2. Ketimpangan dalam Distribusi Keuntungan
Teori politik ekonomi distribusi menyoroti pentingnya alokasi kekayaan dalam menciptakan ketimpangan. Dalam kasus Freeport, keuntungan tambang sebagian besar mengalir ke pemerintah pusat dan Freeport-McMoRan, sementara masyarakat lokal hanya menerima bagian kecil melalui Dana Bagi Hasil (DBH). Meskipun Papua menerima porsi DBH yang lebih besar dibandingkan daerah lain (hingga 80% untuk minyak dan gas), distribusi ini sering kali tidak dikelola secara efektif karena rendahnya kapasitas kelembagaan di daerah.
Data menunjukkan bahwa meskipun DBH dari Freeport terus meningkat, angka kemiskinan di Papua tetap tinggi, mencapai 27,53% pada 2020, jauh di atas rata-rata nasional. Ketimpangan ini mencerminkan power asymmetry antara aktor-aktor ekonomi, di mana perusahaan besar dan pemerintah pusat lebih mampu memanfaatkan keuntungan dibandingkan masyarakat lokal.
3. Pengaruh Kekuasaan Ekonomi terhadap Kebijakan
Caporaso juga menyoroti bagaimana kekuasaan ekonomi dapat membentuk kebijakan publik. Freeport, sebagai perusahaan multinasional dengan pengaruh besar, sering kali mampu memengaruhi regulasi, terutama terkait lingkungan. Contohnya adalah minimnya penegakan aturan tentang pembuangan limbah tambang (tailing), yang telah mencemari Sungai Ajkwa dan ekosistem sekitarnya. Meskipun ada regulasi yang mengatur praktik ini, Freeport mampu menghindari sanksi yang serius karena kekuatan ekonominya.
Dalam konteks ini, teori market power Caporaso relevan. Freeport menggunakan dominasinya di pasar untuk memastikan keberlanjutan operasionalnya meskipun ada resistensi dari masyarakat adat dan aktivis lingkungan.
Implikasi Sosial dan Lingkungan
1. Kerusakan Ekosistem
Operasi Freeport telah menyebabkan deforestasi besar-besaran (100.000 hektar sejak 1980-an) dan pencemaran air akibat pembuangan limbah tambang. Ketidakmampuan pemerintah daerah untuk menegakkan regulasi lingkungan yang ketat mencerminkan asimetri kekuasaan, di mana perusahaan besar memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan otoritas lokal.
2. Ketimpangan Sosial
Masyarakat adat Papua, seperti suku Amungme dan Kamoro, telah kehilangan akses ke tanah adat mereka tanpa kompensasi yang memadai. Pekerjaan yang tersedia bagi mereka di tambang Grasberg sebagian besar adalah pekerjaan dengan keterampilan rendah, sementara posisi teknis dan manajerial lebih banyak diisi oleh tenaga kerja dari luar Papua. Ketimpangan ini mencerminkan power imbalance dalam hubungan kerja.