Marxisme merupakan salah satu teori hubungan internasional yang mengkritik sistem kelas antar manusia yang sudah ada sejak dahulu kala. Diambil dari nama terakhir pencetusnya, yaitu Karl Marx, seorang filsuf, sosialis revolusioner asal Jerman. Beliau terlahir dari keluarga menengah dan mendalami filsafat dan hukum. Ia melahirkan konsep teori Marxisme berdasarkan penelitian dan berbagai peristiwa yang ia lihat sepanjang hidupnya.Â
Teori Marxisme sendiri berpusat kepada pembagian antar kelas di dalam strata kemanusiaan. Terdapat dua golongan yang ada didalamnya, yaitu golongan pemerintah atau kelas atas sebagai pengendali alat produksi (borjuis) dan kaum buruh sebagai tenaga kerja kasar yang tertindas (proletar). Konsep teori ini kerap menjadi bahan perbincangan di setiap lahan pekerjaan, karena rentan akan terjadinya eksploitasi yang dilakukan oleh kaum borjuis terhadap kaum proletar. Juga dapat menjadi salah satu aspek dalam kemanusiaan yang haknya dapat diperjuangkan oleh kaum buruh lainnya di dunia.Â
Disamping permasalahan akan terbaginya kelas dalam skema kehidupan, teori ini juga membahas terkait sosialisme yang terbentuk karenanya. Sosialisme yang dimaksud adalah dimana masing-masing akan mendapat hak dan jatahnya secara rata dan sama tanpa adanya perbedaan hasil milik atau jabatan. Hal ini juga dapat disangkut pautkan dengan paham komunisme, yang mana dalam ajaran komunisme sendiri seperti yang diketahui bahwa suatu benda milik orang lain maka akan menjadi miliknya juga, dalam artian tidak ada hak milik pribadi, tetapi menjadi hak milik bersama baik itu uang, benda, dan lain sebagainya.Â
Konsep teori Marxisme juga ingin menetapkan sistematik produksinya sendiri yang biasa disebut dengan mode produksi sosialis. Kaum proletar akan mengontrol sistematis produksi apapun itu, baik infrastruktur, perdagangan, dan bisnis dengan caranya sendiri. Kemudian keuntungannya akan dibagi rata kepada sesama. Hal ini menjadi salah satu tujuan revolusi Marxisme untuk keluar dari belenggu kaum kapitalisme.Â
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dikirimkan ke luar negeri sebagai bentuk kerjasama di bidang jasa tentu tak luput dari perlakuan diskriminatif. Contohnya seperti beberapa TKI yang dikirimkan ke Malaysia, Timur Tengah, China, dan lainnya yang kerap mendapat perlakuan semena-mena dari majikannya. Mereka dianggap sebagai alat untuk bekerja dibawah tekanan dan perlakuan kasar, dan bahkan kadang tak jarang ada yang tidak digaji selama berbulan-bulan lamanya.Â
Tentu, TKI melalui Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang mengurus perizinan serta berkas-berkas yang diperlukan untuk bekerja ke negara lain. Namun, mereka tidak menyediakan jaminan terkait kekerasan dalam pekerjaan. Hal ini yang sering kali terjadi pada pekerja TKI di luar negeri. Mereka acap kali mendapat perlakuan semena-mena, layaknya seperti budak pada zaman dahulu kala. Padahal, para TKI inilah yang menghasilkan devisa negara kita. Pada tahun 2021, menurut data dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), para Pekerja Migran Indonesia (PMI) menyumbang devisa negara sebesar 130 Triliun. Hal ini jelas saja mereka dapat disebut sebagai pahlawan devisa negara.
Namun kenyataan tidak semanis hasil. Masih banyak para pekerja Indonesia yang terkesploitasi diluar sana. Di tahun 2021, menurut Katadata, ada sekiranya lebih dari seribu aduan terkait eksploitasi hak pekerja di luar negeri. Baik secara pelecehan, pemalsuan berkas dokumen, perdagangan manusia, upah yang tidak dibayarkan, dan lain-lain. Itu pun yang terdata secara resmi, bagaimana dengan yang tidak? Tentunya masih banyak lagi, belum dari para pekerja ilegal dari Indonesia yang bahkan tidak bisa dipulangkan karena satu dan lain hal.
Dilihat dari perspektif Marxisme, hal ini jelas saja menjadi kritikan besar terhadap kesenjangan kaum proletar. Mereka terpaksa bekerja dibawah tekanan, mencari uang hingga keluar negeri demi menafkahi keluarganya, hingga akhirnya mereka pun tetap tertindas di negeri orang. Kesenjangan yang ada jelas terlihat dengan perlakuan para majikan-majika yang menganggap para pekerja ini sebagai seorang budak dan alat saja, bukan sebagai manusia seutuhnya. Dan tentunya negaralah yang menerima keuntungan besarnya.Â
Tetapi apakah harus seperti itu? Manusia-manusia pekerja keras yang menjadi tulang punggung keluarga, mendapat perlakuan seperti layaknya mahkluk hina, dan tidak bernilai di mata kaum borjuis? Tentunya tidak dapat diabaikan. Indonesia masih harus memerhatikan kesejahteraan masyarakatnya, baik itu secara fisik, moril, dan bantuan-bantuan yang dapat meringankan beban mereka. Tanpa mereka negara tidak akan bisa mendapat pemasukan besar secara terus-menerus, merekalah salah satu sumber terbesar penghasilan negara.Â
Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa konsep teori dari Marxisme akan terus ada selama sepanjang hidup. Selalu akan ada perbedaan kelas antara kaum Borjuis dan kaum Proletar. Kesenjangan yang abadi tidak dapat dihindarkan bagaimana pun situasi dan kondisinya. Jalan keluar satu-satunya menurut Karl Marx hanya satu yaitu revolusi besar-besaran serentak yang dilakukan oleh kaum buruh.Â
Hal tersebut menurutnya dapat menumbangkan sistem kapitalis yang terus menindas rakyat kecil seperti buruh dan pekerja kasar lainnya. Karl Marx percaya melalui teorinya bahwa dengan revolusi dapat menghilangkan sistem kelas antar manusia, menghilangkan perbedaan yang ada, dan menjadikan seluruh manusia menerima segala sesuatu secara sama rata tanpa adanya perbedaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H