, tetapi ia tak kunjung datang. Menampakan wajah saja enggan apalagi maaf yang akan ia lontarkan untukku, aku rasa itu mustahil.

Aku mencoba untuk tabah, untuk sabar dan ikhlas atas semua yang aku alami. Hari-hariku kosong, pandanganku kosong dan pikiranku benar-benar kacau. Aku mencoba untuk berdoa, meminta petunjuk dari Allah untuk hubunganku dengannya. Berdoa untuk yang terbaik untuk aku dan dia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun