Mohon tunggu...
Siska Destiana
Siska Destiana Mohon Tunggu... lainnya -

Ibu, yang mendamba pendidikan berkualitas untuk seluruh anak dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Pisahkan Rumah dengan Sekolah

7 Januari 2014   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sama-sama menjadi tempat belajar, seyogyanya rumah menjadi pendukung pembelajaran sekolah. Selama ini memang telah terjadi demikian, namun hanya terbatas pada pelajaran yang sifatnya akademis. Sering kita dapati orangtua mendampingi anaknya belajar atau mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dan ini hal yang lumrah terjadi. Namun, sayang sekali, banyak orangtua yang belum peduli sampai ke wilayah pendidikan karakter yang diajarkan di sekolah.

Sering terjadi, pendidikan karakter yang dengan susah payah diajarkan oleh guru di sekolah, akhirnya blas..amblas begitu si anak sampai ke rumah. Contoh kecil misalnya, di sekolah si anak diajarkan untuk berkarakter disiplin dengan cara mencuci tangan setiap sebelum makan. Di rumah, ketika si anak pulang bermain dan langsung mencomot kue di atas meja, orangtua mendiamkan saja. Contoh lain, yang juga sering terjadi, di sekolah anak diajarkan untuk tidak menonton sinetron dewasa, namun di rumah orangtuanya cuek saja meski si kecil ikut duduk dan menyimak.

Ketidakpaduan pendidikan di rumah dengan sekolah seringkali terjadi karena sekolah tidak mengkomunikasikan targetnya kepada orangtua. Sebaliknya, kebanyakan orangtua 'mempercayakan' pendidikan anaknya pada sekolah, sehingga mereka merasa tidak perlu bersusah payah membantu sekolah pada pendidikan-pendidikan moral non akademis. Asal anaknya pulang dengan nilai bagus, maka si orangtua merasa tidak perlu lagi mengevaluasi kelakuan anaknya.

Untuk hal melibatkan orangtua, Indonesia sepertinya harus banyak belajar dari Jepang. Di Jepang, ada hari khusus yaitu hari kunjungan orangtua ke sekolah. Pada hari tersebut, orangtua diundang untuk hadir ke kelas anaknya dan menyimak apa yang diajarkan oleh guru si anak di kelas. Dengan demikian orangtua dapat mengobservasi tidak hanya bagaimana perilaku anak di kelas, tapi bagaimana guru mengajar, terlebih apa yang diajarkan dan dibiasakan di sekolah.

Di sini, orangtua hanya dilibatkan untuk rapat tentang SPP dan sumbangan-sumbangan lain, juga dipesan saat pembagian raport agar prestasi si anak lebih ditingkatkan, tapi jarang sekali diberitahu target-target sekolah untuk pembentukan karakter anak. Mungkin sudah ada sekolah-sekolah yang mulai mengkomunikasikan, tapi hanya segelintir, dan kebanyakan adalah sekolah swasta. Padahal di Indonesia, jumlah sekolah negeri lebih banyak. Padahal lagi, sekolah-sekolah negeri yang lebih banyak melayani anak-anak dari semua kalangan. Dan lagi, anak-anak marginal yang membutuhkan dukungan lebih dalam pembentukan karakternya, kebanyakan bersekolah di sekolah negeri.

Saatnya untuk mulai merubah paradigma. Orangtua sudah saatnya berhenti menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya pada sekolah. Sekolah sudah saatnya untuk menjadikan orangtua mitra dalam pendidikan karakter para siswanya. Jangan hanya melibatkan orangtua ketika si anak bermasalah.

Orangtua sudah saatnya mulai rewel menanyakan pada anak apa yang diajarkan atau dibiasakan di sekolah. Ini bisa dilakukan secara kultural atau sistemik, misalnya dengan minta ditunjukkan target pendidikan karakter oleh sekolah dalam satu tahun ajaran dan bagaimana mekanisme pengajarannya. Jangan merasa takut untuk mengkomunikasikan ini pada sekolah, karena orangtua memiliki hak penuh untuk tahu.

Sekolah sudah saatnya mulai terbuka dengan memberitahukan pada orangtua bagaimana pola pendidikan karakter yang berlaku, juga pembiasaan apa saja yang harus diteruskan orangtua di rumah. Bila perlu, buatkan lembar evaluasi, agar sekolah pun dapat memantau sejauh mana orangtua berperan.

Akhirnya, pendidikan anak-anak Indonesia, adalah tanggungjawab bersama. Tidak akan berhasil cita-cita besar yang ingin diraih bangsa ini melalui pendidikan, jika masing-masing pihak tidak saling mendukung. Rumah, kemudian sekolah, adalah dua tempat dimana setiap anak Indonesia mendapatkan pendidikan dasar mereka. Jika kedua tempat tersebut mampu memberikan pondasi karakter yang kokoh, maka si anak akan memiliki ketahanan pada berbagai rupa lingkungan, dan kekebalan dari berbagai pengaruh buruk yang mengancam. Semoga. Mari padukan rumah dan sekolah, sekarang!

Siska Distiana

Supervisor Marketing dan Komunikasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun