Mohon tunggu...
Destyara Zanneta
Destyara Zanneta Mohon Tunggu... Lainnya - Finance

Digital Finance - 55521120011 Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K13_Auditing Usaha Perkebunan Sawit

15 Juni 2023   15:12 Diperbarui: 15 Juni 2023   15:27 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia berupaya memastikan keberlanjutan industri kelapa sawit negara melalui penetapan standar keberlanjutan yang disebut Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dalam peraturan presiden no. 44 Tahun 2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kemampuan petani dalam memenuhi standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) berdasarkan legalitas lahan petani di Indragiri Hilir. 

Dengan membandingkan legalitas lahan garapan petani swadaya, metode audit digunakan untuk melakukan analisis deskriptif kuantitatif kesesuaian dengan prinsip, kriteria, dan indikator ispo. Status hukum tanah petani kecil tidak lengkap, karena sebagian besar perkebunan kelapa sawit terletak di KBK dan sebagian besar tanah tidak memiliki sertifikat tetapi memiliki surat ganti rugi. Subsektor perkebunan di Indonesia menjadi salah satu sumber devisa nonmigas (Hervas, 2020; Mc Carthy et al., 2018). Pada tahun 2017 produksi CPO Indonesia naik dari 23,5 juta ton menjadi 26 juta ton atau tumbuh 11,01%, dengan jumlah produksi Indonesia masih menjadi penghasil minyak sawit terbesar. 

Produksi kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 33,23 juta ton, dihasilkan dari total luas perkebunan kelapa sawit nasional seluas 11,91 juta ha (Euler, Krishna, Schwarze, Siregar, & Qaim, 2017; Gatto, Wollni, & Qaim, 2015; Hartono, 2020). 54,64 persen perkebunan kelapa sawit nasional dibudidayakan oleh perusahaan swasta besar (PBS) dan 39,08 persen oleh rakyat. 

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola dengan tiga cara berbeda: oleh perusahaan, plasma, atau Petani Kecil ., 2019). Smallholder adalah cara pengembangan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan petani secara mandiri, meliputi pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran hasil (Noordwijk, Pacheco, Slingerland, & Dewi, 2017). Pola pengelolaan petani kecil menyumbang bagian terbesar dari luas lahan di tiga jenis pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dan pola perkebunan swadaya ini telah tumbuh dalam ukuran yang stabil (M. Apriyanto, Partini, Mardesci, Syahrantau, & Yulianti, 2021; Nuva , Fauzi, Dharmawan, & Kumala Putri, 2019). 

perkebunan sawit pemegang mal sangat penting untuk dipertimbangkan sebagai parameter studi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memastikan apakah petani kelapa sawit bersedia mematuhi kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Bukti lapangan menunjukkan bahwa sebagian dari perkebunan tersebut terletak di dalam kawasan hutan agraria yang dilindungi secara hukum. Lokasi studi dipilih secara sengaja, dengan tiga lokasi tersebut membentuk kelompok dari lima sentra perkebunan kelapa sawit teratas di Kabupaten Indragiri Hilir.Kempas Jaya, Teluk lanjut, dan Pelangiran adalah tiga desa di Kabupaten Indragiri Hilir tempat studi dilakukan. Penetrasi perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan merupakan tantangan yang signifikan terhadap keberlanjutan produksi kelapa sawit, terutama terkait dengan aktivitas deforestasi. 

Kami mengumpulkan data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data primer meliputi survei kuesioner dan wawancara mendalam (guided interview). Petani swadaya yang telah membudidayakan kelapa sawit minimal lima tahun (telah menghasilkan) dan panen minimal satu kali panen dipilih untuk berpartisipasi dalam survei. Responden dipilih secara acak, yaitu sebanyak 30 responden, dengan asumsi jumlah tersebut memenuhi jumlah minimum responden yang dibutuhkan untuk survei dengan rumus Slovin, dengan margin error 10%. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber otoritatif

metode yang digunakan Semua analisis statistik dilakukan di R [49]. membangun model untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan jumlah ketidakpatun per audit. , Karena variabel dependen mewakili hitungan data dan tersebar berlebihan, menerapkan regresi binomial negatif. menggunakan fungsi glm.nb dari paket MASS [50] untuk mengeksplorasi efek suite faktor (tabel 2) pada frekuensi ketidakpatuhan. Upaya audit diubah menjadi log untuk digunakan dalam model karena distribusinya condong ke kanan. melakukan analisis varians tipe-II menggunakan pendekatan rasio kemungkinan dengan fungsi Anova dari paket mobil [51] untuk menilai signifikansi berbagai variabel prediktor. mengukur signifikansi model dan pseudo r2 nilai menggunakan fungsi nagelkerke dari paket rcompanion [52]. Untuk menilai secara kualitatif heterogenitas dalam tema ketidakpatuhan, kami meringkas ketidakpatuhan kepadatan (ketidakpatuhan per audit) berdasarkan area tematik lintas faktor secara signifikan terkait dengan jumlah total ketidakpatuhan per audit. 

soal 1
soal 1

persamaan going concern
persamaan going concern

rumus audit
rumus audit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun