Mohon tunggu...
Desti Noer Ambarwati
Desti Noer Ambarwati Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

Jangan lupa bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis yang Malang

30 September 2019   07:57 Diperbarui: 30 September 2019   18:47 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berjalan ke kamar.
     "Hari ini hari dimana kehidupan yang sebenarnya dimulai." batinnya.
Akupun mengambil selembar kertas dan pena, lalu kutuliskan kata demi kata keluh kesah ku di kertas putih itu.

Terkadang aku merasa lelah. Lelah dengan kehidupan yang aku jalani saat ini. Aku merasa muak. Muak dengan segala jenis sandiwara yang ada di hidup ini. 

Aku hidup tapi terasa ada yang kurang, seperti sebagian jiwaku hilang entah kemana. Aku hidup tapi terasa sepi, seperti di tengah kerumunan namun tak ada seorangpun yang benar-benar ku kenal. Aku hidup terasa mati. Hari yang ku jalani berlalu begitu saja, tanpa ada sesuatu yang berarti. Hidup macam apa ini? Apakah ini hidup yang aku inginkan? Hingar bingar dunia begitu memekakkan telingaku. 

Gemerlap dunia serasa membutakan mataku. Keegoisan dan keserakahan menyeruak dan menyesakkan dadaku. Aku pernah mendengar orang bijak berkata, "Dunia yang indah adalah dunia dimana kita ada didalamnya". Aku rasa kalimat itu memang ada benarnya. 

Dulu saat aku masih begitu kecil dan naif, aku berfikir jika menjadi tumbuh dan dewasa itu menyenangkan, tapi tidak. Bukan aku tidak bersyukur namun itulah keluh kesah ku. 

Jika aku bisa kembali menjadi anak kecil yang naif lagi, mungkin aku memilih takkan pernah berfikir jika menjadi dewasa akan menyenangkan. Mungkin jika aku bisa kembali pada waktu dimana semuanya hanya ada tawa dan bahagia takkan ku sia-siakan setiap detiknya. 

Karena bagi diriku, menjadi tumbuh dan berubah sangatlah menyakitkan. Aku rindu saat dimana aku hanya berfikir untuk bermain dan bersenang-senang. 

Aku rindu masa itu, masa dimana tertawa dan bahagia semudah mengedipkan kelopak mata. Aku rindu masa itu, dimana kasih sayang kedua orang tuaku terasa hangat dan membuatku kuat. Aku rindu, rindu semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun