Mohon tunggu...
Dessy Yasmita
Dessy Yasmita Mohon Tunggu... Desainer - valar morghulis

If you want to be a good author, study Game of Thrones.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[MBA 1.2] Memutar Waktu

31 Agustus 2019   10:57 Diperbarui: 3 September 2019   03:05 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadis itu tidak terlalu cantik menurutnya. Dia bahkan tidak ingat bagaimana mereka pertama kali bertemu. Di kampus atau di toko buku. Seperti itulah. Namun, dia selalu ingat pada kulit agak sawo yang mengilat karena keringat di bengkel kayu kampus. 

Dia ingat bagaimana serbuk kayu tersebar di rambut gadis itu. Dia ingat bagaimana gadis itu senang melamun dan hampir tiap kali ditanya apa yang ia pikirkan, jawabannya cuma satu kata: kursi.

Dia tidak tahu mengapa gadis itu terobsesi dengan kursi. Mungkin keturunan Dewa Kayu. Padahal, yang punya nama kayu itu dirinya. Damar. Meski namanya begitu, ia tak pernah merasa Dewa Kayu menyentuh kehidupannya, meski cuma sekali. Juga, tak seorang pun di rumah yang bisa bertukang. 

Jangankan memotong kayu, mengelem pipa pun tak ada yang pernah melakukannya di rumah. Semua tangan terpelihara karena tanpa tangan dan jari-jari mereka yang terampil, mereka bukan keluarga Dokter Suar. 

Begitu penting bagi keluarganya memelihara jari mereka tetap sensitif. Bahkan, bukan rahasia bahwa mereka mengasuransikan jari. Ya, sepuluh jari tangan itu diasuransikan satu demi satu.

Tentu saja kecuali Damar. Damar bukan dokter dan tidak memiliki keterampilan medis sama sekali, seperti bukan anggota dinasti Suar. Dia lebih tepat disebut duri, sepetak kudis yang menggerogoti nama Suar. Dulu  memilih kuliah ekonomi yang lulusannya bejuta-juta, tapi akhirnya dia susah cari kerja. 

Namun, tak seorang pun di rumahnya peduli, padahal Damar sudah tiga kali ganti kantor. Dalam keluarga Suar, yang tidak memiliki lisensi medis tidak akan dianggap.

Mari kita sedikit bicara tentang keluarga Suar. Keluarga ini terdiri dari lima orang. Bapak, ibu, dan tiga anak laki-laki. Damar anak tengah dan satu-satunya yang belum kawin. 

Ibunya dulu perawat yang lebih berspesialisasi dan ikut dalam pembedahan. Ayahnya spesialis jantung. Kakaknya dokter anak. Istrinya dokter gigi. Adiknya dokter kulit. Istrinya dokter bedah kecantikan.

Damar tidak pernah tertarik pada dunia kedokteran, mungkin karena dari kecil sudah ditanamkan pentingnya hidup sebagai dokter. Tentu sebagai bocah ia manggut saja dengan segala doktrin yang dijejal ke kepalanya. Namun, setelah bisa berpikir untuk dirinya sendiri, ia tahu dunia mulia itu bukan untuknya. Keputusannya kuliah di jurusan ekonomi ditentang habis oleh orang tua. Namun, mereka membiarkannya kuliah di sebuah universitas elit yang gedung jurusan ekonominya hampir bersebelahan dengan gedung jurusan desain.

Sudah biasa bagi mahasiswa kedua jurusan itu saling kenal. Di antara kedua gedung ada sebuah kafetaria yang sering menjadi basis pertemuan antarjurusan. Damar tidak ingat. Mungkin saja pertemuannya pertama kali dengan gadis itu terjadi di sana.
+++

Si gadis berkulit agak sawo pulang dengan taksi. Seminggu telah berlalu setelah rambutnya dijambak. Sehari setelah kejadian itu, dia baru berani menghubungi Damar. Bukan takut. Dia kesulitan mencari kata untuk menyampaikan berita itu. Bagaimana Damar bereaksi? Apakah dia akan marah atau cuma diam? Gadis itu tak bisa membayangkannya.

Dia ingat bertemu Damar dalam bazar kampus. Damar tampak terperangah melihat dirinya. Waktu itu dia baru keluar dari bengkel kayu dan laparnya minta ampun. Dia lupa penampilannya cukup kucel dengan serbuk kayu menempel di mana-mana. Setelah perkenalan singkat, tidak ada hal penting lainnya terjadi. 

Mereka saling sapa jika berpapasan, menanyakan kabar, lalu berpisah. Setelah beberapa bulan, Damar datang ke bengkel kayu. Katanya penasaran. Mungkin sebenarnya dia lebih penasaran bagaimana serbuk kayu selalu menempel di rambutnya.

Dari dalam taksi, jalanan terlihat sibuk. Pertemuan siang bolongnya dengan Damar hanya butuh tiga puluh menit. Dari situ dia menyadari segala yang dia ketahui soal Damar hanya sedikit. Dia bahkan tidak tahu apakah selama ini dirinya memang mencintai Damar atau hanya nafsu sesaat. Dia tidak tahu apa yang disukainya dari pria itu.

Setelah lulus enam bulan yang lalu, Damar jarang menemuinya. Dia langsung sibuk mencari kerja. Dua kali masuk perusahaan, Damar bertahan hanya sebulan. Tidak suka. Tidak cocok. Bos terlalu rewel. Entah apa lagi alasannya. Dia mengerti Damar memiliki idealisme sendiri. Mungkin itu yang membuat Damar menarik. 

Namun, di luar soal dunia yang luas, Damar hampir tidak pernah berbicara tentang dirinya, terutama soal keluarganya. Dia hanya bisa merasakan Damar tidak dekat dengan mereka. Mungkin, itu juga alasan mengapa mereka tidak pernah resmi pacaran.

Meskipun begitu, dia tidak peduli. Saat itu, dia tak peduli. Tidak perlu terburu-buru. Masih ada waktu. Mempelajari Damar dan keluarganya bisa nanti saja. Namun, akhirnya 'nanti' telah berakhir. Sekarang waktu mulai memburu dan setelah tahu soal kehamilannya, Damar baru bisa ditemui hari ini, tepatnya hampir dua bulan setelah pertemuan terakhir mereka.

Permintaan Damar, meski mengejutkan, bukan sesuatu yang aneh. Dalam pertemuan tadi, Damar memintanya untuk menggugurkan kandungan. Permintaan itu menyebabkannya diam begitu lama. 

Keluarganya pasti marah besar. Membesarkan anak sendirian juga menjadi aib. Lagipula, mengapa harus dirinya yang menggugurkan? Mengapa pada akhirnya harus dia yang menanggung sendirian?

Namun, belum sempat dia sampaikan pikirannya, Damar berkata, "Tunggu kabar dariku. Kita akan atur pertemuannya." Suaranya dingin, sangat dingin.
+++

#SocraticQuestioning
Ola! Aku kembali! Pertanyaan kali ini gampang saja:
Apakah bagian ini lebih mudah dipahami ketimbang bagian pertama?

Trims untuk yang baca, yang komen, yang kritik, yang ngejempol, yang emosi (entah ketawa, sedih, terpana, atau marah)
Lanjut ke bab 1-3 (minggu depan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun