Mohon tunggu...
Destin Ade Kevin
Destin Ade Kevin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

to God be the glory

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Jadi Petani Milenial, Siapa Takut?

16 November 2022   22:11 Diperbarui: 16 November 2022   22:21 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sawah (sumber: padangkita.com)

Apa yang terlintas di kepalamu saat mendengar kata "pertanian"? Apakah terlintas dalam benakmu bahwa pertanian adalah suatu pekerjaan yang kotor, kuno dan rendah? Saat ini, pertanian sering dipandang sebelah mata oleh generasi muda sebagai pekerjaan yang rendah, kotor, dan kuno sehingga banyak orang enggan untuk menjadi petani. 

Padahal, sektor pertanian memegang peranan penting terhadap pendapatan nasional. "Selama bumi dipijak, tani dijunjung", selama manusia hidup di dunia ini dan memerlukan makanan, di sinilah pertanian memegang peranan yang sangat penting. Minggu, 13 November 2022 pada Global Food Security Forum di Bali, menteri pertanian Indonesia, Syahrul Yasin Limpo menyatakan, "Pangan adalah human rights". Kebutuhan makan ialah hak yang dimiliki setiap manusia.

Ketertarikan generasi milenial dalam sektor pertanian sangat rendah. Padahal, saat ini usia produktif di Indonesia didominasi oleh kaum milenial (menurut data BPS 2019). Diperkirakan pada tahun 2020 hingga 2030 akan meningkat sebanyak 70% (Anggraini, R. S, et al. 2020). 

Oleh karena itu, generasi muda yang berjiwa milenial sangat dibutuhkan untuk melanjutkan tongkat estafet petani generasi tua di Indonesia dan menjalankan regenerasi dalam merealisasikan cita-cita dan harapan bangsa di sektor pertanian yaitu memajukan pertanian yang lebih baik lagi berbasis teknologi yang penuh inovasi dan kreativitas.

Banyak hal yang menyebabkan generasi muda kurang tertarik dengan sektor pertanian. Penyebab pertama yaitu reputasi dari sektor pertanian dianggap kurang bergengsi bagi generasi muda di era modern saat ini karena pertanian di Indonesia belum gencar menggunakan teknologi dan banyaknya petani yang masih menggunakan alat tradisional (Susilowati, 2016). 

Penyebab kedua yaitu karena lahan yang kurang memadai dan adanya alih fungsi pertanian menjadi industri; sehingga generasi milenial saat ini memiliki persepsi bahwa pertanian memiliki risiko yang tinggi, pendapatan yang kurang stabil dan tidak menjamin kesejahteraan petani. Selanjutnya, tidak adanya dukungan dari orang tua juga menjadi faktor penghambat regenerasi petani muda. (Yusnita et al, 2019).

Pemerintah telah menyusun enam strategi untuk mendorong generasi milenial masuk ke dalam sektor pertanian, yaitu: 

(1) Konversi pendidikan tinggi ke pelatihan kejuruan pertanian. Penelitian (Agwu, et.al, 2014) menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan kaum muda membuat mereka cenderung bekerja di sektor pertanian kecil. Pendidikan tinggi mendorong kaum muda untuk meninggalkan negara itu dan mencari pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. 

(2) Inisiasi program pembinaan wirausaha muda pertanian. 

(3) Pelibatan mahasiswa/lulusan/petani muda untuk memperkuat pembinaan/pengawasan Kementerian Pertanian. 

(4) Dibentuk kelompok usaha bersama terfokus (KUB). 

(5) Pelatihan dan magang bagi petani muda di bidang pertanian. 

(6) Optimalisasi tenaga pendamping untuk pembinaan dan pengembangan petani muda, dapat dengan menarik minat generasi untuk bertani dengan melakukan kegiatan bertani dengan paket teknologi. 

Pembangunan pertanian saat ini berorientasi pada teknologi dan menjadi syarat mutlak bagi pertumbuhan pertanian (Silaban dan Sugiharto, 2016). Insentif dan pelatihan di bidang pertanian dapat dipromosikan secara langsung melibatkan generasi muda di bidang pertanian.

Generasi penerus bangsa harus mampu memberikan kontribusi dan ikut mengembangkan sektor pertanian di Indonesia. Kemajuan bangsa ini sangat bergantung pada generasi milenialnya untuk terjun di sektor pertanian, dalam bidang agribisnis ataupun agroindustri. 

Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat, seharusnya hal ini dapat mempermudah petani milenial untuk lebih mengembangkan potensi dirinya dan menerapkannya secara langsung di lapangan. Untuk dapat mengembangkan diri dengan baik, pertanian harus ditekuni sedari remaja. 

Semakin banyak pengetahuan dan pengalaman akan bertani menyebabkan petani dapat mencermati dengan teliti dan cermat mengenai proses pengolahan pertanian yang terjadi di lahan (Saraswati et al., 2022).

Sebagai generasi milenial, kewajiban yang paling utama adalah belajar. Setelah munculnya minat untuk terjun pada sektor pertanian, langkah awal yang dapat dilakukan yaitu mempelajari terlebih dahulu materi terkait pertanian, diselingi juga dengan pelaksanaan praktik di lapangan agar menambah pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari. 

Seorang petani bukan hanya tentang menanam dan membajak di sawah, tetapi juga mempelajari mengenai lapangan, tantangan yang harus dihadapi, hingga mampu untuk meminimalisir adanya risiko yang dapat terjadi selama produksi. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang mendalam, dapat memunculkan kemungkinan, usaha yang dilakukan akan berhasil dan lancar.

Berdasarkan perspektif yang telah disampaikan, menunjukkan bahwa menjadi petani milenial bukanlah suatu hal yang memalukan, kuno, dan dianggap rendah. Justru, ketika kita menjadi generasi penerus bangsa yang mampu memajukan sektor pertanian, itu merupakan hal yang membanggakan dan berarti kita terlibat memajukan kehidupan masyarakat Indonesia. 

Bagaimana bisa? Karena pertanianlah yang menghasilkan produk-produk pangan, dimana pangan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Oleh sebab itu, sebagai generasi milenial, kita harus membuka mindset kita lebih luas lagi dan mulai menanamkan rasa minat pada sektor pertanian, karena pertanian Indonesia membutuhkan generasi muda untuk bergerak. Yuk, jangan takut jadi petani milenial!

Penulis: Amelia Zafirah Putri, Agatha Kurnicova BR Sembiring, Destin Ade Kevin, Salsa Lutfi Amaliya (Kelompok 8)

DAFTAR PUSTAKA

Agwu, N.M, et al. (2014). Determinants of Agricultural Labour Participation Among Youths in Abia State, Nigeria. International Journal of Food and Agricultural Economics. 2(1):157-164.

Anggraini, R. S, et al. (2020). Pendampingan Gerakan Petani Milenial di Provinsi Riau. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Riau, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Pekanbaru.

Riyanto, Arif (2022). Menteri Syahrul: Pangan Soal Kemanusiaan, Tak Boleh Ekspor Dihambat. PT. Semarang Intermedia Digital. Semarang. Online. Diakses pada 14 November 2022.

Silaban, L. R dan Sugiharto (2016). Usaha-usaha yang Dilakukan Pemerintah dalam Pembangunan Sektor Pertanian. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA. 4(2):196-210.

Susilowati, S. H. (2016). Fenomena Penuaan Petani Dan Berkurannya Tenaga Kerja Muda Serta Implikasinya Bagi Kebijakan Pembangunan Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 34(1):35-53.

Saraswati, et al. (2022). Pengaruh Efikasi Diri, Motivasi dan Komitmen Terhadap Keberhasilan Agribisnis Petani Milenial di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pertanian Agros. 24(2):750-760.

Yusnita, E. et al. (2019). Gambaran Krisis Petani Muda Di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian, 8(2):169-177.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun