Mohon tunggu...
Andriy Shevchenko
Andriy Shevchenko Mohon Tunggu... wiraswasta -

Berfikir Secara Logika | Forza Indonesia | Forza Milan

Selanjutnya

Tutup

Bola

Jokowi dan SBY Tentang PSSI

7 April 2016   00:28 Diperbarui: 7 April 2016   00:38 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam Olahraga,

 

“Jokowi - SBY tau apa soal PSSI?''

karna di era SBY lah negara ini tak memiliki wibawa di mata PSSI. sepak bola amburadul.

idealnya SBY diam saja seperti saat ada konflik Freeport, karena dialah biang kerok dari semua kekacauan ini.
tapi karena SBY masih soksoan mentweet soal PSSI, maka ini yang perlu saya ingatkan.

ini masih soal Nurdin Halid dan antek-anteknya: La Nyalla dan Hinca Panjaitan. bagi yang belum baca tulisan SBY tau Apa Soal PSSI? silahkan dibaca dulu, suapaya nyambung.

sejak tahun 2004 lalu sebenarnya pemerintah merencanakan liga yang profesional. Meminta klub agar tidak lagi menyedot dana APBD. namun Nurdin Halid secara tegas dan keras menolak rencana tersebut.

jadi harap maklum kalau pengurus tim sepak bola rata-rata adalah anggota DPRD atau pengurus parpol setempat. merekalah tikus-tikus yang selama ini menyerap anggaran dan SBY bisa dengan bangga mengklaim “penyerapan anggaran sangat maksimal” yang kemudian dianggap prestasi. Hal jni juga menjadi faktor penting agar partai-partai koalisi bertahan memenangkan pemilu.

sepak bola profesional yang tidak membebani APBD hanya menjadi rencana. Nurdin Halid bersikukuh itu tidak boleh diterapkan. siapa yang bisa menentang Nurdin Halid saat itu? Tidak ada. karena SBY sebagai Presiden tak pernah berani bersikap.

jadilah selama bertahun-tahun sepak bola Indonesia menggunakan dana APBD. bahasa sederhananya, selain BBM, rakyat juga disubsidi untuk menonton bola.

APBD selalu berhasil diserap. Hasil penjualan tiket, hasil penyiaran ANTV Bakrie dan sponsor yang terpasang di kaos tim setiap klub raib entah ke mana. Tidak jelas. Yang jelas pasti terlihat hanyalah alokasi APBD untuk tim sepak bola setempat. PSSI dan PT Liga Indonesia tidak pernah mau diaudit. Alasannya klasik, tidak boleh diintervensi. Sampai di sini mohon maad kalau saya harus katakan bahwa sepak bola tempat paling aman dan nyaman untuk makan APBD.

ragam penolakan dan opini sepak bola profesional tanpa APBD terus disuarakan. namun kombinasi Nurdin Halid-PSSI-Bakrie tak bisa dirobohkan. Mereka tetap dengan pendiriannya, sepak bola harus pakai APBD. Persis seperti kata SBY, rakyat lelah, letih, lesu dan lemah. eh? kira-kira begitu.

gerakan penolakan ini memuncak ketika sekelompok sporter melalukan demonstrasi terpadu. Ini sekaligus akumulasi dari serangkaian kekecewaan masyarakat pada rezim SBY yang tidak memiliki wibawa sama sekali di mata PSSI.

pengusaha yang pro perubahan juga bersatu untuk revolusi PSSI. hingga pada 2011 terbentuklah Liga Primer Indonesia (LPI) yang mengusung liga tanpa dana APBD.

PSSI di bawah antek Nurdin Halid meradang. mereka tidak mau mengakui LPI dan liga tersebut dianggap ilegal. namun LPI terus berjalan. PSSI kembali mengancam akan memberikan sanksi berat pada semua klub, pemain dan perangkatnya yang terlibat di LPI. Pun LPI tetap berjalan. no hard feeling. hingga puncaknya, PSSI melarang semua pemain LPI berlaga membela tim nasional Indonesia. di mana SBY saat terjadi diskriminasi dan kesewenang-wenangan ini? mungkih sedang menyelesaikan album terbarunya.

dalam situasi seburuk itu, pemerintah diam saja. tak berani melakukan apa-apa. Indonesia takut dengan PSSI. ya, sekali lagi negara ini takut dengan PSSI.

akhir dari perseteruan ini sempat menumbangkan Nurdin Halid dan antek-anteknya. namun seperti yang saya ceritakan pada artikel sebelumnya, La Nyala Mattaliti membuat gaduh dan membentuk KPSI. Membuat PSSI tandingan. Sehingga kalau disederhanakan, PSSI kembali dikuasai oleh antek Nurdin Halid seperti La Nyala dan Hinca setelah difasilitasi oleh Roy Suryo. PSSI hasil revolusi hanya menyisakan Djohar Arifin sebagai ketua boneka, yang semua wewenangnya dikendalikan antek Nurdin Halid. Dan mereka kembali memperjuangkan sepak bola disubsidi APBD.

selama rezim SBY ini, entah berapa ratus pemain tidak digaji oleh klub. mereka terus dipaksa bermain, sementara klub tidak pernah membayar.

beberapa pemain asing meninggal karena sakit dan tidak memiliki dana berobat. Gaji Diego Mandieta (Paraguay) sebesar 131 juta baru dibayarkan setelah pemain tersebut meninggal dunia. Jenazah Salomon Bogoundo (Kamerun) bahkan sempat tertahan di bandara selama 2 minggu, baru kemudian PSSI mau menanggung biaya pemulangan jenazahnya. lalu di mana SBY saat itu? diam saja.

nasib lebih baik dialami Moukwele, dikontrak 300 juta tapi hanya dibayar 80 juta. dia menjalani hidup yang berat di Indonesia dan sempat sakit juga. namun beruntung nyawanya tertolong karena sumbangan dana dari rekan setimnya. kemudian dia pulang ke negaranya, Kamerun. tau apa komentarnya sebelum dia pulang? “terimakasih atas bantuan kalian, terutama Mustain. saya kapok bermain di Indonesia.”

selain itu 11 pemain PSMS pernah menuntut keadilan ke PSSI. mereka berdemo meminta gaji yang sudah 10 bulan tidak dibayar. namun apa yang dilakukan PSSI? menolak mereka dan bahkan tak sedikitpun memberi sanksi pada klub. 11 pemain tersebut terpaksa jadi gelandangan di Jakarta. di mana pemeritah SBY? Takut. tak boleh intervensi. see?

Hidayat Berutu, mantan kiper timnas U22 harus menjual medali dan kostum timnasnya untuk berobat. Gajinya 5 bulan tidak dibayar oleh mantan klubnya. demi menyambung hidup dia harus main sepak bola antar kampung.

lalu masih ada yang mau membanggakan SBY sang presiden pengecut itu??? ke mana SBY saat itu?

sebelum saya lanjutkan artikel ini, saya ingin sedikit bernyanyi. ada yang tau lagu “terlatih patah hati?” yang tidak tau tak mengapa. kira-kira liriknya akan saya ubah begini:

pemain tak dibayar? sudah biasa
pemain mati tak digaji? sudah biasa
wasitnya dipukuli? sudah biasa
namun satu yang pasti aku akan tetap bernyanyi

selain cerita tersebut tentu masih banyak (Persebaya 1927, Arema Indonesia, Persema, Persibo dibekukan begitu saja) namun setidaknya beberapa paragraf sebelumnya sudah sangat mewakili betapa tragisnya sepak bola Indonesia. betapa angkuhnya PSSI. betapa pengecutnya negara ini, Indonesia.

ada yang berpikir kenapa PSSI sedemikian arogannya? apa maksudnya?

saya tak ingin berandai-andai atau memberi jawaban prediksi. tapi opini yang terbentuk saat itu publik mulai lengah dan lelah. kemudian berharap sepak bola kembali disubsidi APBD. saya kutip saja pernyataan wakil KONI Riau, Yuherman, saat itu yang pro Nurdin Halid.

“tanpa dana APBD mana mungkin klub-klub kecil bisa membiayai segala kebutuhan hidupnya? saya rasa tidak hanya Riau saja klub sepak bolanya akan gulung tikar, namun hampir semua klub di Indonesia ini akan mengalami hal yang sama. perlahan namun pasti arah itu sepertinya akan ke sana.”

ya, inilah bentuk perjuangan Nurdin Halid yang sering disebut baginda karena saking kuatnya. perjuangan yang tak peduli dengan nyawa manusia apalagi hukum, karena jika itu memang diperlukan, maka itulah yang akan mereka lakukan. perjuangan agar sepak bola tetap memakai APBD. perjuangan agar pengurus klub sepak bola adalah anggota DPRD setempat, tidak mengerti sepak bola tak masalah, asal mereka bisa cairkan dana APBD.

PSSI masih coba terus upayakan sistem kerajaan dan full kontrol. sehingga skor bisa mereka atur. Sepak bola hanya dagelan atau akting, bukan olahraga. Sepak bola hanya media untuk menyedot APBD. PSSI menjadi ‘Tuhan’ yang menentukan skor di meja-meja judi. Semua sudah nyaman seperti itu. Pengurus klub dan PSSI memang harus orang yang tidak mengerti bola. menterinya harus orang yang tidak nasionalis, tidak paham olahraga dan tidak punya kepentingan lain kecuali “makan-makan APBD.” Bukankah inilah alasan SBY menunjuk 'pakar video porno' sebagai Menpora?

kalau sampai sepak bola dikelola profesional seperti luar negeri, pemain benar-benar bermain bukan tunduk pada PSSI karena takut tidak digaji, dan skor tidak bisa diatur lagi, maka selesailah semua pesta pora para tikus-tikus koalisi biru dan kuning. Anda tau partai apa? Silahkan pikir sendiri.

jangan heran kalau timnas kadang begitu beringas seperti macan lepas dari kandang. tapi kadang juga seperti kucing yang ketakutan karena diikat lehernya. jangan heran. semua sudah dikondisikan.

pada piala AFF 2010 lalu, semua pelajar di Malaysia diundang ke KBRI Kuala Lumpur. perwakilan PSSI memberi kaos berlogo “Bakrie Land” plus tiket gratis masing-masing sepuluh tiket perorang yang hadir. Oh mohon maaf ini bukan fitnah. saya salah satu mahasiswa yang hadir di sana saat itu. Salah satu buktinya adalah gambar diatas, kami berfoto sebelum masuk stadion dan melihat timnas kalah 3-0 dari Malaysia. Kalah dengan blunder lucu dan sinar laser.

sampai akhirnya setelah kalah telak seperti kucing ketakutan, takut hanya karena sinar laser yang sebenarnya sudah sangat-sangat biasa terjadi, saya jadi tau bahwa semua sudah dikondisikan. semua sudah diatur, termasuk skor.

perbandingan itu terasa saat AFF 2012 dimana saya juga masih di Kuala Lumpur. Tak ada bagi-bagi kaos. tak ada obral 10 tiket permahasiswa. skuad Nil Maizar yang tak dibiayai pemerintah itu tetap berangkat atas nama Indonesia. dengan segala keterbatasan pemain yang dilarang memperkuat timnas. saat itu timnas cukup beringas meski hampir semua pemainnya adalah pemain baru atau alumni U23. Kalah memang, tapi kalah setelah permainan selesai. bukan sebelum selesai sudah menyerah. tak ada blunder lucu.

tapi beruntung akhirnya Indonesia benar-benar memiliki Presiden sungguhan. Jokowi. bukan jenderal, bukan pimpinan partai, tapi punya nyali. menantang semua orang yang main-main terhadap negara ini.

Jokowi bisa dengan mudah membubarkan Petral, tembak mati pengedar narkoba, tenggelamkan ratusan kapal ilegal, mudah. Tapi PSSI lebih kuat dari itu. PSSI memiliki semua perangkat yang memungkinkan tetap melawan negara ini. Mereka punya jaringan orde baru yang sudah terlanjur mengakar. Indonesia tak boleh ikut campur urusan PSSI. Hinca bahkan sesumbar mengatakan “sepak bola milik FIFA.” menolak semua bentuk intervensi.

setelah PSSI diambil paksa oleh La Nyalla dan hanya menyisakan Djohar sebagai ketua boneka, 2015 lalu La Nyala berhasil menjadi ketum PSSI sungguhan. Ini alurnya akan sama saja. Seperti dulu lagi. wasit dipukul pemain, rusuh, penalti di akhir laga, kartu merah dan segala dagelan sepak bola.

selama PSSI diberi sanksi, pemerintah Jokowi memberi contoh pertandingan yang fair. Lihatlah di Piala Presiden, Piala Sudirman, Bali Island Cup dan seterusnya. apa ada wasit dipukuli? apa ada sepak bola gajah? apa ada kartu merah kontroversi? seberapa sering penalti di menit 90? silahkan dipikirkan lagi.

mereka bisa berlaga tanpa APBD. tak perlu ada lagi pemain yang mengamen hanya untuk menyambung hidup dan mati karena sakit tak dibiayai.

memang ada keluhan pemain tidak bisa main, tidak ada liga, tidak dapat pemasukan. tapi daripada ada liga tapi gaji tidak dibayar? daripada ada liga hanya untuk main sinetron dan skor sesuai pesanan? ikut kompetisi internasional hanya setor skor ke raja judi? silahkan dipikirkan lagi.

ada salah satu komentar yang masuk ditulisan saya dan sangat menarik. sepak bola Indonesia ini seperti orang sakit kronis yang harus segera dioperasi supaya sehat. Yang namanya dioperasi memang menyakitkan, disayat. Tak ada jaminan setelah operasi selesai pasti sembuh. tapi itu harus dilakukan. Kalau belum sembuh, maka harus dioperasi lagi.

nah, sanksi 1 tahun inilah proses operasi dan penyembuhan. Jika melihat ‘terapi’ pertandingan dengan contoh sepak bola profesional, tertib dan dibayar, harusnya setelah ini kita benar-benar menonton pertandingan sepak bola, bukan drama dan skor yang sudah diatur. Harusnya antek-antek Nurdin Halid malu jika masih mau menggrogoti sepak bola Indonesia.

harusnya pemain dan klub tidak takut lagi pada antek Nurdin Halid. bukankah sudah setahun terapi? Kalau dulu saat pertama pemerintah berwacana gulirkan turnamen, banyak klub yang menolak ikut karena banyak alasan (tapi sebenarnya takut ke antek Nurdin Halid) kita maklum. Tapi setelah setahun baik-baik saja, mereka berlaga dengan tenang, dibayar dan tak ada sanksi apapun, harusnya ini menyembuhkan mental semua klub dan pemain.

kalau sampai di sini masih ada fanboy SBY yang menyanjungnya, lalu menyalah-nyalahkan Jokowi atau Imam Nahrowi, mungkin anda perlu dibuat sekarat di rumah sakit, tak perlu dibiayai, agar mereka bagaimana rasanya PSSI rezim SBY. Karena selama ini banyak orang atau keluarga pemain bola meninggal dengan cara seperti itu. sementara gaji mereka tak kunjung dibayar. ya supaya anda tau saja sakitnya di mana.

create : pakar mantan = seword.com

 

#ForzaIndonesia

 

Salam Kebenaran..Salam Kejujuran..Salam Kedamaian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun