Namun Mutiara belum menemukan kemantapan hati. Perlu pertimbangan yang lebih dalam lagi. Sanggupkah meluruskan niat ? Memilihnya  bukan karena  alim dan rupawan.
Ada juga Edo.
Umurnya 5 tahun lebih muda. Pemuda mapan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena mengentaskan adik-adiknya menjadi prioritas utama, menyebabkan menunda untuk menikah.
Pertimbangannya mencari istri sudah bukan hanya memenuhi hawa nafsu belaka. Namun mencari yang ada chemistry jiwa. Sehingga diharapkan seiring sejalan berjalan beriringan bergandengan tangan menuju tujuan yang ditetapkan.
Edo menemukan kriteria istri idaman pada Mutiara. Sebenarnya sudah enam bulan yang lalu menyampaikan maksudnya namun Mutiara menolaknya dengan halus. Entahlah....dia belum bisa mendamaikan hatinya.
Sementara itu, Mutiara sudah mulai mengurangi interaksinya dengan ibu-ibu komplek sekitar rumahnya. Beberapa kasak kusuk sempet terdengar memerahkah daun telinga. Ada yang khawatir suaminya mendua.
Meski usia sudah diangka empatpuluhan, namun masih terlihat muda. Â Ada aura tersendiri yang membuat siapa saja senang bila memandang. Tanpa pendamping, mulai memancing fitnah dan menghambat gerak langkah.
Menyadari hal itu, Mutiara mungkin harus membuka sedikit jendela hatinya. Berusaha menghapus luka menganga dan mengubur dalam-dalam kenangan lama.
Sanggupkah ia melangkah menuju mahligai yang baru ? Ataukah ia kuat menahan duka yang lebih perih ? Melawan stigma negatif seorang janda ?
Kepala berdenyut-denyut. Gairah hidup yang sempat meresapi qalbu subuh tadi mendadak pergi. Tubuh lunglai bagai dilepasi tulang belulang yang menyangga raga selama ini.
Perlahan menyandarkan kepala, air mata mulai menetes, menyadari betapa ujian hidup itu berat. Perlu menguatkan hati untuk bertahan. Membutuhkan kejernihan hati untuk memutuskan kemana harus melangkah.