ABSTRAK
Tradisi gilingan adalah tradisi turun temurun dari masa pemerintahan Belanda yang masih dilakukan sampai sekarang. Tradisi Gilingan ini dilakukan dengan menggiling beberapa hasil panen tebu dengan "pengantin glepung". Tradisi ini tidak hanya untuk tontonan semata, tradisi ini menjadi asal mula dilakukannya panen tebu untuk dijadikan gula. Tujuan dari penulisan teks ini untuk memperkenalkan tradisi ini dan menjelaskan asal mula terjadinya tradisi Gilingan.
Kata kunci : Tradisi, Belanda, gilingan, dan pengantin glepung
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki aneka ragam suku, bahasa, budaya dan tentunya juga tradisi salah satunya adalah tradisi gilingan yang menjadi salah satu ikonik desa Sragi yang selalu dinantikan oleh para warga sekitar maupun turis. Pabrik gula itu sendiri dibangun semenjak masa pemerintahan Belanda yaitu tahun 1836 yang dikerjakan oleh NV Cultuur Mij De Maas. Hal ini sudah dipastikan kebenarannya karena gambaran dari bangunan belandanya masih melekat pada pabrik gula itu sendiri.
Pabrik Gula Sragi didirikan sejak masa pemerintahan Belanda, yang didirikan oleh NV Cultuur Mij De Maas, pada tahun 1836. Hal ini di buktikan dengan bentuk bangunan-bangunannya yang mirip dengan bangunan-bangunan Belanda. Selanjutnya sekitar tahun 1928-1929 PG Sragi mengadakan rehabilitasi total, dengan kapasitas 1.500 ku tebu per hari. Pada tahun 1957, PG Sragi telah menjadi Perusahaan Perkebunan Nusantara ( PPN ). Dan sekitar tahun 1968, PG Sragi berhasil menjadi Perusahaan Negara Perkebunan ( PNP ) XV ( Persero ). Sekitar tahun 1975-1978 PG Sragi melakukan rehabilitasi kedua, dengan kapasitas 31.500 ku tebu per hari. Pabrik ini tepat terletak di sebelah Kantor Kelurahan Sragi, Kecamatan Sragi, Kab Pekalongan. Di pabrik ini sebagian jalur lori ( kereta api kecil pengangkut tebu ) masih dioperasikan. Dengan ditutupnya banyak pabrik gula di wilayah barat Pantura Jateng menjadikan PG Sragi menjadi satu-satunya pabrik tumpuan pengolahan tebu di wilayah itu bersama PG Sumber Harjo dan Pangka. Tebu disini diolah menjadi gula pasir, tetes sebagai bahan baku alkohol, dan penyedap rasa.
Pada saat mendirikan pabrik gula, Belanda kekurangan dana yang menjadikan pabrik gula kekurangan bahan untuk dibangun dan membuat tentara Belanda kehabisan opini lalu Belanda pun mengundang para penari ronggeng yang diiringi dengan gamelan serta melangsungkan pesta minum. Penari ronggeng diperintahkan oleh tentara Belanda menari di bangunan yang belum tergarap lalu dengan sengaja tentara Belanda mendorong penari ronggeng itu masuk ke dalam fondasi.
Roh penari itu pun berkeliaran di sekitar lokasi dan membuat warga ketakutan pada akhirnya roh itu pun meminta tumbal yaitu pengantin yang mana harus di giling seperti dirinya. Tetapi tradisi itu pun tidak dilaksanakan lagi karna para warga sekitar ketakutan dan menggantikan tumbal itu dengan pengantin glepung yaitu sepasang patung pengantin yang terbuat dari terigu.
Sama seperti pengantin pada umumnya pengantin glepung juga melaksanakan akad nikah pada umumnya. Setelah itu diarak keliling desa Sragi oleh para warga dan turis yang menggunakan becak serta sesaji lainnya setelah sampai di titik pemberhentian pengantin diberikan sambutan kepada para petinggi pabrik dan petua adat yang akan mendoakan, lalu pengantin glepung digiling dengan menganggapnya sebagai dua batang tebu terpilih yang menjadikan dimulainya masa panen dan produksi gula. Pokok dari tradisi ini yaitu sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang telah Tuhan berikan dan dilancarkannya produksi gula agar tidak memiliki hambatan apapun itu.
Dalam masa produksinya hanya berkisar 3-5 bulan per tahunnya, yang biasanya dimulai di bulan Mei. Biasanya pabrik ini memproduksi gula pada bulan Mei sampai Oktober yang disebut dengan musim "Giling"; mengiling tebu. Untuk memulai masa produksi diadakanlah acara tradisi Pesta Giling; sebuah perayaan menyambut penggilingan tebu yang sejatinya sudah dilaksanakan secara turun temurun. Dimana acara tersebut dikandung maksud untuk pengharapan atau persembahan guna kelancaran dan kesuksesan proses produksi nantinya. Adapun prosesi acaranya meliputi iring-iringan "Manten Glepung" yang dilakukan secara karnaval. Masyarakat sekitar sangat antusias dalam menyambut kegiatan tahunan ini, karena memang menjadi satu-satunya hiburan terbesar setahun sekali. Bahkan kadang ada wisatawan asing yang ikut meliput tradisi budaya kebanggaan kabupaten Pekalongan tersebut.
Bagian inti