Mohon tunggu...
carolina destika
carolina destika Mohon Tunggu... Lainnya - menulis sepanjang hari

komitmen untuk senantiasa memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Secuil Hati Ibu

28 Oktober 2020   02:35 Diperbarui: 28 Oktober 2020   04:05 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ufuk barat mentari meninggalkan bayang-bayang. Perlahan senja beranjak menuju petang. Separuh jiwa yang rapuh berkelebat terbang melayang. Kenangan pada suatu masa hadir memenuhi sanubari yang kerontang. 

Riuh rendah suara tawa malaikat-malaikat kecil. Celoteh manja dan minta perhatian terdengar nyata.Barang-barang berserakan di sana-sini. Setiap kisah disimpan rapi oleh dinding dan meja-kursi. 

Dinding dan meja-kursi turut mendesah. Menampilkan potongan-potongan kisah. Tervisualisasi di setiap jengkal langkah dan ruang. Bagaikan film yang di putar berulang-ulang.

Malaikat-malaikat itu masih menghuni sudut hatinya. Membuatnya bertahan di alam fana. Walaupun hanya dengan separuh jiwa yang tersisa. Separuh jiwa yang lain telah pergi menghadap Sang Pencipta.

Cinta dalam hatinya takkan padam. Senantiasa bercahaya menembus ke segala penjuru. Memancarkan sinarnya ke segala arah. Membersamai dan menjaga malaikat kecilnya dimanapun berada.

Angannya senantiasa berkelana. Pada suatu masa dahulu. Keseharian yang membahagiakan bersama malaikat-malaikat kecilnya. Kenangan yang selalu mengisi ruang hatinya yang sepi.

Secuil hatinya yang sepi bertahan karena sebuah alasan. Kerinduan berkumpul dalam keabadian. Di sebuah negeri yang tak ada lagi perpisahan dan kesepian. Yang ada hanyalah kebahagiaan sejati yang tak bertepi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun