Des, kriteria idaman kamu kayak gimana, sih? Kamu kan "kayak gini".
Saya masih ingat betul, teman kuliah saya, Ali namanya, waktu itu nanya di sela-sela jam santai kami menunggu jadwal kuliah berikutnya. Pertanyaan yang hanya saya respon dengan senyum datar.
Pertanyaan yang jujur saya pun nggak tahu jawabannya saat itu. Mungkin Ali merasa saya nggak mau jawab pertanyaan iseng dia. Atau dia merasa saya hanya menganggap pertanyaannya sekadar candaan belaka. Tapi jujur, Ali, saat itu saya pun nggak tahu mau jawab apa. Saya nggak tahu, laki-laki seperti apa yang saya inginkan.
Kalau boleh, saya mau cerita lebih panjang. Dikit.
Dulu waktu SMA, saya bilang sama Allah, kalau saya bertekad untuk tidak pacaran sampai lulus SMA. Alhamdulillah, Allah jaga saya. Saya terjaga dari orang yang beprotensi menjadi pacar dan menjadikan saya pacar. Pikir saya, selesai sudah ikrar saya, sebatas SMA.
Di bangku kuliah, saya kembali menanyakan hal itu. Apakah sekarang mau bertekad nggak pacaran lagi sampai lulus kuliah? Gumam saya dalam hati. Saya masih pikir-pikir. Sembari menikmati masa muda terindah, saat-saat jadi mahasiswa.
Tapi, pikir-pikir saya itu tidak berlangsung lama. Kali ini, Allah cepat menjawab. Tiba-tiba saja saya memutuskan gabung dalam komunitas agamis. Sebenarnya, saya lebih banyak bolosnya, tapi entah kenapa di beberapa pertemuan yang berhasil saya ikuti, pelan-pelan mengantar perubahan pola pikir saya. Tentang banyak hal. Tentang kehidupan. Dan, tentang urusan hati.
Saya akhirnya bisa menjawab pertanyaan yang kemarin-kemarin. Apakah saya mau bertekad lagi untuk tidak akan pacaran sampai lulus kuliah?
No!
Saya sudah dapat jawabannya! Bukan hanya sebatas sampai lulus kuliah, tapi selama belum sampai di pernikahan. Berusaha menjaga diri untuk tidak menjalin apa-apa sampai benar-benar menikah.