Bayangkan seseorang mendengar atau membaca bahwa gula merah lebih sehat dari gula putih, atau mandi dengan membasuh kepala terlebih dahulu dapat menyebabkan stroke. Ini merupakan hoaks yang banyak beredar dilingkungan sekitar, padahal kemunculan strok dipicu oleh terganggunya aliran darah ke otak, bukan disebabkan oleh aktivitas mandi. Padahal menurut peneliti Bruce Campbell, kunci pencegahan strok tidak dilakukan dengan mengatur alur proses mandi, namun dengan menjaga tekanan darah dan kolesterol, makan makanan yang sehat, tidak merokok dan olahraga teratur. Tetapi masih banyak yang menyebarkan hal tersebut ke lingkungan sekitar, ke media sosialnya tanpa memeriksa kebenarannya dan berakhir terjadi kecemasan yang tidak perlu dalam proses mandi.Â
Biasanya ini banyak terjadi di desa yang salah satu warga menyebarkan informasi palsu yang dibaca, lalu informasi itu berjalan dari mulut ke mulut yang akhirnya membuat seluruh masyarakat khawatir, ketakutan dan cemas akan informasi palsu yang beredar.Â
Apa yang akan terjadi? Banyak masyarakat yang akhirnya percaya dan menerapkanya di kehidupan sehari-hari, apalagi orang tua yang tidak memiliki akses untuk melihat informasi jelasnya, yang hanya dialurkan dari mulut ke mulut.Â
Saya juga sering melihat orang-orang disekitar saya yang ketika makanannya terjatuh, mengatakan "belum 5 menit, tidak apa-apa" padahal beberapa detik saja makanan jatuh ke lantai, itu sudah terjadi kontaminasi bakteri yang dapat membahayakan tubuh, jika memakannya kita bisa mengalami gangguan pencernaan seperti diare. Ini juga tidak hanya orang tua yang melakukanya, para anak muda bahkan anak kecil pun jadi membiasakan hal itu karena melihat kebiasaan buruk disekitarnya.Â
Seberapa sering Anda mengalami hal seperti ini? Hoaks medis bukan hanya sekedar masalah kecil. Tetapi ini bisa menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat. Namun, mengapa hoaks medis begitu mudah dipercaya oleh masyarakat, dan bagaimana kita dapat menghadapi masalah informasi palsu ini?
Di era digital saat ini, informasi kesehatan sangat mudah diakses, apalagi jika sudah menggunakan handphone dan memiliki jaringan internet. Kemudahan inilah yang juga bisa membuka jalan bagi penyebaran informasi-informasi palsu. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hoaks kesehatan merupakan kategori yang mendominasi hoaks di Indonesia pada tahun 2023. Contoh nyatanya adalah informasi yang mengatakan bahwa vaksin COVID-19 dapat menyebabkan kemandulan, yang membuat banyak orang takut dan akhirnya tidak mau divaksinasi. Walaupun para ahli sudah membantah informasi ini, tetap saja banyak yang percaya dan menyebarkannya.
Kenapa hoaks medis mudah untuk dipercaya? Salah satu penyebab terbesarnya adalah rendahnya tingkat literasi akan masalah kesehatan dilingkungan masyarakat. Masih banyak masyarakat yang tidak memiliki keterampilan untuk memilah informasi yang valid dari sumber yang meragukan. Tidak hanya itu, adanya pemikiran tertutup oleh masyarakat, keinginan mereka untuk percaya pada suatu hal yang sesuai dengan keyakinan individu inilah yang membuat hoaks lebih sulit diatasi dan lebih mudah untuk menyebar.
Tokoh kesehatan seperti dr. Reisa Broto Asmoro sering mengatakan dan mengingatkan kita tentang pentingnya literasi kesehatan untuk melawan hoaks dan penyebarannya. Ia pernah berkata, "Kita harus mendidik masyarakat agar tidak hanya percaya pada informasi pertama yang mereka baca, tetapi juga mengecek kebenarannya." Ini adalah nasihat yang sangat sesuai untuk diterapkan di tengah masyarakat dalam menghadapi arus informasi yang deras.
Akan tetapi, masalah ini tidak hanya bisa diselesaikan dengan nasihat saja. Banyak tantangan besar yang dihadapi, termasuk dalam kurangnya akses masyarakat terhadap sumber-sumber informasi kesehatan yang relevan dan dapat dipercaya. Selain itu, jalannya media social sekarang ini sering sekali mengutamakan konten sensasional, yang hal itu hanya bisa membuat hoaks lebih cepat beredar karena viral dibandingkan fakta-fakta yang berdasarkan data dan penelitian.
Jadi, solusi bagaimana yang dapat kita terapkan di tengah masyarakat, terutama ditengah keluarga kita sendiri? Salah satu cara yang tepat bagi masyarakat dalam menyaring informasi hoaks di media social adalah dengan menjalankan literasi media. Hal pertama yaitu, pemerintah dan lembaga kesehatan sebaiknya meningkatkan kampanye kesehatan dan literasi digital. Kampanye ini tentang cara memastikan kebenaran informasi, seperti memeriksa sumbernya dan mencari pendapat para ahli, meyakinkan masyarakat agar tidak langsung percaya dari satu mulut, harus memeriksa kebenaranya terlebih dahulu. Yang kedua, media sosial haruslah bertanggung jawab dalam mempertegas kebijakan terhadap penyebaran informasi-informasi palsu. Ketiga, masyarakat juga sebaiknya mengambil peran aktif dengan melaporkan konten yang meragukan, merugikan masyarakat dan membiasakan diri kita untuk tidak langsung mempercayai atau menyebarkan informasi tanpa adanya pemeriksaan dan pembuktian.Â
Dan yang paling penting adalah jangan langsung membagikan informasi yang belum jelas sumbernya. Dari berbagai pengalaman ini juga kita belajar bahwa edukasi literasi tentang kesehatan sangat penting sejak usia dini.