Senja itu mendekati waktu magrib, Ican dan pak Kiraman sampai di kampung halaman. Tadi di stasiun mereka bertemu dengan Bu Halimah, guru Ican di MTsAIN. Dengan rasa sungkan dan iba, beliau menyampaikan bahwa beasiswanya untuk ke Mesir belum ada kepastiannya, entah jadi terealisasi entah tidak, dan menyarankannya untuk mendaftar saja di sekolah yang dia kunjungi. Tadi Ican sempat menceritakan bahwa dia baru kembali dari Padang Panjang dan melihat-lihat sekolah di sana.
Sebenarnya Pak Kiraman sudah menduga hal itu akan terjadi, karena sebelumnya juga pernah terjadi. Kanwil menjanjikan untuk menyekolahkan pemuncak Ujian Negara, namun tak pernah terjadi. Tapi beliau merasa iba untuk menyampaikannya secara langsung. Begitu pula dengan Bu Halimah. Sebenarnya janji itu pasti tidak akan terealisasi, tapi beliau tidak sanggup melihat raut kecewa murid yang disayanginya itu apabila tahu bahwa semua janji yang sudah dibuat hanyalah tinggal janji saja.
Ada sedikit rasa kecewa dari raut wajah Ican. Tentu saja. Siapa pun pasti akan merasa kecewa. Tapi dia sudah memiliki rencana lain yang akan dilaluinya tiga tahun ke depan, jadi dia tidak sedikit pun patah semangat. Yang sudah dipelajarinya bahwa pintu rezki itu datangnya bisa dari mana saja, begitu pula dengan pendidikan yang merupakan rezki dari Allah. Tak jadi ke Mesir, Padang Panjang pun jadi.
Simak kelanjutan kisah Perjalanan Si Tukang Beruk (Part 6) yang tentunya akan lebih seru lagi...