Pendekatan Marxian Political Economy menyoroti konflik fundamental antara kelas pekerja dan kelas kapitalis yang didorong oleh kepentingan material dan hubungan mereka terhadap alat produksi. Perjuangan untuk kekuasaan politik dan ekonomi adalah inti dari sistem kapitalis, di mana setiap kelas memiliki kepentingan ekonomi yang bertentangan, dan konflik ini menjadi pusat perubahan sosial.
Setelah memahami konsep dasar Marxian Political Economy, penting untuk melihat bagaimana teori ini dapat diaplikasikan dalam konteks Indonesia. Di berbagai sektor ekonomi Indonesia, kita dapat melihat konflik yang terjadi antara kelas kapitalis dan kelas pekerja atau masyarakat lokal, terutama dalam isu-isu yang berkaitan dengan penguasaan alat produksi, distribusi kekayaan, dan kekuasaan politik. Beberapa kasus nyata yang mencerminkan dinamika ini adalah konflik dalam sektor pertambangan, agraria, dan proyek infrastruktur, di mana kepentingan ekonomi yang bertentangan antara pemodal besar dan masyarakat bawah menimbulkan ketegangan sosial dan perjuangan kelas. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus di Indonesia yang relevan dengan pendekatan Marxian.
1. Konflik Agraria dan Perkebunan Kelapa Sawit:
Indonesia adalah salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, ekspansi industri ini telah menimbulkan berbagai konflik antara perusahaan perkebunan besar (kapitalis) dan masyarakat lokal serta petani kecil (kelas pekerja).
a. Kepentingan Material dan Konflik Kelas:
Perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang memiliki akses terhadap alat produksi (lahan dan modal) seringkali merampas lahan masyarakat lokal atau petani kecil melalui cara-cara yang kontroversial, termasuk kriminalisasi, penggusuran paksa, atau pemalsuan sertifikat tanah. Masyarakat lokal, yang hidup dari tanah pertanian mereka, kehilangan sumber penghidupan, sementara perusahaan sawit mendapatkan keuntungan besar dari ekspor minyak kelapa sawit.
b. Perjuangan untuk Kekuasaan Politik:
Perusahaan besar sering memiliki hubungan yang erat dengan penguasa politik setempat, yang memberikan izin konsesi lahan yang luas kepada mereka. Masyarakat lokal berusaha melawan dominasi ini dengan protes dan tuntutan atas hak kepemilikan lahan. Dalam banyak kasus, perjuangan mereka melibatkan organisasi masyarakat sipil, LSM, atau gerakan sosial yang mencoba menekan pemerintah untuk memperjuangkan redistribusi lahan atau hak-hak atas tanah adat.
c. Contoh:
Konflik di Mesuji (Lampung dan Sumatera Selatan) adalah salah satu contoh besar konflik agraria, di mana masyarakat lokal berhadapan dengan perusahaan perkebunan sawit yang mengklaim lahan secara sepihak. Konflik ini menimbulkan kekerasan dan korban jiwa, yang mencerminkan perjuangan kelas dalam konteks kontrol atas tanah dan alat produksi.
2. Kasus Outsourcing dan Buruh Pabrik: