Tari Saman adalah bentuk kesenian tradisional yang berasal dari suku Gayo di Provinsi Aceh, Indonesia. Tarian ini terkenal dengan gerakannya yang dinamis dan penuh energi, diiringi dengan nyanyian serta tepukan tangan yang selaras. Biasanya, Tari Saman dipentaskan dalam berbagai upacara adat, perayaan budaya, atau acara penting lainnya. Selain sebagai seni pertunjukan, tari ini memuat nilai-nilai sosial, budaya, dan agama yang mendalam bagi masyarakat Gayo. Tari Saman memperkuat rasa kebersamaan dan identitas etnis serta menyampaikan pesan moral dan religius kepada penontonnya. Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, Tari Saman merupakan simbol kekayaan seni dan budaya bangsa yang terus dilestarikan dan dihargai oleh generasi mendatang. (Darmawan dan Tinambunan, 2024)
Masyarakat Gayo di Aceh Tenggara pada awalnya bertujuan agar pertunjukan tari Saman menjadi sebuah praktek keagamaan dan tradisi untuk mengekspresikan nilai keagamaan, kekompakan dan kelincahan dari peserta Tari Saman. Tari Saman awalnya hanya dibawakan oleh 7 sampai 15 penari laki-laki, atau bahkan lebih (jumlahnya harus ganjil, tidak boleh genap).
Tradisi Tari Saman sebelumnya memang khusus untuk pria, namun sekarang seringkali ditari oleh wanita juga khususnya karena beberapa alasan. Faktor yang membuat Tari Saman kini diselenggarakan dengan wanita adalah karena kurangnya jumlah anggota laki-laki yang mampu dan cukup untuk mengikuti Tari Saman, sehingga wanita sering memberikan penampilan yang memuaskan untuk mengenang dan mempertahankan ciri khas tari tersebut, khususnya di saat acara khusus. Sejumlah penari yang ikut terlibat duduk dengan posisi duduk sama jaraknya dan arah duduk yang melurus atau horizontal merupakan keistimewaan dan menjadi ciri khas dari Tari Saman ini. Jika jumlah penari yang semakin banyak, maka tepukan yang dihasilkan melalui gerakan tangan dan lagu yang dibawakan menambah semarak dan meriah pertunjukan tari saman. Gerakan yang utama dalam tarian ini adalah Gerakan tepuk tangan dan tepuk dada yang serasi. Gerakan yang dibawakan menjadi sangat bergairah dan menarik, mengedepankan kekompakan penari dengan ciri khas gerakan badan yang menghentak, gerakan kepala yang menengok ke kiri dan ke kanan, mengikuti gerakan dari tubuh, tangan, dengan posisi duduk yang melipat kedua kaki ke belakang sebagai tumpuan dari badan, serta tangan sesama dari penari saling berdekatan antara penari yang satu dengan penari yang lainnya. (Darmawan & Tinambunan, 2024)
Tari Saman berasal dari seorang ulama besar dari Samudra Pasai, murid Syeh Abdussamad al-Falimbani. Tari ini digunakan sebagai media dakwah untuk menyebarkan Islam ke pegunungan Leuser yang dihuni oleh suku Gayo. Tarian ini dinamakan Tari Saman karena terinspirasi dari Tarekat Sammaniyah, yang pertama kali dibawa ke Aceh oleh Syeh Abdussamad al-Falimbani pada abad ke-18. Awalnya, Tarekat Sammaniyah hanya mengajarkan zikir yang dikenal sebagai ratib Samman, tetapi kemudian berkembang menjadi nyanyian zikir yang dilakukan oleh sekelompok orang di Aceh. Zikir ini kemudian berkembang menjadi Tari Saman dan Tari Seudati.
Ulama besar dari Pase mengadaptasi Tari Saman dengan menyisipkan ajaran agama, nilai-nilai kehidupan, kepahlawanan, dan kebersamaan, menjadikannya media dakwah yang efektif. Pada awalnya, tarian ini hanya dianggap sebagai permainan rakyat di daerah tersebut, dikenal dengan nama Pok Ane. Namun, setelah minat masyarakat terhadap Tari Saman meningkat, ulama besar ini mulai menambahkan pujian kepada Tuhan dalam syair-syairnya, menjadikannya lebih religius. Setelah penduduk mulai terhubung dengan nilai-nilai dalam tarian ini, ulama besar tersebut memperkenalkan konsep ketauhidan Islam dan mengajak penduduk Leuser untuk memeluk Islam. Tarian ini kemudian disebut Tari Saman, dan penduduk menghormati ulama besar ini dengan memanggilnya Syekh Saman, sesuai dengan sebutan "sh" untuk pemimpin tarian.
Identitas nasional Indonesia mencerminkan keragaman bangsa yang terlihat dari variasi suku, agama, budaya, dan bahasa. Kebudayaan memainkan peran penting dalam identitas nasional, memberikan pedoman nilai etika dan moral baik yang ideal maupun praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kekayaan budaya yang beragam di Indonesia membentuk identitas nasional yang mencerminkan kemajemukan bangsa. Warisan Budaya Tak Benda, atau warisan budaya hidup, berbeda dari warisan benda seperti situs alam dan budaya. Pada Maret 2010, Indonesia mengajukan Tari Saman Gayo sebagai warisan budaya dunia tak benda kepada UNESCO dengan proposal akademis. Tari Saman Gayo memenuhi empat kriteria UNESCO: keaslian, keunikan, filosofi universal, dan dampak luas pada masyarakat Indonesia. (Alunaza, 2015)
Tari Saman Gayo, yang berasal dari Gayo Lues di Aceh, diakui sebagai warisan budaya dunia pada sidang UNESCO yang diadakan pada 24 November 2011 di Bali International Convention Center. Proposal untuk nominasi Tari Saman disusun dengan teliti dan diajukan kepada UNESCO pada Maret 2010 oleh Pemerintah Indonesia, setelah mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Aceh, Bupati Gayo Lues, dan masyarakat Gayo. Berkas tersebut kemudian diperiksa oleh Sekretaris UNESCO dan Pakar Internasional sebelum diterima dalam sidang di Bali.
Kesimpulannya, Tari Saman merupakan salah satu bentuk warisan budaya tradisional yang kaya akan nilai sosial, budaya, dan agama. Berasal dari suku Gayo di Aceh, tarian ini awalnya digunakan sebagai media dakwah untuk menyebarkan Islam oleh seorang ulama besar dari Samudra Pasai. Tari Saman tidak hanya mempertontonkan gerakan dinamis dan penuh energi, tetapi juga menyampaikan pesan moral dan religius yang mendalam. Seiring perkembangannya, Tari Saman telah menjadi bagian integral dari identitas masyarakat Gayo, memperkuat rasa kebersamaan dan kekompakan di antara para penarinya.
Tari ini diakui secara global sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada tahun 2011, yang memperkuat statusnya sebagai simbol kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, Tari Saman tidak hanya memainkan peran penting dalam mempertahankan tradisi lokal, tetapi juga mengukuhkan identitas nasional Indonesia yang kaya akan keragaman budaya.
Sumber Referensi :
1. Darmawan, C, S., & Tinambunan, S, D. (2024). Karakteristik Tari Saman Sebagai Daya Tarik Aceh Journal of Global and Multidisciplinary, 2(2), 1206-1215 .
3. https://journal.umy.ac.id/index.php/jhi/article/viewFile/325/373
4. https://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/1478/
5. Maryati, M., & Pratiwi, W. (2019). Etnomatematika: eksplorasi dalam tarian tradisional pada pembukaan asian games 2018. FIBONACCI: Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika, 5(1), 23-28.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H