Mohon tunggu...
Destia Fitra
Destia Fitra Mohon Tunggu... Lainnya - Undergraduate International Relations Student at University of Jember

Saya adalah mahasiswa S1 Hubungan Internasional di Universitas Jember. Saya memiliki ketertarikan dalam bidang kepenulisan dan manajemen sosial media. Saya juga sangat terbuka akan hal baru yang dapat menambah dan meningkatkan skill saya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengenal Kebijakan Amerika Serikat pada Tahun 2018 dalam Ekonomi Politik Internasional

29 Februari 2024   13:34 Diperbarui: 29 Februari 2024   17:52 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ekonomi Politik Internasional merupakan salah satu sub disiplin dalam Ilmu Hubungan Internasional. Ekonomi dan Politik adalah dua bidang yang berbeda namun memiliki keterkaitan satu sama lain. Berbagai definisi mengenai ekonomi politik telah disampaikan oleh beberapa ahli. Salah satunya adalah Thomas Oatley. Dalam bukunya yang berjudul International Political Economy, Oatley (2011) menuliskan bahwa Ekonomi Politik Internasional berusaha untuk menganalisis interaksi antara kepentingan ekonomi dengan politik dalam mempengaruhi terbentuknya kebijakan suatu negara. Jadi, suatu kebijakan negara dibentuk untuk mencapai tujuan nasional maupun global tertentu. Salah satunya adalah kepentingan ekonomi. Sehingga, kebijakan yang telah disusun oleh negara akan mempengaruhi kegiatan ekonomi dalam negara tersebut. Negara tentunya akan menciptakan kebijakan yang dapat menguntungkan dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Termasuk mensejahterakan perekonomian warga negaranya. Namun, hal ini menjadi tantangan bagi suatu negara, sebab setiap kebijakan yang diciptakan pasti memiliki potensi untuk memberikan dampak buruk bagi negara tersebut.  

Contoh yang dapat dikaji dalam ekonomi politik internasional adalah kebijakan yang diciptakan AS pada tahun 2018 lalu. Presiden AS, Donald Trump, resmi menaikkan bea impor untuk produk turunan baja sebesar 25% dan 10% untuk produk turunan aluminium (Washington Post, 2018). Angka ini meningkat jauh dari bea impor yang ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, baja dikenakan bea impor sebesar 5%. Namun, kebijakan ini dikecualikan untuk beberapa negara. 

AS menaikkan bea impor baja dan aluminium atas dasar meningkatnya angka impor baja pada tahun-tahun sebelumnya. Presiden Trump menganggap kebijakan tersebut dapat menjamin keamanan nasional dan mensejahterakan industri lokal di AS. Presiden Trump juga ingin produk baja lokal AS dapat dioptimalisasikan penggunaannya. Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga dinilai dapat membawa pengaruh di tingkat internasional. Dimana produksi baja AS diharapkan dapat bersaing ditingkat global dengan diberlakukannya kebijakan ini.

Pada dasarnya, peningkatan tarif impor di suatu negara akan membawa berbagai dampak baik dampak positif maupun negatif. Dampak negatif yang dapat terjadi jika tarif impor dinaikkan adalah terbatasnya produk yang tersedia bagi konsumen. Hal ini dapat terjadi karena suplai barang impor akan berkurang. Sehingga produk yang dapat dipilih oleh konsumen terbatas pada produk-produk buatan industri lokal. Ketika pilihan produk terbatas maka kualitas produk pun turut terbatas dan tidak bervariasi. Selain itu kemungkinan harga produk akan mengalami kenaikan. Terutama jika bahan dasar produk tersebut diperoleh dari bahan impor. Hal ini sangat merugikan bagi konsumen.

Sedangkan dampak positif akibat peningkatan tarif impor antara lain, negara dapat meraup keuntungan yang tinggi. Contohnya adalah AS yang berhasil mendapat keuntungan hingga 1,4 miliar USD dalam kurun waktu kurang dari lima bulan (CNBC Indonesia, 2018). Pendapatan AS dari tarif impor ini langsung masuk ke dalam kas Departemen Keuangan. Tak hanya itu, dampak positif kebijakan ini adalah industri dan produsen lokal maupun domestik memiliki kesempatan lebih luas karena tidak perlu bersaing dengan produsen asing. Meski begitu, negara harus tetap mempertimbangkan apakah industri lokal mereka bergantung pada bahan mentah impor atau tidak. Hal ini dapat menjadi dampak negatif dari kenaikan bea impor di suatu negara. Jika industri lokal bergantung pada bahan mentah impor, maka produksi industri lokal akan turut terhambat karena kurangnya pasokan bahan mentah.

Fenomena tersebut melanda kebijakan bea impor yang telah ditetapkan oleh AS pada tahun 2018 lalu. AS merupakan salah satu negara yang banyak memproduksi otomotif, alat berat, persenjataan, peralatan elektronik, mesin dan sebagainya. Dimana produk-produk tersebut memerlukan bahan dasar baja. Sekitar 30% kebutuhan baja AS didapatkan dari baja impor (ING Think, 2018). Sehingga kebijakan yang dibuat oleh Presiden Trump pada 2018 lalu justru mengancam stabilitas suplai baja AS. Tak hanya itu, harga produk baja lokal dan impor meningkat akibat kebijakan tersebut. Kenaikan harga baja juga mengancam beberapa industri baja di AS. Hal ini dikarenakan finansial industri tersebut belum mampu menganggarkan dana yang lebih besar untuk biaya produksi. Akibat lebih lanjutnya, banyak warga yang kehilangan pekerjaan setelah beberapa industri baja AS berhenti beroperasi. Industri otomotif lokal juga turut terkena dampak kebijakan AS. Hal ini karena biaya produksi yang dibutuhkan meningkat. Terutama bagi industri otomotif yang menggunakan suku cadang buatan China. Akibat tingginya biaya produksi maka harga mobil di pasaran AS turut meningkat.

Selain mengancam industri lokal, kebijakan AS ini juga mendapat reaksi negatif dari beberapa negara. Akibatnya, beberapa negara melakukan retaliasi terhadap produk-produk ekspor milik AS. Hal ini tentunya merugikan eksportir AS. Hingga pada akhirnya Presiden Donald Trump mencabut kebijakan bea impor untuk beberapa negara yang telah melakukan negosiasi dan kesepakatan ulang dengan AS.  

Seiring berjalannya waktu, kebijakan naiknya bea impor baja dan aluminium ini mulai menunjukkan dampak yang baik untuk AS. Dimana angka impor baja dan aluminium AS mulai menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Tepatnya pada jangka waktu di tahun 2018-2019. Penggunaan produk baja lokal AS juga dapat dioptimalkan setelah kebijakan ini mulai berjalan. Namun, nilai ekspor baja AS justru melemah dan mengalami penurunan. Penurunan ini diduga terjadi karena retaliasi yang dilakukan oleh beberapa negara dan tingginya konsumsi baja AS dalam negeri.

Referensi:

Bown, P. C. 2018. Trump Has Announced Massive Aluminium And Steel Tarrifs Here Are Five Things You Need To Know. 

ING Think. 2018. Making US Steel Great Again. 

Oatley, T. 2012. International Political Economy. fifth edition. Boston: Pearson.

Sebayang, R. 2018. Untung Besar, AS Raup Rp 20 T dari Bea Impor Baja & Aluminium. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun